Akankah Pilkada 2018 Tidak Aman dan Tertunda ?

Tanggal 24 Mei 2018 - Laporan - 846 Views
Illustrasi Foto: Google.

Harianmomentum.com--Kita berharap pelaksanaan Pilkada di 171 daerah di Indonesia yang dijadwalkan akan berlangsung pada 27 Juni 2018 akan berlangsung aman, damai dan lancar, namun fakta-faktanya ternyata menunjukkan sebaliknya bahwa ada sejumlah potensi Pilkada 2018 tidak aman dan bahkan tertunda.

 

Misalnya soal data pemilih, sebenarnya DPT akan diumumkan pada 19 April 2018 mendatang, namun sampai tanggal 9 April 2018 masih ditemukan carut karut dan ketidakvalidan data pemilih terjadi di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah ada sekitar 1.392 pemilih dalam Daftar Pemilih Sementara (DPS) terindikasi bermasalah dan sekitar 16.385 pemilih belum melakukan perekaman KTP Elektronik. 

 

Ketidakvalidan data juga terjadi di Kabupaten Magelang, Kabupaten Semarang, Kabupaten Tegal, Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Rembang. Di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, sekitar 85.977 pemilih di Kab. Lumajang belum melakukan perekaman KTP Elektronik dikarenakan sebagian besar bekerja di luar wilayah Lumajang. Di Kabupaten Karangasem, Bali, sekitar 5.891 pemilih ganda dan sekitar 1.576 pemilih yang datanya tidak lengkap serta tidak sesuai dalam DPS Pilgub Bali 2018 diduga akibat tidak validnya data kependudukan. 

 

Permasalahan serupa juga terjadi di Kabupaten Buleleng dan Gianyar. Di Kabupaten Musi Rawas Utara, Sumatera Selatan, sekitar 16.981 data pemilih ganda di Kab. Muratara dikarenakan kesalahan dalam penginputan data. Kendala yang dihadapi pihaknya dalam melakukan perekaman KTP Elektronik adalah keterbatasan mesin perekam dan mesin cetak, jaringan internet dan tegangan listrik. Di Kota Pangkalpinang, Babel, sekitar 800 pemilih ganda dan sekitar 1.476 pemilih yang belum memiliki KTP Elektronik dimana 1.313 orang diantaranya belum melakukan perekaman KTP Elektronik. Di Kabupaten Paser, Kalimantan Timur, sekitar 2.292 warga yang belum melakukan perekaman KTP Elektronik sama sekali. 

 

Di Kabupaten Timor Tengah Selatan, NTT, sekitar 10.027 penduduk yang memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK) namun tidak memiliki Nomor Kartu Keluarga (NKK) yang tidak dapat dimasukkan ke dalam DPS karena tidak sesuai dengan prosedur yang sesuai dengan aturan yang berlaku, rawan ditemukan adanya NIK palsu dan berakibat pada tidak validnya data DPS serta di Kabupaten Pulau Taliabu, Maluku Utara, sekitar 10.016 pemilih belum melakukan perekaman KTP Elektronik dari total 39.369 pemilih wajib KTP Elektronik.

 

Adanya temuan ketidakvalidan data pemilih merupakan sinyalemen negatif bagi penyelenggara Pilkada karena DPS merupakan tahap awal penentuan Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang akan digunakan sebagai database pemilih dan menjadi pusat perhatian dari Paslon dalam Pilkada, sekaligus menjadi titik potensial untuk dijadikan bahan melakukan gugatan terhadap penyelenggara Pilkada. Sementara itu, masih adanya warga yang belum melakukan perekaman KTP Elektronik, akan berdampak hilangnya hak pilih warga tersebut pada Pilkada 2018, sehingga mendelegitimasi kepala daerah terpilih dan hasil Pilkada itu sendiri serta berpotensi menimbulkan sengketa Pilkada.

 

Kalangan pakar politik menilai bahwa permasalahan daftar pemilih Pilkada masih terjadi di beberapa daerah diantaranya adanya pemilih ganda, pemilih dibawah umur, data kependudukan tidak valid, belum selesainya  perekaman KTP–el, dan lain-lain.  

 

Munculnya pemilih ganda yang ditemukan di beberapa daerah, mengindikasikan masih adanya kelemahan sistem ataupun petugas pendaftaran ataupun base data dari Disdukcapil setempat, sehingga rawan dimanfaatkan untuk pemenangan Paslon yang dapat memicu konflik. Begitu pula permasalahan perekaman KTP-el hingga saat ini masih dihadapi beberapa daerah, selain masalah kendala teknis perekaman juga disebabkan rendahnya kesadaran masyarakat dalam mengurus ataupun melengkapi administrasi kependudukan. 

 

Hal tersebut akan berpengaruh dalam penyusunan daftar pemilih Pilkada yang akan ditetapkan pada 19 April 2018, sehingga jika tidak terakomodasi pada saat pemilihan akan menimbulkan permasalahan dan menurunkan partisipasi pemilih, bahkan terjadi penundaan pelaksanaan Pilkada di beberapa daerah. Permasalahan KTP-el dan DPS diperkirakan masih akan ditemukan penyelenggara Pilkada sebelum program KTP-el nasional dapat dituntaskan.

 

Faktor kedua adalah semakin maraknya aksi unjuk rasa di sejumlah daerah, seperti KPU Kabupaten Mimika, Papua didemonstrasi oleh sekitar 50 orang massa pendukung calon Bupati Eltinus Omaleng-Johannes Rettob agar pasangan ini diloloskan mengikuti Pilkada di Mimika.

 

Di Kecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten Empat Lawang, Sumatera Selatan, sebanyak 300 orang mengatasnamakan Aliansi Masyarakat Peduli Pilkada Empat Lawang se Kabupaten Empat Lawang melakukan aksi unjuk rasa menuntut pihak penyelenggara Pilkada untuk netral dan tidak berpihak kepada salah satu Paslon dalam Pilkada Empat Lawang 2018. 

 

Sementara di Kabupaten Gorontalo Utara, sekitar 50 orang dari Serikat Pekerja Gema Gorontalo Lestari melakukan aksi damai di KPU Kab. Gorontalo Utara menuntut agar KPU netral dalam penyelenggaraan Pilkada setempat dengan cara memberantas akun palsu yang melakukan black campaign serta mengawasi pemasangan alat peraga kampanye (APK) agar sesuai dengan ketentuan. Semua kejadian unjuk rasa tersebut berlangsung tanggal 2 April 2018. 

 

Kemudian adanya aksi perusakan fasilitas Panwas Kecamatan Teluk Ambon, di Kota Ambon tanggal 6 April 2018 yang dilakukan OTK menyebabkan kaca-kaca kantor Panwascam pecah. 

 

Tidak hanya itu saja, salah seorang Ketua Panwascam di Kabupaten Nagekeo, NTT diancam oleh calon Aparatur Sipil Negara (ASN) jika penyelenggara Pilkada tersebut melaporkan keterlibatan ASN dalam kegiatan penguatan salah satu Timses Paslon.

 

Sebenarnya, masih banyak faktor-faktor yang akan membuat Pilkada 2018 tidak aman bahkan tertunda di beberapa daerah seperti ketidakjelasan pencairan dana Nota Perjanjian Hibah Daerah (NPHD), ketidakprofesionalan atau keberpihakan lembaga penyelenggara Pilkada baik di jajaran KPU dan Bawaslu kepada salah satu Paslon, termasuk gugatan-gugatan Paslon yang berjalan alot dan molor juga berpotensi menunda Pilkada.

 

Pertanyaan besarnya adalah apakah ada kepedulian, reaksi cepat, menghindari sikap “safety player” dan sikap oportunis lainnya dari semua pemangku kepentingan untuk segera menyelesaikan “benalu permasalahan” Pilkada 2018? Jika gagal dilakukan, jangan harap Pilpres 2019 akan berhasil. Bekerjalah lebih keras lagi dan gunakan anggaran negara sebagai “anggaran berbasis kinerja” untuk menghilangkan faktor-faktor yang menunda dan menggagalkan Pilkada 2018. Semoga. (Oleh : Bustaman al Rauf)

 

Editor: Harian Momentum


Comment

Berita Terkait


Hak Angket dalam Pilpres 2024: Solusi Atau Si ...

MOMENTUM -  Tahapan Pemilu merupakan sebuah rangkaian proses ...


Aliza Gunado: Debat Terakhir Meyakinkan untuk ...

MOMENTUM--Pada debat ke 5 yaitu debat trakhir,  Jubir TKD Pr ...


AICIS dan Keberanian Mendefinisikan Ulang Per ...

MOMENTUM, Bandarlampung--KETEGANGAN agama-agama masih terjadi di ...


Kebun PTPN VII Bumper Ekologis Kota Bandarlam ...

MOMENTUM, Bandarlampung--Kebun Karet PTPN VII Bumper merupakan sa ...


E-Mail: harianmomentum@gmail.com