MOMENTUM, Bandarlampung--Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN)
sebagai pengawas netralitas aparatur sipil negara (ASN) diminta menindaklanjuti
persoalan ASN di Kota Bandarlampung yang diduga ikut berpolitik.
Menurut Robby Saniaji, Kader Muda Partai Golkar, dugaan pelanggaran
netralitas ASN di kota setempat semakin mengkhawatirkan. Sebab ada indikasi
pembiayaran oleh kepala daerah setempat.
“Namun masalahnya, kewenangan Komisi ASN terbatas pada
memberikan rekomendasi. Sementara keputusan berada di tangan Kepala daerah yang
notabennya adalah pihak yang didukung oleh ASN yang tidak netral tersebut,”
kata dia melalui siaran persnya, Selasa (15-9-2020).
Menurut Robby Saniaji, KASN perlu diberikan kewenangan yang
lebih kuat dalam pengawasan agar para pelanggar menjadi jera.
“ASN seharusnya mampu membangun kesadaran, kemauan dan tanggung
jawab, berkenaan dengan etika dan perilaku imparsialitas, yaitu tidak berpihak,
bebas dari konflik kepentingan, serta bebas dari pragmatisme politik,”
ungkapnya.
Politisi Partai Golkar itu mengatakan netralitas ASN adalah
prasyarat mutlak untuk mewujudkan tata kelola pemerintah yang baik dan bersih.
“Apalagi ASN adalah abdi negara yang tugas pokoknya adalah melayani
masyarakat. Hal itu berarti bahwa netralitas ASN berkaitan erat dengan
kepentingan dan hajat hidup orang banyak,” jelasnya.
Kata dia, ketidaknetralan ASN
dapat menimbulkan berbagai konsekuensi negatif. Seperti terjadinya
polarisasi ASN ke dalam kutub-kutub politik praktis.
“Ini dapat memicu terjadinya benturan dan konflik kepentigan
antar-ASN, yang pada akhirnya menimbulkan terganggunya pelayanan public,”
terangnya.
Dia melanjutkan, pada Pilwakot Bandarlampung tahun 2020 ada
fakta yang menjelaskan bahwa Walikota Bandarlampung diduga mendukung salah satu
calon, yang tidak lain adalah istrinya.
“Kebijakan berdalil menekan penyebaran wabah Covid-19 dijadikan
alasan untuk menjegal lawan-lawan politik istrinya dengan mengerahkan camat,
lurah, RT dan lain sebagainya,” ucapnya.
Itu, sambung dia, menandakan bahwa keadilan tidak diwujudkan
oleh walikota. Sebab banyak aparatur menghadang sosialisasi calon-calon
walikota lainnya. Sementara tidak ada penghalangan buat sang istri walikota.
“Camat, Lurah dijadikan sebagai mesin utama dipolitisasi,
terutama pada masa pilkada serentak 2020 saat ini,” bebernya.
“Camat, lurah dipaksa oleh kepentingan walikota untuk berlomba-lomba merebut hati sang walikota,” sambung dia.(rls)
Editor: Agung Chandra
Editor: Harian Momentum
E-Mail: harianmomentum@gmail.com