Riak-Riak Permasalahan Pasca Pilkada 2018

Tanggal 16 Jul 2018 - Laporan - 881 Views
Illustrasi foto: Google.

Harianmomentum.com--Setelah “berhasil” dilaksanakan tanggal 27 Juni 2018 yang lalu, ternyata Pilkada 2018 masih menyisakan sejumlah permasalahan yang membutuhkan atensi khusus antara lain soal mundurnya pelaksanaan Pilkada susulan di Kabupaten Paniai, Papua lebih disebabkan masih belum kondusifnya situasi keamanan di wilayah tersebut.

 

Kondisi tersebut mengakibatkan pihak penyelenggara Pilkada akan terlebih dahulu untuk mendapatkan kepastian keamanan sebelum memutuskan untuk melanjutkan tahapan pemungutan suara di Kabupaten Paniai. 

 

Selain itu, banyaknya pasangan calon (Paslon, red) yang kalah dalam Pilkada 2018 belum dapat menerima kekalahannya telah melakukan gugatan sengketa Pilkada 2018 di Mahkamah Konstitusi (MK). Sampai 12 Juli 2018, sudah tercatat 60 Paslon telah mendaftarkan gugatannya.

 

Penulis memperkirakan rasa kecewa Paslon maupun Timses yang kalah dalam Pilkada akan terus terjadi di daerah lain. Hal seperti ini menunjukkan para paslon yang kalah dalam Pilkada belum dapat menerima hasil demokrasi yang berlangsung saat ini, ataupun karena mereka telah melakukan mahar politik/hutang uang kepada pihak lain sehingga berupaya melakukan protes. 

 

Penolakan hasil Pilkada 2018 di beberapa daerah yang dilakukan sejumlah orang melalui aksi unjuk rasa merupakan bentuk kekecewaan mereka terhadap penyelenggara Pilkada yang dinilai melakukan kecurangan maupun ketidaknetralan dalam menyelenggarakan Pilkada.

 

Selain itu, penolakan hasil Pilkada juga sangat bermuatan politis terkait kalahnya Paslon yang mereka usung dalam Pilkada, sehingga mereka berupaya membatalkan hasil perolehan suara, bahkan mengajukan gugatan sengketa Pilkada ke MK.

 

Selain itu, munculnya isu kecurangan lebih banyak dikeluarkan oleh pihak Paslon yang diprediksi gagal meraih suara terbanyak dalam Pilkada serentak 2018. Hal ini dapat disebabkan kekhawatiran Paslon maupun pendukung tidak dapat menerima kekalahan, meski proses penghitungan suara masih berlangsung. 

 

Masalah serius lainnya adalah terkait dugaan money politics atau politik uang yang terjadi dalam Pilkada 2018, perlu ditindak lanjut oleh penyelenggara dan pengawas Pilkada secara profesional. Dugaan politik uang yang disuarakan dalam pelaksanaan Pilkada 2018 tidak terlepas dari upaya pihak-pihak tertentu untuk me urunkan citra penyelenggaraan, sekaligus dijadikan “entry poin” sengketa Pilkada.

 

Selain itu, munculnya isu kecurangan lebih banyak dikeluarkan oleh pihak Paslon yang diprediksi gagal meraih suara terbanyak dalam Pilkada serentak 2018. Hal ini dapat disebabkan kekhawatiran Paslon maupun pendukung tidak dapat menerima kekalahan, meski proses penghitungan suara masih berlangsung. Dalam laporan kasus dugaan money politics yang terjadi dalam Pilkada Serentak 2018, perlu ditindak lanjut oleh penyelenggara dan pengawas Pilkada secara profesional.

 

Sejumlah permasalahan pasca pemungutan suara sejauh ini berhulu pada dugaan money politics  dan isu kecurangan dalam proses pemungutan suara. Dalam laporan kasus dugaan money politics yang terjadi dalam Pilkada 2018 telah ditindak lanjut oleh penyelenggara dan pengawas Pilkada secara profesional.

 

Namun dalam prosesnya, tidak semua laporan tersebut dapat diteruskan ke ranah hukum disebabkan minimnya saksi dan bukti yang mendukung. Sementara itu munculnya isu kecurangan dan isu suap dalam proses pemungutan suara lebih banyak dikeluarkan oleh pihak Paslon yang diprediksi gagal meraih suara terbanyak dalam Pilkada 2018. Hal ini dapat disebabkan kekhawatiran Paslon maupun pendukung tidak dapat menerima kekalahan, meski proses penghitungan suara masih berlangsung. 

 

Semakin meningkatnya laporan dugaan money politics dan berbagai bentuk kecurangan dalam proses pemungutan dan penghitungan suara diperkirakan disebabkan ketidakpuasan Paslon atau pendukungnya terhadap hasil pemungutan suara meskipun proses penghitungan secara resmi oleh KPU belum selesai.

 

Isu ini akan menjadi alat pressure untuk menekan KPU maupun Bawaslu dan diperkirakan akan terus digulirkan untuk menolak hasil pemungutan suara  jika Paslon yang diusung kalah dalam Pilkada 2018. 

 

Sejauh ini proses penanganan terhadap laporan terjadinya palanggaran money politics dan pelanggaran lainnya telah ditangani secara profesional oleh KPU, Bawaslu maupun aparat penegak hukum. Namun yang perlu menjadi atensi khusus bagi Apkam adalah terjadinya aksi dengan mengerahkan massa dalam jumlah besar yang dapat berdampak pada kelancaran pelaksanaan tahapan Pilkada selanjutnya dan situasi Kamtibmas.

 

Riak-riak permasalahan lainnya adalah dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan penyelenggara Pilkada di beberapa daerah menunjukkan rendahnya moral beberapa penyelenggara dalam menjalankan pelaksanaan Pilkada.

 

Meskipun masalah ini belum berdampak kepada terjadinya penolakan hasil Pilkada, namun Panwaslu perlu bertindak tegas memberikan sanksi kepada mereka yang melakukan pelanggaran kode etik. Hal ini bertujuan selain untuk memberikan efek jera, sekaligus meningkatkan citra Panwaslu dalam melakukan pengawasan. Selain itu, keberadaan DKPP RI juga perlu dimaksimalkan guna memberi hukuman terhadap pelanggaran kode etik yang dilakukan penyelenggara. 

 

Adanya pernyataan penyelenggara Pilkada di beberapa daerah terkait rendahnya tingkat partisipasi warga dalam menggunakan hak pilihnya memperlihatkan bahwa pesta demokrasi ini masih dinilai kurang penting dalam mencari pimpinan di daerah.

 

Namun demikian, rendahnya partisipasi ini juga tidak tertutup kemungkinan terkait belum selesainya permasalahan KTP elektronik serta buruknya data kependudukan di wilayah tersebut yang berdampak pada penetapan DPT Pilkada. Selain itu, rendanya partisipasi juga disebabkan kurangnya sosialisasi yang dilakukan penyelenggara maupun pemerintah terhadap pelaksanaan Pilkada 2018.

 

Tingkat partisipasi pemilih dapat disebabkan banyak faktor, baik karena faktor politis seperti ketidakpercayaan terhadap petahana, apatisme politik ataupun karena rendahnya literasi politik akibat sosialisasi yang kurang tepat sasaran dan kurang massif.

 

Sedangkan faktor lainnya yang juga signifikan adalahu faktor pragmatisme politik ketika partisipasi pemilih akan meningkat jika ada “political electoralship” bagi pemilih sehingga masyarakat merasa terwakili atau faktor primordial karena calon kepala daerah memiliki kesamaan unsur daerah ataupun SARA.

 

Sementara itu, dalam kasus di Halmahera Barat Maluku Utara, permasalahan administratif terkait sengketa wilayah di pemerintahan daerah justru menyebabkan masyarakat menolak untuk memberikan suara dalam Pilkada.

 

Hal in seharusnya sudah dapat diantisipasi mengingat permasalahan tersebut sudah diketahui sebelum proses tahapan Pilkada berjalan. Lemahnya koordinasi antara penyelenggara Pilkada dan Pemerintah Daerah pada akhirnya menyebabkan suara pemilih di wilayah yang menjadi sengketa tidak terakomodir.

 

Hal lainnya adalah penyebaran konten provokatif di Medsos Facebook yang dilakukan pihak-pihak tertentu bertujuan selain untuk mendiskreditkan penyelenggara terkait pelaksanaan Pilkada 2018, sekaligus sebagai upaya menimbulkan konflik antar massa pendukung terutama menjelang pelaksanaan pengumuman rekapitulasi yang dilakukan KPU. 

 

Meningkatnya berbagai aksi yang dilakukan massa pendukung Paslon di Papua tidak terlepas dari bentuk ketidakpuasan terhadap proses tahapan yang telah berjalan. Isu-isu ketidaknetralan penyelenggara maupun kecurangan dan pelanggaran yang dilakukan oleh Paslon tertentu diperkirakan akan terus digulirkan untuk menolak penyelenggaraan Pilkada di Papua yang telah berjalan. (**) Penulis: Wulandari Dewi Setyaningsih

 pemerhati masalah politik. Tinggal di Mengwi, Bali. 

Editor: Harian Momentum


Comment

Berita Terkait


Hak Angket dalam Pilpres 2024: Solusi Atau Si ...

MOMENTUM -  Tahapan Pemilu merupakan sebuah rangkaian proses ...


Aliza Gunado: Debat Terakhir Meyakinkan untuk ...

MOMENTUM--Pada debat ke 5 yaitu debat trakhir,  Jubir TKD Pr ...


AICIS dan Keberanian Mendefinisikan Ulang Per ...

MOMENTUM, Bandarlampung--KETEGANGAN agama-agama masih terjadi di ...


Kebun PTPN VII Bumper Ekologis Kota Bandarlam ...

MOMENTUM, Bandarlampung--Kebun Karet PTPN VII Bumper merupakan sa ...


E-Mail: harianmomentum@gmail.com