Faktor-Faktor Kemenangan Prabowo Subianto

Tanggal 06 Okt 2018 - Laporan - 1060 Views
Foto: Google.

Harianmomentum.com--Walaupun kalah jumlah dalam Parpol yang mendukung dan mengusungnya termasuk media massa yang pro terhadap pasangan nomor urut 2 ini serta beberapa survei yang telah dilakukan berbagai lembaga survei kurang menghasilkan “keuntungan politik” bagi Prabowo-Sandiaga, namun pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno tetap haruslah optimis, karena ada sejumlah faktor yang dapat menentukan kemenangan Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno.

Faktor-faktor tersebut antara lain pertama, hasil survei Mata Najwa melalui akun media sosial guna mengetahui respon pengguna media sosial pada pilihan Presiden 2019 dengan memanfaatkan media sosial, dimana Prabowo-Sandiaga menang di Instagram dan Facebook. Di Facebook, Jokowi mendapatkan 27 persen sementara Prabowo mendapatkan 73 persen. Hasil telak juga didapatkan Prabowo-Sandi di akun Instagram. Melalui fitur poliing di Instastory @narasi.tv, pasangan nomor urut 2 memperoleh 62 persen vote, sementara pasangan nomor 1 memperoleh 38 persen. 

Kemenangan di ranah Instagram dan Facebook diperkirakan lebih mencerminkan fakta yang sebenarnya dibandingkan kemenangan di sektor Twitter, sebab di Twitter bisa saja kemenangan tersebut dilakukan oleh “anonym buzzer” dengan fakta adanya botmaggeddon atau melimpahnya fake account atau robot account, sehingga Paslon yang menang di ranah ini ada kemungkinan dukungannya hanya bersifat maya, belum “political support based on facts”.

Kedua, sikap kritis yang dilakukan Prabowo Subianto dalam membentuk opini publik yang merugikan lawan politiknya dengan menggunakan berbagai blunder kebijakan yang dilakukan pemerintah dipercaya akan menuai hasilnya saat pencoblosan di hari H nantinya. 

Oleh karena itu, langkah Prabowo Subianto dalam acara membahas bukunya berjudul “Paradoks Indonesia” di Jakarta (22/9/2018) mengungkapkan, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti pernah menyampaikan data kerugian negara sebesar Rp 2.000 triliun di sektor perikanan. Walaupun ucapan Prabowo ini sudah “diluruskan” oleh salah satu menteri yang berkinerja positif tersebut. 

Selain mencontohkan Susi, Prabowo mengutip ucapan Menko Perekonomian Darmin Nasution. Prabowo mengatakan, Darmin mengakui ada dana devisa yang tidak kembali ke dalam negeri. Tidak hanya itu, menurut 08, Kementerian Keuangan juga pernah menyatakan ada uang negara sebesar Rp 11.000 triliun di luar negeri. Prabowo yakin ucapannya tidak mengada-ada. 

Persoalan ekonomi lainnya yang dapat diblow up oleh pendukung dan Tim Kampanye Prabowo Subianto-Sandiaga Uno adalah terus mengkritisi jumlah hutang Indonesia yang sampai Agustus 2018 mencapai Rp 4.262, 19 triliun sudah melewati batas “selamat” yaitu sebesar 30%, sebab jumlah hutang dibandingkan rasio GDP sudah mencapai 30,31%.

Total utang pemerintah hingga Agustus 2018 sudah mencapai Rp 4.363,19 triliun. Angka itu meningkat Rp 537,4 triliun jika dibandingkan periode yang sama di 2017 sebesar Rp 3.825,79 triliun. Jika dilihat dalam kurun waktu 5 bulan terakhir utang pemerintah memang terus tumbuh. Data dari Kementerian Keuangan, pada April 2018 utang pemerintah mencapai Rp 4.180,61 triliun. 

Angka itu bertambah Rp 46 triliun atau lebih tinggi 1,06% dari Maret yang sebesar Rp 4.136 triliun. Total utang pemerintah per April 2018 juga lebih tinggi 13,99% dibandingkan periode yang sama di 2017 sebesar Rp 3.667,41 triliun. Namun pada Mei 2018, total utang pemerintah turun Rp 11,52 triliun menjadi Rp 4.169,09 triliun dibandingkan April 2018 yang sebesar Rp 4.180,61 triliun. Pada periode Juni 2018. Total utang pemerintah pusat kembali meningkat menjadi Rp 4.227,7 triliun. 

Angka itu juga tumbuh 14,06% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Pada Juli 2018, utang pemerintah kembali naik menjadi Rp 4.253,02 triliun. Angka itu juga naik 12,51% secara year on year (yoy). Kemudian pada Agustus 2018 utang pemerintah melonjak lagi. Kali ini besarnya mencapai Rp 110,17 triliun dari Rp 4.253,02 triliun menjadi Rp 4.363,19 triliun. 

Kondisi ini sudah melewati batas yang diatur dalam perundang-undangan terkait keuangan negara yaitu paling tinggi rasio utang terhadap GDP adalah 30%. Fakta ini menunjukkan pemerintahan Jokowi gagal melaksanakan perintah undang-undang. 

Berikutnya adalah masalah impor beras disaat cadangan beras masih menumpuk di Gudang Bulog. 

Menurut Rizal Ramli, mantan Menko Kemaritiman mengatakan, impor beras terjadi sebagai ulah kartel. Harga beras, gula dan bawang saat ini terlalu murah, dan sebagai negara yang subur, Indonesia harusnya tidak perlu mengimpor. Oleh karena itu, Presiden Jokowi perlu mengubah sistem kuota impor kepada sistem harga dasar. Melalui sistem tariff dasar, maka harga-harga Sembako akan semakin murah dan perekonomian akan membaik. 

Dengan sistem tariff dasar, maka harga daging, gula, kedelai dan bahan lainnya akan turun 75%. Rizal Ramli seperti  berita yang dimuat di Independent Observer menilai banyak menteri yang tidak memiliki pikiran untuk mengutamakan kepentingan nasional. Jika beras impor disimpan di gudang-gudang Bulog selama 2 atau 3 tahun kedepan, maka beras tersebut sudah tidak sehat untuk dikonsumsi. Oleh karena itu, mengimpor beras saat ini adalah kebijakan yang salah.

Dan sejauh ini, “serangan politik” yang menyasar ke sejumlah permasalahan ekonomi telah membuat kebingungan kubu Jokowi-Ma’ruf Amin untuk mengonter balik, walaupun mereka sudah menggunakan data-data dan keterangan resmi dari berbagai lembaga, namun ketidakpercayaan publik masih tetap membesar.

Hal inilah yang patut terus dilakukan kubu Prabowo-Sandiaga. Ketiga, adanya dukungan sebanyak 420 purnawirawan Jenderal, Laksamana dan Marsekal kepada pasangan Prabowo-Sandi dalam Pilpres 2019. Menurut Imam Sufaat, sejumlah purnawirawan menyatakan, mereka sepakat untuk mengurangi kemiskinan dan mengatasi ketidakpedulian, termasuk upaya-upaya untuk merusak NKRI sebagai akibat intervensi asing.  Dukungan ini perlu diefektifkan, karena mereka pasti memiliki jaringan dan pengaruh ditengah masyarakatnya ataupun mantan anak buahnya.

Keempat, pernyataan Eka Setiawan, Koordinator Komunitas Masyarakat Disabilitas Indonesia  yang dimuat Mingguan Independent Observer, dimana yang bersangkutan mengatakan, pihaknya mendukung pasangan Prabowo-Sandi dalam Pilpres 2019. Hal ini disebabkan karena kekecewaan terhadap Jokowi yang tidak membuat Peraturan Pemerintah untuk merealisasikan UU No 8 Tahun 2016 tentang Disabilitas. 

Disamping itu, Pemerintah Pusat, Pemda dan pihak lainnya juga tidak melaksanakan perintah undang-undang ini seperti menerima penderita disabilitas sebagai pegawai minimal 2% dari jumlah keseluruhan pegawai. “Komunitas Masyarakat Disabilitas Indonesia percaya bahwa Prabowo-Sandi adalah harapan baru untuk melaksanakan UU No 8 Tahun 2016 tersebut,” ujar Eka Setiawan.

Haram dilakukan Menanamkan citra politik yang baik di tahun politik adalah modal penting. Hal ini dapat dilakukan dengan figur-figur yang maju dalam “perlombaan politik” tidak melakukan moral hazard dan blunder politik yang dapat menurunkan tingkat elektabilitasnya, sehingga ada beberapa hal yang “diharamkan” untuk dilakukan antara lain :

Pertama, jangan pernah kepala daerah yang diusung Partai Gerindra, PKS, Partai Amanat Nasional (PAN) ataupun Partai Demokrat yang memenangkan Pilkada 2018 ataupun Pilkada sebelumnya untuk melakukan “Political appointy” dengan Kepala Daerahnya sudah mendeklarasikan akan mendukung salah satu Capres, maka mesin birokrasinya akan mengikutinya sesuai “political appointy” yang diberikan. 

Manuver politik seperti ini jelas merupakan bagian dari kelompok “piggybackers” atau “brutus-brutus politik” yang kurang elok diperkenalkan kepada publik, bahkan kepala daerah yang sudah melakukan “political appointy” dapat dinilai sebagai telah melakukan moral hazard dan kurang memberikan pendidikan politik yang bermartabat.

Dikutip dari Independent Observer edisi nomor 37, menurut Emrus Sihombing yang merupakan pengamat politik, dalam Pilpres 2019, kedua kubu perlu memperhatikan fenomena “babi hutan”. Kelompok ini selalu mencoba untuk menciptakan instabilitas politik dan mencoba untuk menyebarkan ideologi baru. 

Oleh karena itu, baik kubu Prabowo maupun Jokowi harus mendeteksi dan menolak kelompok “babi hutan/piggybackers” ini. Kedua kubu dalam Pilpres sebaiknya mengedepankan program ke depan, dan tidak menyebarkan hoax dan ujaran kebencian, agar kelompok “babi hutan” tidak memiliki kesempatan untuk melakukan infiltrasi politik.

Sedangkan, Nuruddin Lazuardi yang juga pengamat intelijen mengatakan, sesuai dengan sejarah intelijen, kelompok “babi hutan” selalu ada di beberapa tempat dan waktu kapan saja. Kelompok “babi hutan” ini selalu mendompleng dalam setiap even untuk menciptakan situasi tidak kondusif. Konflik dan skandal akan dijadikan “jualan politik” oleh kelompok “babi hutan”.

Kedua, kesalahan dalam membuat kebijakan, memilih diksi yang kurang tepat dan mengomentari permasalahan yang berkembang secara kurang proporsional bahkan “emosional” dalam menangani aksi-aksi massa, jelas akan membuat melorotnya elektabilitas dan akseptabilitas masyarakat, terutama terhadap petahana. Di sisi lawan politiknya, menurunnya elektabilitas dan simpati akan terjadi jika pihak “oposisi” dalam melakukan kritik terlalu berlebihan dan kurang masuk akal. 

Di kubu Prabowo Subianto, berbagai kalangan juga menilai telah melakukan blunder politik melalui kritik dan manuver yang dilakukan pendukungnya salah satunya adalah Waketum Gerindra Fadli Zon yang mem-posting video goyang potong bebek angsa 'Ternyata Mereka PKI' yang langsung direspons secara lugas oleh Tenaga Ahli Kedeputian IV KSP Ali Mochtar Ngabalin dengan menilai Fadli kehabisan akal dalam menyerang Joko Widodo. 

Ngabalin berharap serangan Fadli yang dialamatkan kepada Jokowi justru membuat rakyat semakin bersimpati mendukung Jokowi. Tidak hanya itu saja, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dikabarkan akan “mempolisikan” Fadli Zon. (Penulis adalah Mustara Sukardi Tinggal di Jatisawit, Cirebon, Jawa Barat)

Editor: Harian Momentum


Comment

Berita Terkait


Hak Angket dalam Pilpres 2024: Solusi Atau Si ...

MOMENTUM -  Tahapan Pemilu merupakan sebuah rangkaian proses ...


Aliza Gunado: Debat Terakhir Meyakinkan untuk ...

MOMENTUM--Pada debat ke 5 yaitu debat trakhir,  Jubir TKD Pr ...


AICIS dan Keberanian Mendefinisikan Ulang Per ...

MOMENTUM, Bandarlampung--KETEGANGAN agama-agama masih terjadi di ...


Kebun PTPN VII Bumper Ekologis Kota Bandarlam ...

MOMENTUM, Bandarlampung--Kebun Karet PTPN VII Bumper merupakan sa ...


E-Mail: harianmomentum@gmail.com