Uring- Uringan

Tanggal 11 Jan 2021 - Laporan - 1084 Views
Andi Panjaitan, Pemred Harian Momentum.

MOMENTUM-- Beberapa hari lalu seorang sahabat meminta aku datang ke salah satu rumah sakit (RS) di Kota Bandarlampung.

Meski pun sedang fobia terhadap RS, aku tetap memberanikan diri berangkat kesana. Karena dia memang sahabat dekat. 

Begitu sampai di lokasi, dia langsung mendekap. Erat sekali. Di sekelilingnya terlihat beberapa kerabat mendampingi.

Dia menyatakan istrinya sudah masuk ruang operasi. Karena proses persalinan anak pertamanya harus dilakukan secara sesar. Tidak bisa normal.

Sembari menepuk pundaknya, aku berusaha memberi wejangan. Bagaimana pun, aku lebih berpengalaman dalam hal itu karena sudah memiliki tiga anak. 

Sembari menunggu proses operasi, saya pamit keluar untuk menyulut sebatang rokok. Tidak jauh dari posisi duduk saya, terlihat lelaki paruh baya sedang melakukan kegiatan serupa.

Menggunakan seragam aparatur sipil negara (ASN), berulang kali dia menghisap rokok filter yang terselip di jari. Kepulan asap terhembus dari bibir yang terlihat mulai menghitam.

Rupanya, dia juga baru saja menunggui proses persalinan cucu pertama—dari anak bungsunya. Prosesnya normal, anak dan cucunya sehat semua.

Tapi aneh, sama sekali tidak terlihat aura kebahagian terpancar dari wajahnya. Usut punya usut, ternyata dia sedang galau.

Putusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Bandarlampung yang mendiskualifikasi pasangan Eva Dwiana—Deddy Amrullah (Eva-Deh) ternyata berimbas juga terhadap bapak itu.

Dia sedang merenungkan nasibnya ke depan, jika Mahkamah Agung (MA) menolak gugatan Eva-Deh. Tentu saja karirnya sebagai pejabat eselon IV di lingkungan pemerintah kota (Pemkot) Bandarlampung akan tamat.

Sebab, dalam proses pemilihan walikota (Pilwakot) lalu, dia salah satu dari sekian banyak pejabat yang terlibat aktif menghalangi pasangan Yusuf Kohar—Tulus Purnomo (Yutuber) bersosialisasi.

Anda sudah pahamkan jalan pikiran saya? tanyanya sembari menghidupkan kembali sebatang rokok.

Sambil menawarkan permen, saya memberi pernyataan. Lebih tepatnya nasehat. Bahwa proses Pilwakot di Bandarlampung sebaiknya dijadikan pelajaran bagi ASN dan seluruh aparatur lainnya agar tidak terlibat dalam politik praktis.

Karena, tugas dan fungsi ASN itu sejatinya sebagai pelayanan masyarakat. Bukan pelayan bagi penguasa yang haus akan kekuasaan.

Saya sangat yakin. Bukan hanya bapak itu, tapi seluruh pejabat di Pemkot Bandarlampung saat ini sedang uring- uringan menunggu keputusan MA.

Seperti apa kelanjutannya? Kita tunggu saja hakim MA memutus perkara tersebut. Tabikpun. (**)

Editor: Harian Momentum


Comment

Berita Terkait


Pesan Khatib di Mimbar Jumat ...

MOMENTUM-- Pemilihan presiden (Pilpres) menjadi magnet tersendiri ...


Siklus Kehidupan ...

MOMENTUM-- Dulu, ketika beranjak remaja, saya selalu mendapat tug ...


Unila kembali Bergejolak ...

MOMENTUM-- Universitas Lampung (Unila) kembali jadi sorotan publi ...


Pasang Surut ...

MOMENTUM-- Tarik ulur dalam hubungan itu biasa. Entah itu pertema ...


E-Mail: harianmomentum@gmail.com