Harianmomentum--Kejaksaan
Tinggi DKI Jakarta menetapkan Sudi Wantoko, bekas Direktur Keuangan dan Humas
Capital PT Brantas Abipraya sebagai tersangka kasus di korupsi pemberian
fasilitas modal kerja fiktif.
"Kita segera menetapkan tersangka kasus itu. Sebelumnya kita sudah
menetapkan satu tersangka Direktur Keuangan PT Brantas Abipraya Sudi
Wantoko," ungkap Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati DKI, Sarjono Turin
seperti dikutip RMOL.co di Jakarta.
Menurut dia, penetapan tersangka terhadap Sudi ini merupakan pengembangan
dari kasus suap yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Secepatnya nanti kita umumkan nama tersangka kasus fiktif PT Brantas
Abipraya," kata bekas Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan itu.
Turin berjanji akan mengusut tuntas dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan
perusahaan milik negara tersebut. "Kita akan tuntaskan
penyidikannya," tandasnya.
Pada awal Maret 2017, penyidik Kejati DKI melakukan penggeledahan di kantor PT
Brantas Abipraya di Cawang, Jakarta Timur. "Tim Kejati DKI dan tim
penyidik tindak pidana khusus melakukan penggeledahan di PT Brantas Abipraya di
lantai 3 dan 4 yaitu di lantai 3 tempat Direktur Keuangan dan di lantai4 Bagian
Keuangan," kata Turin.
Dalam penggeledahan itu, tim Kejati DKI menyita sejumlah dokumen. "Dokumen
pencairan anggaran yang terkait fasilitas modal kerja sehingga merugikan
kerugian negara kurang lebih Rp5,6 miliar kemudian anggaran yang dipakai tahun
2011 dan 2012," katanya.
Penyelidikan kasus korupsi di PT Brantas Abipraya dilanjutkan setelah Kepala
Kejati Sudung Situmorang dan Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati
Tomo Sitepu, diganti.
"Penyidik memutuskan melanjutkan pengusutan kasus dugaan korupsi proyek
pengunaan anggaran perusahaan pelat merah tersebut," kata Kepala Seksi
Penerangan Kejati DKI, Waluyo.
Ia menyebutkan, berdasarkan hasil gelar perkara ada dugaan kerugian negara Rp
5,6 miliar dalam kasus ini. Lantaran itu, Kejati melakukan penyelidikan lagi.
Waluyo mengungkapkan, Aspidsus yang baru, Sarjono Turin memimpin langsung penggeledahan
kantor PT Brantas Abipraya untuk mengumpulkan barang bukti .
Tim penyidik menyasar ruang Manajer Keuangan di lantai empat dan ruang Direktur
Keuangan dan ruang Direktur Utama di lantai tiga.
Dalam penggeledahan yang berlangsung empat jam itu, tim penyidik juga menyita
satu unit hardisk eksternal.
Untuk diketahui, penyelidikan kasus ini oleh Kejati DKI sebelumnya diwarnai
suap. Direktur Keuangan dan Human Capital Sudi Wantoko dan Senior Manajer
Pemasaran PT Brantas Abipraya, Dadung Pamularno berusaha menyuap Sudung dan
Tomo. Tujuannya agar penyelidikan dihentikan.
Upaya suap kepada kedua pejabat Kejati DKI itu lewat perantara bernama Marudut
Pakpahan. Aksi ini terendus KPK yang kemudian melakukantangkap tangan terhadap
Marudut. Dilanjutkan Sudi dan Dadung.
Mereka pun ditetapkan sebagai tersangka percobaan penyuapan karena uang belum
sampai ke pejabat Kejati DKI. Sudung dan Tomo turut diperiksa KPK.
Penyidik komisi antirasuah juga sempat menggelar rekonstruksi pertemuan
Marudut dengan Sudung dan Tomo di ruang kerja Kepala Kejati DKI. Namun hingga
akhirnya penyidikan kasus ini, Sudung dan Tomo hanya berstatus saksi.
Kejaksaan Agung juga turun tangan memeriksa Sudung dan Tomo. Hasilnya keduanya
dinyatakan tidak terbukti melanggar kode etik meski pernah bertemu Marudut.
Sudung dan Tomo pun lolos dari sanksi.
Waluyo mengakui penyelidikan kasus korupsi di Brantas Abipraya dihentikan
lantaran KPK mengusut dugaan percobaan penyuapan. "Penanganan kasus itu
membuat Kejati DKI terpaksa menghentikan sementara penyelidikan kasus ini.
Waktu itu, penyidik sudah memeriksa empat saksi dari PTBA," sebutnya.
Penyelidikan terhadap pokok perkara dugaan korupsi Brantas Abipraya dilanjutkan
setelah penyidikan KPK tuntas. "Perkara percobaan suap itu sudah clear.
Pembuktian unsur pidana maupun etika sudah selesai. Tidak ada dana yang
diterima oleh pejabat kejaksaan. Karena itu kita akan selesaikan persoalan
pokok atau korupsi yang sejak awal diusut oleh penyidik," kata Waluyo.
Kilas
Balik
Duit Suap Belum Diserahkan, Marudut Keburu Dicokok KPK
Direktur Keuangan dan Human Capital PT Brantas Abipraya Sudi Wantoko divonis
tiga tahun penjara. Sementara, Dandung Pamularno, Senior Manajer Pemasaran
Brantas Abipraya dihukum 2,5 tahun penjara.
Mereka dinyatakan terbukti menyuap Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) DKI Jakarta
Sudung Situmorang dan Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati DKI Tomo Sitepu
sebesar Rp2 miliar. Suap itu untuk mengamankan kasus dugaan korupsi yang tengah
ditangani Kejati DKI.
"Menyatakan Terdakwa I Sudi Wantoko dan Terdakwa II Dandung Pamularno
terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana bersama-sama yaitu
melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan pertama," sebut ketua
majelis hakim Yohanes Priyana dalam sidang pembacaan putusan di Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi Jakarta, 2 September 2016.
Selain kurungan badan, Sudi Wantoko dikenakan denda Rp150 juta subsider tiga
bulan penjara. Sementara Dandung Pamularno denda Rp100 juta subsider dua bulan
penjara.
Hal yang memberatkan, kedua terdakwa dianggap tak mendukung program pemerintah
yang sedang gencar melakukan pemberantasan korupsi.
Sementara hal yang meringankan, kedua terdakwa belum pernah dihukum, menyesali
perbuatannnya, berjanji tak mengulangi perbuatannya dan masih memiliki
tanggungan keluarga.
Ada dua hakim berbeda pendapat (dissenting opinion) mengenai putusan terhadap
Sudi dan Dandung. Hakim Edi Supriyono berpendapat niat menyuap Sudung dan Tomo
merupakan inisiatif dan persepsi dari Marudut selaku perantara.
Hakim Edi berpendapat saat pertemuan Marudut dengan Sudung dan Tomo tidak
terdapat kesepakatan mengenai pemberian suap untuk menghentikan penyelidikan
kasus Brantas.
Dengan begitu, menurut dia, belum bisa dikatakan ada perbuatan memberi dan
menerima dari Marudut kepada Sudung dan Tomo. Perbuatan Marudut yang mencoba
menyuap itu, sebut Edi, sebagai perbuatan permulaan pelaksanaan.
"Demikan pula Terdakwa II (Dandung) yang menyerahkan uang ke Marudut untuk
disampaikan pada Sudung dan Tomo merupakan perbuatan permulaan
pelaksanaan," ujar Edi.
Ia pun menilai, unsur pidana sebagaimana dakwaan Pasal 5 ayat 1 huruf a UU
Tipikor junto Pasal 53 dan Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, tidak terbukti.
Sementara Hakim Casmaya berpandangan Sudi dan Dadung sudah memiliki niat untuk
menghentikan perkara. Di samping itu, niat Marudut untuk meminta bantuan
Sudung dan Tomo untuk menghentikan kasus, juga sudah ada.
Menurut Casmaya, tidak terlaksananya pemberian dan penerimaan uang suap dari
Marudut kepada Sudung dan Tomo bukan kehendak Sudi dan Dandung. Sebab, Marudut
sudah lebih dulu ditangkap KPK sebelum transaksi suap terjadi.
"Perbuatan permulaan pelaksanaan niat menyuap kepada Kepala Kejati dan
Aspidsus sudah ada, dengan diserahkannya uang dari Dandung pada Marudut. Tapi
perbuatan itu tidak selesai," paparnya.
Casmaya menilai, unsur dalam dakwaan Pasal 5 ayat 1 huruf a UU Tipikor juncto
Pasal 53 ayat 1 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, telah terbukti.
Lantaran ada beda pendapat, putusan diambil dengan voting. Sudi dan Dandung
akhirnya dinyatakan bersalah sebagaimana dakwaan jaksa KPK. (Red)
Editor: Momentum
E-Mail: harianmomentum@gmail.com