Menyeduh Kopi dari Mitra PTPN VII

Tanggal 26 Jun 2020 - Laporan - 578 Views
Yazid, perajin kopi bubuk Jempol Super. Foto. Ist.

MOMENTUM, Bandarlampung--Aroma dari proses sangrai biji kopi dari satu rumah bilangan Labuhanratu, Kedaton, Bandarlampung itu menyeruak ke udara bebas, Rabu (14-6-2020) siang. 

Hari itu, rumah Yazid, pelaku usaha kecil yang mendapat pinjaman dana lunak dari PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VII itu seperti melepas parfum harum untuk alam. Padahal, semerbak wangi itu adalah napas rezeki dari keluarga dengan tiga anak ini.

Dari luar, suara deru mesin generator 2 PK memutar pan belt yang menggerus kopi gongseng menjadi bubuk. Ditilik ke dalam, usaha yang memanfaatkan garasi mobil itu juga terlihat drum hitam yang terus mengepulkan asap. Asap itulah yang melepas aroma kopi ke udara dari proses sangrai kopi yang digeluti Yazid sejak 1995.

“Ya, alhamdulillah. Sebenarnya saya sudah usaha kopi bubuk ini sejak 1995, tetapi bolak-balik berhenti. Terakhir saya buka penggilingan padi, tetapi sejak 2017 saya balik lagi ke kopi,” kata Yazid sambil terus memantau api dari tiga kompor gas penjerang penggorengan kopi.

Jiwa wirausaha tampaknya sudah sangat akrab dengan perjalanan ekonomi ulun Lampung ini. Pria berperawakan tinggi dengan wajah oriental itu mengaku sudah jatuh bangun membangun berbagai jenis usaha. Namun, dunia kopi bubuk yang pernah digeluti sejak lama itu menjadi tempat kembali.

Persoalan permodalan diakui menjadi salah satu faktor sehingga beberapa jenis bisnisnya kandas. Ia mengaku sudah beberapa kali mendapatkan dana kredit dari bank dengan agunan dan persyaratan ketat. Namun, lagi-lagi modal yang hendak diputar justru macet.

“Saya beberapa kali utang di bank, tetapi bukannya usaha maju malah macet. Nggak tahu gimana, saya kalau udah deket jatuh tempo pembayaran cicilan, kerja jadi nggak fokus, nggak tenang. Akhirnya, banyak gagalnya,” tambah dia.

Terakhir, perajin kopi bubuk dengan merek Jempol Super ini menyatakan tertolong dengan kredit yang diterima dari PTPN VII. Meskipun nilainya tidak terlalu besar, perusahaan BUMN di Bandarlampung itu memberi keleluasaan untuk menjalankan usahanya dulu sebelum mulai menyicil angsuran.

“Pinjaman dari PTPN VII ini kan hampir nggak ada bunga. Ya, ada kelebihannya cuma 0,2 persen. Itupun bisa kita angsur sesuai dengan kemampuan kita. Dengan pinjaman itu, kami merasa tenang usaha. Dan alhamdulillah, usaha saya bisa berkembang dan bisa membayar angsuran tepat waktu,” kata dia.

Memanfaatkan sohornya kenikmatan kopi Lampung, Yazid yang asli Lampung bangga dengan usahanya. Pria penikmat kopi ini ternyata juga sangat familiar dengan aneka jenis kopi.

“Kalau menurut saya, kopi paling enak itu kopi Arabika, tetapi di Indonesia cuma ada di Aceh, Sumberjaya (Lampung Barat), dan Papua. Nomor dua kopi robusta, termasuk yang paling banyak di Lampung. Dan di bawah itu ada kopi Robinson, kopi hutan yang pohonnya bisa tinggi dan bijinya besar-besar. Jadi, kopi Lampung tetap sangat baik untuk kalangan kita,” kata dia.

Pengalaman menyeruput kopi enak juga mewarnai pengetahuan Yazid tentang pengolahan kopi. Ia mengatakan, untuk menghasilkan kopi yang sedap, kopi berasan (biji kopi kering pecah kulit) harus sudah tersimpan minimal enam bulan setelah melalui proses oven. Lebih spesifik lagi, kata dia, jika kopi yang diolah disortir dari buah kopi yang sempurna dan petik merah.

“Nggak perlu bumbu atau esen macam-macam. Cukup tambahkan sedikit garam dan mentega, kalau biji kopinya kualitas dan sudah enam bulan, pasti enak,” tambah dia.

Usaha Yazid yang dikerjakan bersama anak-anaknya ini terus bergulir. Kini dia sudah memiliki langganan dan memasok kebutuhan kopi di satu perusahaan gula putih besar terpadi di Tulangbawang, Lampung. Beberapa minimarket dan toko-toko juga sudah memberi ruang di etalase dagangannya, bersanding dengan produk terkenal lain.

Tentang program pinjaman lunak untuk mitra usaha kecil, Kepala Bagian UKB PTPN VII Yessy Plofesi mengatakan, perusahaannya terus mengalokasikan anggaran untuk membantu mitra binaan. Mata anggaran dimaksud adalah Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL).

“Program PKBL atau sering disebut CSR, corporate social responsibility adalah kewajiban perusahaan untuk membantu pengusaha kecil di sekitar perusahaan. Meskipun perusahaan kami sedang kurang sehat, tetapi sebagai tanggung jawab sosial, kami tetap anggarkan,” kata dia. (*).

Editor: M Furqon/Rls


Editor: Harian Momentum


Comment

Berita Terkait


Dukung Transisi Energi, Pertagas Jalin Kerja ...

MOMENTUM, Jakarta -- PT Pertamina Gas (Pertagas) dan PT Pertamina ...


Paca Idulfitri, PLN Nusantara Power Pastikan ...

MOMENTUM, Tarahan -- PLN Nusantara Power (PLN NP) memastikan selu ...


Denny Ramadhan: “Aksi Korporasi PTPN Group ...

MOMENTUM, Bandar Lampung--Pasca pembentukan Holding pada 2014, PT ...


Optimalisasi Aset Potensial, Menjadi Fokus Ut ...

MOMENTUM, Medan -- Setelah melebur ke dalam Supporting Co, P ...


E-Mail: harianmomentum@gmail.com