Bekas Direktur Brantas Ditetapkan Jadi Tersangka

Tanggal 27 Mar 2017 - Laporan - 1054 Views
Ilustrasi melawan korupsi.Foto: google

Harianmomentum--Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menetapkan Sudi Wantoko, bekas Direktur Keuangan dan Humas Capital PT Brantas Abipraya sebagai tersangka kasus di korupsi pemberian fasilitas modal kerja fiktif. 

"Kita segera menetapkan tersangka kasus itu. Sebelumnya kita sudah menetapkan satu tersangka Direktur Keuangan PT Brantas Abipraya Sudi Wantoko," ungkap Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati DKI, Sarjono Turin seperti dikutip RMOL.co di Jakarta. 

Menurut dia, penetapan ter­sangka terhadap Sudi ini meru­pakan pengembangan dari kasus suap yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). "Secepatnya nanti kita umum­kan nama tersangka kasus fiktif PT Brantas Abipraya," kata bekas Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan itu. 

Turin berjanji akan mengusut tuntas dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan perusa­haan milik negara tersebut. "Kita akan tuntaskan penyidikannya," tandasnya. 

Pada awal Maret 2017, penyidik Kejati DKI melakukan penggeledahan di kantor PT Brantas Abipraya di Cawang, Jakarta Timur. "Tim Kejati DKI dan tim penyidik tindak pidana khusus melakukan penggeledahan di PT Brantas Abipraya di lantai 3 dan 4 yaitu di lantai 3 tempat Direktur Keuangan dan di lantai4 Bagian Keuangan," kata Turin. 

Dalam penggeledahan itu, tim Kejati DKI menyita sejumlah dokumen. "Dokumen pencairan anggaran yang terkait fasilitas modal kerja sehingga merugikan kerugian negara kurang lebih Rp5,6 miliar kemudian anggaran yang dipakai tahun 2011 dan 2012," katanya. 

Penyelidikan kasus korupsi di PT Brantas Abipraya dilanjutkan setelah Kepala Kejati Sudung Situmorang dan Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Tomo Sitepu, diganti. 

"Penyidik memutuskan melanjutkan pengusutan kasus dugaan korupsi proyek pengu­naan anggaran perusahaan pelat merah tersebut," kata Kepala Seksi Penerangan Kejati DKI, Waluyo. 

Ia menyebutkan, berdasarkan hasil gelar perkara ada dugaan kerugian negara Rp 5,6 miliar dalam kasus ini. Lantaran itu, Kejati melakukan penyelidikan lagi. 

Waluyo mengungkapkan, Aspidsus yang baru, Sarjono Turin memimpin langsung peng­geledahan kantor PT Brantas Abipraya untuk mengumpulkan barang bukti . 

Tim penyidik menyasar ruang Manajer Keuangan di lantai empat dan ruang Direktur Keuangan dan ruang Direktur Utama di lantai tiga. 

Dalam penggeledahan yang berlangsung empat jam itu, tim penyidik juga menyita satu unit hardisk eksternal. 

Untuk diketahui, penyelidi­kan kasus ini oleh Kejati DKI sebelumnya diwarnai suap. Direktur Keuangan dan Human Capital Sudi Wantoko dan Senior Manajer Pemasaran PT Brantas Abipraya, Dadung Pamularno berusaha menyuap Sudung dan Tomo. Tujuannya agar penye­lidikan dihentikan. 

Upaya suap kepada kedua pejabat Kejati DKI itu lewat perantara bernama Marudut Pakpahan. Aksi ini terendus KPK yang kemudian melakukantang­kap tangan terhadap Marudut. Dilanjutkan Sudi dan Dadung. 

Mereka pun ditetapkan seba­gai tersangka percobaan penyua­pan karena uang belum sampai ke pejabat Kejati DKI. Sudung dan Tomo turut diperiksa KPK. 

Penyidik komisi antirasuah juga sempat menggelar rekon­struksi pertemuan Marudut den­gan Sudung dan Tomo di ruang kerja Kepala Kejati DKI. Namun hingga akhirnya penyidikan ka­sus ini, Sudung dan Tomo hanya berstatus saksi. 

Kejaksaan Agung juga turun tangan memeriksa Sudung dan Tomo. Hasilnya keduanya din­yatakan tidak terbukti melanggar kode etik meski pernah bertemu Marudut. Sudung dan Tomo pun lolos dari sanksi. 

Waluyo mengakui penyelidi­kan kasus korupsi di Brantas Abipraya dihentikan lantaran KPK mengusut dugaan perco­baan penyuapan. "Penanganan kasus itu membuat Kejati DKI terpaksa menghentikan semen­tara penyelidikan kasus ini. Waktu itu, penyidik sudah me­meriksa empat saksi dari PTBA," sebutnya. 

Penyelidikan terhadap pokok perkara dugaan korupsi Brantas Abipraya dilanjutkan setelah pe­nyidikan KPK tuntas. "Perkara percobaan suap itu sudah clear. Pembuktian unsur pidana mau­pun etika sudah selesai. Tidak ada dana yang diterima oleh pejabat kejaksaan. Karena itu kita akan selesaikan persoalan pokok atau korupsi yang sejak awal diusut oleh penyidik," kata Waluyo.

Kilas Balik
Duit Suap Belum Diserahkan, Marudut Keburu Dicokok KPK
 

Direktur Keuangan dan Human Capital PT Brantas Abipraya Sudi Wantoko divonis tiga tahun penjara. Sementara, Dandung Pamularno, Senior Manajer Pemasaran Brantas Abipraya dihukum 2,5 tahun penjara. 

Mereka dinyatakan terbukti menyuap Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) DKI Jakarta Sudung Situmorang dan Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati DKI Tomo Sitepu sebesar Rp2 miliar. Suap itu untuk mengamankan kasus dugaan korupsi yang tengah ditangani Kejati DKI. 

"Menyatakan Terdakwa I Sudi Wantoko dan Terdakwa II Dandung Pamularno terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tin­dak pidana bersama-sama yaitu melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan pertama," sebut ketua majelis hakim Yohanes Priyana dalam sidang pemba­caan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, 2 September 2016. 

Selain kurungan badan, Sudi Wantoko dikenakan denda Rp150 juta subsider tiga bulan penjara. Sementara Dandung Pamularno denda Rp100 juta subsider dua bulan penjara. 

Hal yang memberatkan, kedua terdakwa dianggap tak mendukung program pemerintah yang sedang gencar melakukan pemberantasan korupsi. 

Sementara hal yang meringankan, kedua terdakwa belum pernah dihukum, menyesali perbuatannnya, berjanji tak mengulangi perbuatannya dan masih memiliki tanggungan keluarga. 

Ada dua hakim berbeda pendapat (dissenting opinion) mengenai putusan terhadap Sudi dan Dandung. Hakim Edi Supriyono berpendapat niat me­nyuap Sudung dan Tomo meru­pakan inisiatif dan persepsi dari Marudut selaku perantara. 

Hakim Edi berpendapat saat pertemuan Marudut dengan Sudung dan Tomo tidak terdapat kesepakatan mengenai pembe­rian suap untuk menghentikan penyelidikan kasus Brantas. 

Dengan begitu, menurut dia, belum bisa dikatakan ada per­buatan memberi dan menerima dari Marudut kepada Sudung dan Tomo. Perbuatan Marudut yang mencoba menyuap itu, sebut Edi, sebagai perbuatan permulaan pelaksanaan. 

"Demikan pula Terdakwa II (Dandung) yang menyerahkan uang ke Marudut untuk disam­paikan pada Sudung dan Tomo merupakan perbuatan permulaan pelaksanaan," ujar Edi. 

Ia pun menilai, unsur pidana sebagaimana dakwaan Pasal 5 ayat 1 huruf a UU Tipikor junto Pasal 53 dan Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, tidak terbukti. 

Sementara Hakim Casmaya ber­pandangan Sudi dan Dadung sudah memiliki niat untuk menghenti­kan perkara. Di samping itu, niat Marudut untuk meminta bantuan Sudung dan Tomo untuk menghentikan kasus, juga sudah ada. 

Menurut Casmaya, tidak ter­laksananya pemberian dan pen­erimaan uang suap dari Marudut kepada Sudung dan Tomo bukan kehendak Sudi dan Dandung. Sebab, Marudut sudah lebih dulu ditangkap KPK sebelum transaksi suap terjadi. 

"Perbuatan permulaan pelak­sanaan niat menyuap kepada Kepala Kejati dan Aspidsus sudah ada, dengan diserahkan­nya uang dari Dandung pada Marudut. Tapi perbuatan itu tidak selesai," paparnya. 

Casmaya menilai, unsur dalam dakwaan Pasal 5 ayat 1 huruf a UU Tipikor juncto Pasal 53 ayat 1 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, telah terbukti. 

Lantaran ada beda pendapat, putusan diambil dengan voting. Sudi dan Dandung akhirnya din­yatakan bersalah sebagaimana dakwaan jaksa KPK. (Red)

Editor: Momentum


Comment

Berita Terkait


Dua Tersangka Korupsi BUMAKAM Tak Ditahan, Po ...

MOMENTUM, Bandaralampung--Dua tersangka korupsi di Badan Usaha Mi ...


Perkara Tipu Gelap Tiga Unit Mobil Mewah, BIN ...

MOMENTUM, Bandarlampung--Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Nege ...


Polisi Limpahkan Perkara Narkoba ke Kejari Pr ...

MOMENTUM, Pringsewu--Satnarkoba Polres Pringsewu melimpahkan lima ...


Jadi Saksi di PTUN Bandarlampung, Tony Eka Ca ...

MOMENTUM, Bandarlampung-- Sidang lanjutan gugatan tanah milik Zai ...


E-Mail: harianmomentum@gmail.com