Salah Siapa?

Tanggal 19 Mar 2020 - Laporan - 746 Views
Agung Darma Wijaya, Wartawan Harian Momentum

MOMENTUM, Bandarlampung--Hari itu, saya diundang makan malam di salah satu hotel terkemuka di Lampung. Kalau istilah bahasa kami di kampung sih, dinner.

Wah, makan besar nih. Seketika hatiku bersorak gembira. Maklum, hidup membujang di rumah selama ini membuatku terlalu akrab dengan nasi bungkus.

Setibanya di hotel, saya langsung dihantarkan menuju restaurant. Pelayanan pihak hotel sangat baik. Saya merasa seperti tamu agung.

Berbagai makanan lezat terhidang disana. Tapi tidak akan saya sebutkan namanya, takut pembaca pada ngiler. Hehehe.

Saya langsung mengambil mangkuk dan menyantap sejenis makanan berkuah santan. Isinya bulatan yang terbuat dari tepung dengan beraneka ragam warna.

Saat menikmati makanan aneh itu, tiba-tiba datang seorang pria asing berperawakan tinggi. Wah, bule nyasar nih. Batinku.

Ternyata dugaanku salah. Dia adalah general manager (GM) hotel tersebut. Saya langsung mengerti, ternyata undangan dinner itu sekaligus perkenalan. Katanya, si bule adalah GM baru di hotel tersebut.  

Dengan ramahnya, dia langsung menyapa saya dan beberapa wartawan lain yang sudah ada di lokasi. Setelah itu, kami diajak pindah ke salah satu ruangan khusus untuk berbincang-bincang. Tapi bukan ruangan isolasi corona loh.

Di dalam ruangan, kami dikenalkan satu-persatu kepada si bule, oleh marketing hotel itu. Selanjutnya giliran si bule. Dia juga memperkenalkan diri dan mulai berbicara secara gamblang.

Seketika saya mendadak seperti orang bodoh. Bingung juga bercampur melamun. Karena bahasa yang digunakan si bule terasa asing, sepertinya wajahnya.

Ternyata si bule tidak bisa berbahasa indonesia. Dia hanya lancar berbahasa inggris. Meski ada penerjemah, tetap saja saya merasa seperti orang yang bodoh, karena tidak paham secara keseluruhan apa yang disampaikan.

Maklum, dulu waktu sekolah saya adalah murid kesayangan guru bahasa inggris. Sangkin sayangnya, nilai saya di rapor dikasi warna merah oleh guru wanita itu. Tanda cinta kali ya.

Jujur, bahasa inggris memang salah satu pelajaran yang tidak saya sukai. Ada sih rasa penyesalan, kenapa dulu saya tidak serius belajar? Tapi sudahlah, sudah terlambat.

Dari peristiwa ini bisa dilihat bahwa budaya orang Barat memang tidak sebaik Indonesia. Terutama dalam bergaul. 

Orang Sumatera seperti saya. Selalu mengikuti pepatah nenek moyang dalam bergaul. "Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung". 

Seharusnya, si bule harus bisa berbahasa Indonesia ketika dia bekerja disini. Apalagi dia sudah tinggal di Batam sebelumnya.

Jadi kalau ada tamu, si bule bisa menyapa menggunakan bahasa Indonesia. Karena tidak semua orang bisa bahasa inggris. Seperti saya contohnya. Hehe. 

Lalu muncul pertanyaan, dalam hal ini yang salah si bule karena tidak bisa berbahasa Indonesia atau saya yang tidak belajar bahasa Inggris? Tabik pun. (*)

Editor: Harian Momentum


Comment

Berita Terkait


Menang Jadi Arang Kalah Jadi Abu ...

MOMENTUM-- Sejak awal Maret lalu, saya sebenarnya sudah mendapat ...


Pesan Khatib di Mimbar Jumat ...

MOMENTUM-- Pemilihan presiden (Pilpres) menjadi magnet tersendiri ...


Siklus Kehidupan ...

MOMENTUM-- Dulu, ketika beranjak remaja, saya selalu mendapat tug ...


Unila kembali Bergejolak ...

MOMENTUM-- Universitas Lampung (Unila) kembali jadi sorotan publi ...


E-Mail: harianmomentum@gmail.com