Harianmomentum--
Rencana Aksi Bela Islam 299 pada 29 September 2017 oleh Presidium Alumni 212
untuk menolak Perppu 2/2017 tentang Perubahahan UU 17/2013 tentang Ormas dan
menolak kebangkitan PKI secara normatif adalah hal yang wajar sebagai bentuk
kebebasan berekspresi dan berpendapat.
Meskipun demikian, sangat disayangkan karena mekanisme
penolakan atas Perppu Ormas sebenarnya bisa dilakukan melalui Mahkamah
Konstitusi (MK), suatu mekanisme demokratik untuk menyoal keabsahan sebuah
produk hukum.
Sementara untuk isu kebangkitan PKI, apa yang hendak ditolak
oleh Presidium Alumni 212 sesungguhnya adalah illusi yang terus menerus
dibenamkan bahwa seolah-olah kebangkitan PKI itu nyata.
“Mobilisasi massa secara terus menerus dalam jumlah besar
bukan hanya merugikan kondisi keamanan dan iklim perekonomian nasional, tetapi
juga pembodohan karena mengeksploitasi umat dengan argumen-argumen keagamaan
absurd untuk tujuan politik kelompok,” terang Ketua SETARA Institute, Hendardi
dalam pers rilisnya, Selasa (26/9).
Apa yang dilakukan oleh Presidium Alumni 212 menurut Hendardi adalah
gerakan politik bukan gerakan dakwah keagamaan, apalagi sebagai bentuk jihad.
Mobilisasi massa secara terus menerus juga melahirkan teror
atas ketertiban sosial dan security high
cost, karena bukan hanya biaya pengamanan yang diperlukan tetapi juga
dampak yang ditimbulkannya yang menyebarkan kecemasan. Oleh karena itu,
masyarakat sebaiknya tidak perlu terlibat dalam gerakan politik ini.
Menurut Hendardi, demonstrasi untuk mencapai tujuan politik
sebagaimana dilakukan oleh kelompok 212 dan para pengendalinya adalah cara
politik konvensional yang ingin merengkuh tujuan politik dan kekuasaan tanpa
kerja keras, dan tidak mencerdaskan publik.
Pada akhirnya gerakan ini sesungguhnya ditujukan untuk
melemahkan kepemimpinan Jokowi dan secara bersamaan membuka peluang kandidat
lain mulus melenggang ke tampuk kekuasaan dengan dukungan emosional pemilih
yang telah dikonsolidasikan, melalui isu-isu irrasional dan aksi-aksi yang
mengatasnamakan agama.
Hendardi mengatakan, ada banyak cara membela Islam dan
kemanusiaan termasuk jihad yang dibutuhkan saat ini. Membela Islam adalah membela
nilai-nilai Islam itu menjiwai prilaku dan keberpihakan umat pada nilai-nilai
yang tidak bertentangan dengan Islam itu sendiri.
“Dibanding harus terus menjadi buih di tengah kehendak
segelintir tokoh untuk menguasai ruang publik Indonesia, sebaiknya energi umat
diarahkan untuk membela kemanusiaan, memerangi prilaku korupsi, kebodohan, dan
kemiskinan,” pungkasnya.(red)
Editor: Harian Momentum
E-Mail: harianmomentum@gmail.com