Jokowi Sudah Berusaha Perkuat Ekonomi Nasional

Tanggal 23 Agu 2018 - Laporan - 818 Views
Presiden RI Joko Widodo.

Harianmomentum.com--Banyak kalangan menilai bahwa kebijakan ekonomi Indonesia selalu dinilai bertolak belakang satu dengan lainnya, seperti pemerintah ingin memangkas peraturan yang menghambat investasi dan ingin meningkatkan ekspor, namun ada kebijakan proteksi impor.

Selain itu, birokrasi yang panjang dan memerlukan waktu lama, pembatasan kuota dan perizinan, penentuan waktu impor dan hambatan non tarif lainnya akan membawa dampak negatif bagi investasi dan nilai ekspor. Kinerja investasi dan ekspor Indonesia pada akhirnya akan mempengaruhi perekonomian Indonesia secara agregat.

Kondisi perekonomian Indonesia masih dilanda “penyakit akut” yaitu pelemahan nilai tukar Rupiah, defisit neraca perdagangan dan defisit transaksi berjalanan/necara pembayaran (disebabkan karena jumlah ekspor yang lebih kecil dibanding impor, dimana ekspor Juli di angka US$16,24 Miliar dan impor mencapai US$18,27 Miliar), peningkatan impor Migas (minyak mentah, golongan barang mesin dan pesawat mekanik), peningkatan impor nonmigas (mesin dan peralatan listrik; Besi dan baja; Plastik dan barang dari plastik; Bahan kimia organik.

Disamping itu, diwarnai dengan peningkatan nilai impor semua golongan penggunaan barang baik barang konsumsi, bahan baku/penolong dan barang modal. Meskipun demikian, kinerja ekspor Indonesia juga mengalami peningkatan antara lain ekspor kopi dan rumput laut; Ekspor industri pengolahan karena perbaikan harga minyak kelapa sawit (CPO), pakaian jadi dan tekstil, dan besi baja serta ekspor pertambangan karena perbaikan harga batu bara.

Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution menilai Indonesia patut mewaspadai defisit transaksi berjalan yang kian melebar. Bank Indonesia (BI) telah merilis data defisit transaksi berjalan kuartal II-2018 tercatat 3% atau sebesar US$ 8 miliar. Angka ini lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya 1,96%. Naiknya impor juga mempengaruhi kondisi defisit ini. Namun, impor tersebut untuk mendukung kegiatan ekonomi yang semakin meningkat. Menurut dia dari data PDB, bank sentral mencatat impor lebih tinggi daripada ekspor.  

Sudah ada langkah-langkah yang disiapkan pemerintah untuk menekan defisit agar tidak kian melebar, dalam mengurangi defisit neraca transaksi berjalan, prosesnya tidak instan untuk kelihatan hasilnya. Langkah langkah yang sudah disiapkan pemerintah, di antaranya kebijakan penggunaan campuran biodiesel 20% (B20), kebijakan di sektor pertambangan dengan menambah kuota ekspor, hingga mendorong sektor pariwisata dan perindustrian.

Masalah lainnya, perekonomian tahun ini kondisi perekonomian global lebih gonjang-ganjing. Hal itu berpengaruh ke perekonomian di Indonesia. Memang selalu ada sentimen yang membuat rupiah melemah, tapi di sisi lain pemerintah dan Bank Indonesia (BI) juga berupaya memberi sentimen positif agar rupiah menguat. Jika kondisi global mulai membaik maka rupiah akan terus menguat sedikit demi sedikit. Kondisi eksternal, seperti perekonomian global masih perlu dicermati terkait pelemahan nilai tukar rupiah. Pasalnya, kondisi saat ini sulit diduga akan ada gejolak apalagi ke depannya.

Oleh karena itu, memperkuat cadangan devisa merupakan hal yang sangat penting yang harus dilakukan, agar ketahanan ekonomi semakin kuat, terutama dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi global, disamping menjaga stabilitas nilai tukar rupiah pada nilai yang wajar, inflasi yang rendah, defisit transaksi berjalan yang aman.

Untuk memperkuat cadangan devisa, percepatan pelaksanaan beberapa kebijakan seperti pelaksanaan biodiesel B20, kemudian peningkatan Penggunaan Kandungan Dalam Negeri (TKDN) terutama untuk BUMN-BUMN yang sebelumnya banyak menggunakan komponen-komponen impor segera diimplementasikan, Upaya lainnya perlunya percepatan pembangunan infrastruktur yang mendukung pariwisata, terutama pada lokasi-lokasi pariwisata prioritas yang telah ditetapkan, karena sektor pariwisata tersebut dinilai akan cepat mampu menambah dan memperkuat cadangan devisa.

Peningkatan nilai ekspor dapat dicapai melalui peningkatan produktivitas dan daya saing industri dalam jangka panjang. Kebijakan dalam jangka pendek seperti prioritas pembangunan infrastruktur strategis dan mengurangi subsidi BBM dapat dilakukan sebagai bentuk pengurangan ketergantungan terhadap impor. Oleh karena itu, pemerintah juga sebaiknya fokus pada peningkatan produktivitas industri domestik dan menambah daya saing produk dalam negeri.

Disamping itu, kebijakan yang perlu diambil oleh pemerintah adalah dengan mendorong investasi asing langsung (foreign direct investment) yang relatif lebih stabil dan juga diiringi dengan pengurangan ketergantungan terhadap investasi portofolio. Selain itu, pemerintah dapat mengurangi belanja negara yang sifatnya konsumtif dan meningkatkan alokasi belanja yang sifatnya produktif seperti dana desa.(*)

Oleh : SV Farrah. Penulis adalah pemerhati masalah perekonomian nasional yang tinggal di Ambon, Maluku.

Editor: Harian Momentum


Comment

Berita Terkait


Hak Angket dalam Pilpres 2024: Solusi Atau Si ...

MOMENTUM -  Tahapan Pemilu merupakan sebuah rangkaian proses ...


Aliza Gunado: Debat Terakhir Meyakinkan untuk ...

MOMENTUM--Pada debat ke 5 yaitu debat trakhir,  Jubir TKD Pr ...


AICIS dan Keberanian Mendefinisikan Ulang Per ...

MOMENTUM, Bandarlampung--KETEGANGAN agama-agama masih terjadi di ...


Kebun PTPN VII Bumper Ekologis Kota Bandarlam ...

MOMENTUM, Bandarlampung--Kebun Karet PTPN VII Bumper merupakan sa ...


E-Mail: harianmomentum@gmail.com