Nilai Tukar Mata Uang Martabat Negara

Tanggal 07 Sep 2018 - Laporan - 761 Views
Ilustrasi.

Harianmomentum.com--Menjaga nilai tukar mata uang sebuah negara adalah upaya menjaga martabat bangsa, sehingga harus diupayakan secara serius dan tidak sekadar berwacana.

Oleh karena itu, wajar jika salah satu ukuran berhasil tidaknya seorang kepala negara dinilai dari kapabilitasnya menjaga mata uang negaranya. 

Tidak percaya? Beberapa negara telah mengalaminya seperti Yunani, Venezuela, Argentina bahkan Indonesia di era Soeharto harus terjadi kerusuhan sosial yang memantik perubahan politik nasional. 

Benar alasan faktor eksternal yang sering menjadi "kambing hitam" menutupi ketidakmampuan kepala negara di berbagai negara mencegah kerontokan nilai tukar mata uangnya.

Namun jarang ada yang mengintrospeksi diri sebagai kesalahan mengelola ekonomi negeri seperti tidak menggenjot ekspor agar meningkat dengan mempermudah prosedur ekspor, insentif pajak dll sehingga import lebih deras masuk daripada ekspor yang keluar.  Akhirnya menggerus cadangan devisa dan melorotkan nilai tukar mata uangnya. 

Terus menerus melakukan impor barang barang mewah hanya untuk memenuhi kepentingan kaum "the have" di negaranya,  sehingga akhirnya menggerus cadangan devisa. 

Kemudian melakukan pembangunan infrastruktur besar besaran walau kondisi uang dan simpanan negara belum cukup kuat,  akhirnya dibiayai dengan hutang luar negeri yang semakin membengkak.  Ketika nilai tukar mata uang negaranya mengalami kemerosotan maka secara otomatis menambah jumlah hutang luar negerinya. 

Ketika terjadi defisit neraca pembayaran,  defisit neraca perdagangan dan hutang yang membengkak di negaranya,  ditempuhlah berbagai kebijakan non populis atau kebijakan menyengsarakan warganya seperti menaikkan harga BBM,  menaikkan segala macam pajak dll,  sehingga bisa jadi roda ekonomi menjadi stagnan dan kesejahteraan rakyatnya turun drastis,  sehingga tinggal tunggu waktu terjadinya sosial unrest dan national uncertainty. 

Pejabat tertinggi di bank sentral negara tersebut sudah menyatakan bahwa pihaknya sudah menyiapkan empat langkah mencegah kejatuhan nilai mata uang negaranya,  namun dengan bahasa terlalu akademis/ilmiah dan terlalu teknis sehingga kurang dapat dimengerti rakyatnya. 

Masyarakat awam dan lugu yang telah menitipkan amanah dan kepercayaan kepada pemerintah hanya menunggu besok hari apakah mereka dan keluarga masih bisa makan atau tidak,  tidur nyenyak,  anak anak bisa sekolah,  bapaknya tetap bekerja, bensin tidak naik,  tiket tidak naik agar tetap dapat bersilaturahmi dan tidak terjebak hutang.  Jika tidak mampu mewujudkannya,  apa masih pantas disebut kepala negara?  Maaf sebelumnya.(*) 

Oleh: Airla, Penulis adalah CEO Strategic Assessment.

Editor: Harian Momentum


Comment

Berita Terkait


Hak Angket dalam Pilpres 2024: Solusi Atau Si ...

MOMENTUM -  Tahapan Pemilu merupakan sebuah rangkaian proses ...


Aliza Gunado: Debat Terakhir Meyakinkan untuk ...

MOMENTUM--Pada debat ke 5 yaitu debat trakhir,  Jubir TKD Pr ...


AICIS dan Keberanian Mendefinisikan Ulang Per ...

MOMENTUM, Bandarlampung--KETEGANGAN agama-agama masih terjadi di ...


Kebun PTPN VII Bumper Ekologis Kota Bandarlam ...

MOMENTUM, Bandarlampung--Kebun Karet PTPN VII Bumper merupakan sa ...


E-Mail: harianmomentum@gmail.com