MOMENTUM, Jakarta--Lembaga Perlindungan Saksi dan
Korban (LPSK) segera menerjunkan personil ke Kabupaten Lampung Timur, untuk
melakukan investigasi peristiwa kekerasan seksual yang dialami seorang anak
perempuan berinisial NF (14).
Kasus ini menarik perhatian publik karena dilakukan
seorang aparatur sipil negara (ASN) yang bekerja di Pusat Pelayanan Terpadu
Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Lampung Timur.
“Sebagai respon peristiwa di Lampung, rencananya hari
ini beberapa personil langsung berangkat ke Lampung Timur untuk bertemu dengan
korban beserta keluarganya” ujar Ketua LPSK Hasto Atmojo di kantor LPSK,
Jakarta Timur, melalui siaran pers, Selasa (7/7/2020).
LPSK, kata Hasto, sudah menerima permohonan
perlindungan untuk korban melalui Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandarlampung
sebagai pihak yang ditunjuk oleh keluarga sebagai kuasa hukum. Kasus ini pun
telah menjadi perhatian LPSK sejak pertama kali mencuat ke media.
Hasto menjelaskan, tujuan penerjunan tim untuk
melakukan koordinasi dengan beberapa pihak, sekaligus bertemu langsung dengan
korban serta keluarganya terkait sejumlah program perlindungan yang ditawarkan
LPSK. Perlindungan ini diberikan agar korban maupun saksi bisa kembali pulih
secara psikologis, medis serta mendapatkan jaminan keamanan.
“Kami juga akan berkoordinasi Polda Lampung yang
menangani kasus ini guna memastikan korban memperoleh perlindungan selama masa
pemeriksaan” ujar Hasto
Terkait kasus yang menimpa NF (14), Hasto mengaku
sangat geram dan terkejut. Pasalnya pelakunya adalah seorang yang bekerja di
tempat yang seharusnya menjadi benteng teraman bagi seorang korban.
Hasto menilai perlu adanya penguatan serta pembenahan
sistem standar operasional prosedur di tempat-tempat seperti rumah aman ataupun
shelter yang ada di beberapa instansi.
“Sebenarnya lembaga yang diberi kewenangan untuk
mengelola rumah aman menurut UU Perlindungan Saksi dan Korban adalah LPSK” kata
Hasto
Selain itu, menurut Hasto perlu ada klasifikasi khusus
bagi proses pengelola rumah aman. Dalam hal perekrutran misalnya, perlu
dipastikan personil yang ditempatkan di rumah aman sudah menjalani pelatihan
penanganan korban kekerasan seksual terkait cara berkomunikasi, memahami
regulasi, etika serta memiliki rasa empati terhadap korban, namun yang tidak
kalah penting adalah profesionalitas yang tinggi.
Hasto menegaskan pihaknya akan berkoordinasi dengan
lembaga atau instansi lain yang memiliki rumah aman atau apapun namanya untuk
membenahi serta memperkuat sistem pengelolaan rumah aman agar kasus semacam ini
tidak terulang. (*).
Editor: M Furqon/Rls.
Editor: Harian Momentum
E-Mail: harianmomentum@gmail.com