Kenaikan Jumlah Paslon Jalur Perseorangan dan Kematangan Demokrasi

Tanggal 26 Mar 2020 - Laporan - 585 Views
ilustrasi.

MOMENTUM, Bandarlampung--Fenomena pilkada tahun 2020 tampaknya menunjukkan eskalasi politik yang berbeda. Bukan karena tensi politik di mana partai politik telah mulai menunjukkan siapa-siapanya yang akan diusung, melainkan mulai banyak peminat yang maju melalui jalur perseorangan.

Agaknya kondisi ini memperlihatkan kematangan demokrasi Indonesia dimana jalur perseorangan mulai dilirik untuk berkiprah di dunia politik. Tentu saja secara umum berpolitik melalui partai masih menjadi pilihan kebanyakan umum. Namun setidaknya kehadiran jalur perseorangan membuka peta politik segar yang tidak melulu selalu itu-itu saja yang berkompetisi. 

Meski persyaratan yang dipenuhi untuk jalur perseorangan sangat berat. Tapi minat yang maju perseorangan kini meningkat sangat patut diapresiasi. Ada beberapa daerah yang dinamika pilkadanya yang calon perseorangannya sangat berpengaruh, diantaranya Kota Solo, Kota Surabaya, Kabupaten Malang, Kabupaten Jember, dan lainnya. Di luar Jawa juga tak ketinggalan, seperti Bengkulu, Kalimantan Utara, Kepulauan Riau, Sumaatera Barat, Papua, dan Kalsel.

Meningkatnya calon perseorangan menunjukkan beberapa hal. Pertama, Figur ini tergolong figur kuat secara personal dan memiliki akar rumput yang kuat. Sehingga untuk soal dukungan tak perlu diragukan lagi. Kedua, figure ini sudah tidak percaya parpol sehingga memutuskan untuk maju melalui jalur perseorangan. Ketiga, figur ini pada dasarnya adalah figur dari parpol tetapi karena persaingan di internal kuat dan tidak mendapatkan rekomendasi partai sehingga memutuskan untuk maju melalui jalur perseorangan.

Disamping itu, secara fakta beberapa tahun lalu, di beberapa daerah, banyak yang pilkadanya dimenangkan oleh calon perseorangan dan ini tentunya membuat orang yang sekarang maju perseorangan merasa pede untuk bisa bersaing dengan partai politik. Fenomena menangnya calon perseorangan di pilkada sebelumnya karena calon yang maju adalah calon yang punya figur kuat, memiliki modal sosial tinggi, yang dikenal merakyat dan sudah membuktikan memberikan sesuatu ke masyarakat. Terlebih biasanya daerah yang dimenangkan oleh calon perseorangan adalah daerah yang tidak heterogen penduduknya dan tidak begitu banyak juga, termasuk hak pilihnya.

Dari segi demokrasi, adanya peningkatan yang maju jalur perseorangan tentu sangat bagus untuk kemajuan kualitas demokrasi di indonesia. Ini menunjukkan bahwa warga negara yang memiliki hak untuk berkeinginan mengembangkan dirinya dalam dunia pemerintahan dengan menjadi calon kepala daerah telah berusaha untuk mengambil hak-haknya. Hal ini sesuai dengan Pasal 41 ayat (1) untuk Pemilihan Gubernur dan ayat (2) untuk Bupati/Wali Kota UU 10 tahun 2016 tentang Pilkada. 

Dengan adanya peminat di jalur perseorangan maka bisa dikatakan masyarakat sudah matang dalam berdemokrasi karena tidak melulu urusan politik diserahkan ke partai. Hal ini penting karena selama ini masih banyak orang menilai untuk bisa maju jadi peserta pilkada harus diusung oleh salah satu partai. Tidak banyaknya orang baru dalam peserta pilkada karena banyak warga yang berpikir demikian. Sementara untuk akses ke partai politik sangat sulit karena dikuasai orang-orang lama. Alhasil tiap momen pilkada selalu orang-orang lama yang berkompetisi. Diakui atau tidak, rekomendasi dari partai seringkali diberikan kepada orang yang memiliki hubungan tertentu dengan pengurus partai. Bisa karena factor kader dekat dengan pengurus parpol atau orang luar yang bukan kader tetapi memiliki kekuatan finasial dan hubungan dekat dengan pengurus partai.

Fenomena meningkatnya jalur perseorangan juga bisa diartikan sebagai wujud penyeimbang dari instrument demokrasi yakni partai politik. Bisa juga dimaknai sebagai bentuk perlawanan terhadap partai politik. Fakta bahwa banyak masyarakat yang kecewa dengan kinerja partai politik tak dipungkiri. Apabila calon perseorangan berhasil memenangi pilkada ini bisa menjadi pukulan telak bagi partai politik yang selama ini seringkali mengklaim mewakili aspirasi dari masyarakat. Pukulan telak ini juga bisa memberikan sinyal bahwa partai politik tidak berhasil menjalankan fungsinya, baik fungsi kaderisasi maupun fungsi Pendidikan politik ke masyarakat.

Pada akhirnya, fenomena meningkatnya peserta jalur perseorangan punya dua sisi yang berbeda, satu sisi ini membuktikan kematangan demokrasi di Indonesia dan di sisi yang lain ini menjadi ancaman tersendiri bagi partai politik.  Ancaman karena Parpol dianggap satu-satunya alat demokrasi yang diakui namun terbukti tidak mampu menjalankan fungsi subtansialnya sebagai institusi yang harus melakukan pendidikan, kaderisasi, retrumen  dan sosialisasi politik. Masyarakat akan menjadikan fenomena ini sebagai energi dan amunisi untuk mengikis dominasi dan oligarki partai politik dalam suksesi kepemimpinan tingkat lokal. Rakyat semakin memiliki keyakinan bahwa kepemimpinan tingkat lokal dapat diraih tanpa partai politik.(**)

Oleh: Almira Fhadillah, penulis adalah mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Gunadharma.

Editor: Harian Momentum


Comment

Berita Terkait


Hak Angket dalam Pilpres 2024: Solusi Atau Si ...

MOMENTUM -  Tahapan Pemilu merupakan sebuah rangkaian proses ...


Aliza Gunado: Debat Terakhir Meyakinkan untuk ...

MOMENTUM--Pada debat ke 5 yaitu debat trakhir,  Jubir TKD Pr ...


AICIS dan Keberanian Mendefinisikan Ulang Per ...

MOMENTUM, Bandarlampung--KETEGANGAN agama-agama masih terjadi di ...


Kebun PTPN VII Bumper Ekologis Kota Bandarlam ...

MOMENTUM, Bandarlampung--Kebun Karet PTPN VII Bumper merupakan sa ...


E-Mail: harianmomentum@gmail.com