Harianmomentum-- Partai
Gerindra menilai penerapan ambang batas pencalonan presiden (presidential
threshold) seperti diatur Undang-Undang Penyelenggaraan Pemilu sebagai
pengkhianatan terhadap demokrasi.
"Ambang batas
pencalonan presiden sebesar 20 persen bentuk pengkhianatan pada demokrasi dan
rakyat Indonesia yang dilakukan oleh pemerintah dan partai pendukung
pemerintah," ujar Wakil Ketua Umum Gerindra Arief Puyuono dalam
keterangannya, Sabtu (22/7).
Menurutnya, dengan
adanya presidential threshold, proses demokrasi dalam Pilpres 2019 tidak akan
menghasilkan presiden terpilih dengan kualitas mumpuni. Sebab presidential
threshold 20 persen akan menyuburkan tawar-menawar parpol kepada calon
presiden.
"Contohnya adalah
pemilihan kepala daerah dengan ketentuan 15 persen dukungan suara parpol di
DPRD yang marak dengan mahar jual beli kursi DPRD dan suara parpol," beber
Arief.
Dia mengakui bahwa
langkah konstitusional untuk membatalkan UU Pemilu dengan presidential
threshold 20 persen hanya dengan jalan judicial review ke Mahkamah Konstitusi
(MK). Namun, dia menduga MK akan menolak gugatan.
"Kemungkinan MK
berpihak pada rakyat juga sangat kecil sekali. Karena itu, saya mengimbau
kepada seluruh masyarakat jika gugatan judicial review ditolak MK, satu-satunya
langkah yang harus kita ambil adalah melakukan boikot pemilu dan Pilpres 2019
mulai saat ini," jelas Arief.
Sebab, lanjutnya, sangat
jelas UU Pemilu dengan presidential threshold 20 persen merupakan konspirasi
busuk parpol pendukung pemerintah yang bertujuan untuk menjadikan Joko Widodo
sebagai calon tunggal presiden pada Pilpres 2019 alias melawan kotak
kosong.
"Ayo boikot pemilu
dan Pilpres 2019 untuk mencegah menghasilkan pemimpin tidak berkualitas,"
pungkas Arief. (wah/rmol)
Editor: Harian Momentum
E-Mail: harianmomentum@gmail.com