Harianmomentum--
Putusan MA Nomor 20 P/HUM/2017
dan 38 P/HUM/2016 yang isinya membatalkan Tata Tertib Nomor 1 Tahun 2016 dan
Nomor 1 Tahun 2017 yang mengatur tentang masa jabatan Pimpinan DPD dari lima
tahun menjadi 2,5 tahun tahun seharusnya dijalankan semua pihak.
Pasca keluarnya putusan MA tersebut semestinya tidak
ada lagi permasalahan mengenai masa jabatan DPD dan pengangkatan pimpinan DPD
mengingat putusan MA memiliki kekuatan hukum tetap dan mengikat.
Demikian disampaikan Ketua Bidang Hukum dan HAM,
DPP Himpunan Mahasiswa Pascasarjana Indonesia (HMPI), Kardiansya Afkar, S.H.,
M.H. dalam keterangan persnya (Kamis, 6/4).
Karena itu menurutnya, pelantikan Oesman Sapta
Odang sebagai Ketua DPD justru semakin menimbulkan permasalahan hukum. Sebab
pelantikan tersebut sangat mencederai dan tidak menghormati hukum yang berlaku
dalam sistem hukum indonesia.
"Hadirnya MA melantik Oesman sapta
memperparah daftar polemik di DPD RI," sambungnya, dikutip RMOL.CO.
Tindakan MA yang melantik tersebut sangat
disayangkan karena tidak konsisten terhadap putusannya sendiri. Hal ini justru
semakin mencoreng wajah peradilan Indonesia. Sebab MA sebagai lembaga tinggi
peradilan dalam lingkungan peradilan malah menyalahi sendiri putusannya.
"Saya selaku orang hukum berpandangan bahwa
Oesman Sapta sebagai pimpinan DPD baru tidak memiliki dasar hukum yang
jelas," tegasnya.
"Karena keluarnya putusan MA dimana dalam
amar putusannya secara jelas dan tegas menyatakan bahwa Tata Tertib DPD
bertentangan dengan undang-undang dan memerintahkan agar DPD mencabut Tata
Tertib tersebut. Maka secara de jure pimpinan DPD saat ini tidak memiliki
legitimasi dan dasar hukum yang jelas," imbuhnya.
Sementara itu, Ketua Umum DPP HMPI, Andi Fajar
Asti, keberadaan DPD RI saat ini sudah jauh dari kepentingan daerah. Karena itu
sudah saatnya untuk direvolusi.
"Kalau DPD RI hadir hanya untuk kepentingan
golongan dan partai politik, sebaiknya DPD RI dihapuskan saja toh posisinya di
Senayan tidak memiliki taji untuk mengawal aspirasi daerah," ungkapnya.
Lebih jauh, Fajar menambahkan, potensi kekacauan
dalam kepemimpinan di DPD RI semakin terbuka lebar karena beberapa pimpinan
sebelumnya tidak mengakui pelantikan Oesman Sapta sebagai ketua DPD RI. Situasi
ini tentu dibutuhkan kearifan para anggota dan pimpinan DPD RI untuk tidak
mempertontonkan arogansi dan cara berpolitik yang tidak dewasa dan Buta Hukum.
"Masak kita akan menyaksikan dualisme
pimpinan di DPR RI? Aneh tapi nyata itulah Indonesia yang katanya perwakilan
daerah nyatanya perwakilan partai politik yang dititipkan di DPD RI,"
tandasnya.
Saat ini OSO juga merupakan Ketua Umum DPP
Partai Hanura. Sebelumnya, disebut-sebut lebih hampir separoh anggota DPD turut
mengikuti langkah OSO, bergabung dengan Hanura. (Red)
Editor: Harian Momentum
E-Mail: harianmomentum@gmail.com