Harianmomentum--Dukungan Partai Nasdem kepada Wali Kota Bandung Ridwan Kamil untuk maju di Pemilihan Gubernur Jawa Barat dinilai sebagai sebuah pragmatisme politik.
Partai besutan Surya
Paloh itut dianggap hanya mengejar kemenangan. Tanpa memikirkan kader yang
sudah sekian lama menempa diri untuk masuk dalam jabatan politik, salah satunya
diusung sebagai kepala daerah.
"Ini merusak
kaderisasi di partai politik. Kalau semua parpol mengusung calon di pilkada
tanpa memperhatikan kadernya sendiri, sama saja parpol itu sudah merusak sistem
kaderisasinya sendiri," jelas Direktur Eksekutif Indonesia Political
Review (IPR) Ujang Komarudin kepada redaksi, Senin (11/9).
Dia menyebutkan,
seyogyanya partai politik adalah tempat meniti karir politik baik di tingkat
Legislatif maupun eksekutif di pusat maupun daerah.
"Fungsi partai
politik sebagai tempat kaderisasi bagi calon pejabat negara atau daerah. Jangan
sampai fungsi itu justru rusak karena parpol atau petinggi parpol itu sendiri,'
ujar Ujang.
Majunya Ridwan Kamil di
Pilgub Jabar 2018 tanpa memastikan diri sebagai salah satu kader partai tentu
berbahaya bagi partai pendukungnya, meski wali kota Bandung itu calon
potensial.
"Ridwan Kamil
merupakan calon gubernur Jabar potensial. Tapi, mendukung Ridwan Kamil maju
jadi calon gubernur juga berbahaya. Kenapa berbahaya, karena Ridwan Kamil bukan
kader partai politik," lanjut Ujang.
Tentu partai politik
masih ingat munculnya isu deparpolisasi, di mana ada calon kepala daerah yang
cukup kuat popularitasnya akan maju pilkada tanpa dukungan partai politik.
"Ini berkaca dari
pengalaman Ridwan Kamil ketika maju jadi calon wali kota Bandung. Saat itu dia
didukung Partai Gerindra dan PKS, tapi ketika terpilih, Ridwan Kamil
meninggalkan kedua partai itu. Itulah mungkin mengapa Gerindra dan PKS tak mau
lagi dukung Ridwan Kamil," ungkap pengamat politik Universitas Al Azhar
tersebut.(wah/rmol)
Editor: Harian Momentum
E-Mail: harianmomentum@gmail.com