Harianmomentum.com--Kita berharap
pelaksanaan Pilkada di 171 daerah di Indonesia yang dijadwalkan akan
berlangsung pada 27 Juni 2018 akan berlangsung aman, damai dan lancar, namun
fakta-faktanya ternyata menunjukkan sebaliknya bahwa ada sejumlah potensi Pilkada
2018 tidak aman dan bahkan tertunda.
Misalnya soal data pemilih, sebenarnya DPT akan
diumumkan pada 19 April 2018 mendatang, namun sampai tanggal 9 April 2018 masih
ditemukan carut karut dan ketidakvalidan data pemilih terjadi di Kabupaten
Jepara, Jawa Tengah ada sekitar 1.392 pemilih dalam Daftar Pemilih Sementara
(DPS) terindikasi bermasalah dan sekitar 16.385 pemilih belum melakukan
perekaman KTP Elektronik.
Ketidakvalidan data juga terjadi di Kabupaten
Magelang, Kabupaten Semarang, Kabupaten Tegal, Kabupaten Boyolali dan Kabupaten
Rembang. Di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, sekitar 85.977 pemilih di Kab.
Lumajang belum melakukan perekaman KTP Elektronik dikarenakan sebagian besar
bekerja di luar wilayah Lumajang. Di Kabupaten Karangasem, Bali, sekitar 5.891
pemilih ganda dan sekitar 1.576 pemilih yang datanya tidak lengkap serta tidak
sesuai dalam DPS Pilgub Bali 2018 diduga akibat tidak validnya data
kependudukan.
Permasalahan serupa juga terjadi di Kabupaten
Buleleng dan Gianyar. Di Kabupaten Musi Rawas Utara, Sumatera Selatan, sekitar
16.981 data pemilih ganda di Kab. Muratara dikarenakan kesalahan dalam
penginputan data. Kendala yang dihadapi pihaknya dalam melakukan perekaman KTP
Elektronik adalah keterbatasan mesin perekam dan mesin cetak, jaringan internet
dan tegangan listrik. Di Kota Pangkalpinang, Babel, sekitar 800 pemilih ganda
dan sekitar 1.476 pemilih yang belum memiliki KTP Elektronik dimana 1.313 orang
diantaranya belum melakukan perekaman KTP Elektronik. Di Kabupaten Paser,
Kalimantan Timur, sekitar 2.292 warga yang belum melakukan perekaman KTP
Elektronik sama sekali.
Di Kabupaten Timor Tengah Selatan, NTT, sekitar
10.027 penduduk yang memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK) namun tidak
memiliki Nomor Kartu Keluarga (NKK) yang tidak dapat dimasukkan ke dalam DPS
karena tidak sesuai dengan prosedur yang sesuai dengan aturan yang berlaku,
rawan ditemukan adanya NIK palsu dan berakibat pada tidak validnya data DPS
serta di Kabupaten Pulau Taliabu, Maluku Utara, sekitar 10.016 pemilih belum
melakukan perekaman KTP Elektronik dari total 39.369 pemilih wajib KTP
Elektronik.
Adanya temuan ketidakvalidan data pemilih
merupakan sinyalemen negatif bagi penyelenggara Pilkada karena DPS merupakan
tahap awal penentuan Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang akan digunakan sebagai
database pemilih dan menjadi pusat perhatian dari Paslon dalam Pilkada,
sekaligus menjadi titik potensial untuk dijadikan bahan melakukan gugatan
terhadap penyelenggara Pilkada. Sementara itu, masih adanya warga yang belum
melakukan perekaman KTP Elektronik, akan berdampak hilangnya hak pilih warga
tersebut pada Pilkada 2018, sehingga mendelegitimasi kepala daerah terpilih dan
hasil Pilkada itu sendiri serta berpotensi menimbulkan sengketa Pilkada.
Kalangan pakar politik menilai bahwa
permasalahan daftar pemilih Pilkada masih terjadi di beberapa daerah
diantaranya adanya pemilih ganda, pemilih dibawah umur, data kependudukan tidak
valid, belum selesainya perekaman KTP–el, dan lain-lain.
Munculnya pemilih ganda yang ditemukan di
beberapa daerah, mengindikasikan masih adanya kelemahan sistem ataupun petugas
pendaftaran ataupun base data dari Disdukcapil setempat, sehingga rawan
dimanfaatkan untuk pemenangan Paslon yang dapat memicu konflik. Begitu pula
permasalahan perekaman KTP-el hingga saat ini masih dihadapi beberapa daerah,
selain masalah kendala teknis perekaman juga disebabkan rendahnya kesadaran
masyarakat dalam mengurus ataupun melengkapi administrasi kependudukan.
Hal tersebut akan berpengaruh dalam penyusunan
daftar pemilih Pilkada yang akan ditetapkan pada 19 April 2018, sehingga jika
tidak terakomodasi pada saat pemilihan akan menimbulkan permasalahan dan
menurunkan partisipasi pemilih, bahkan terjadi penundaan pelaksanaan Pilkada di
beberapa daerah. Permasalahan KTP-el dan DPS diperkirakan masih akan ditemukan
penyelenggara Pilkada sebelum program KTP-el nasional dapat dituntaskan.
Faktor kedua adalah semakin maraknya aksi unjuk
rasa di sejumlah daerah, seperti KPU Kabupaten Mimika, Papua didemonstrasi oleh
sekitar 50 orang massa pendukung calon Bupati Eltinus Omaleng-Johannes Rettob
agar pasangan ini diloloskan mengikuti Pilkada di Mimika.
Di Kecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten Empat
Lawang, Sumatera Selatan, sebanyak 300 orang mengatasnamakan Aliansi Masyarakat
Peduli Pilkada Empat Lawang se Kabupaten Empat Lawang melakukan aksi unjuk rasa
menuntut pihak penyelenggara Pilkada untuk netral dan tidak berpihak kepada
salah satu Paslon dalam Pilkada Empat Lawang 2018.
Sementara di Kabupaten Gorontalo Utara, sekitar
50 orang dari Serikat Pekerja Gema Gorontalo Lestari melakukan aksi damai di
KPU Kab. Gorontalo Utara menuntut agar KPU netral dalam penyelenggaraan Pilkada
setempat dengan cara memberantas akun palsu yang melakukan black campaign serta
mengawasi pemasangan alat peraga kampanye (APK) agar sesuai dengan ketentuan.
Semua kejadian unjuk rasa tersebut berlangsung tanggal 2 April 2018.
Kemudian adanya aksi perusakan fasilitas Panwas
Kecamatan Teluk Ambon, di Kota Ambon tanggal 6 April 2018 yang dilakukan OTK
menyebabkan kaca-kaca kantor Panwascam pecah.
Tidak hanya itu saja, salah seorang Ketua
Panwascam di Kabupaten Nagekeo, NTT diancam oleh calon Aparatur Sipil Negara
(ASN) jika penyelenggara Pilkada tersebut melaporkan keterlibatan ASN dalam
kegiatan penguatan salah satu Timses Paslon.
Sebenarnya, masih banyak faktor-faktor yang akan
membuat Pilkada 2018 tidak aman bahkan tertunda di beberapa daerah seperti
ketidakjelasan pencairan dana Nota Perjanjian Hibah Daerah (NPHD),
ketidakprofesionalan atau keberpihakan lembaga penyelenggara Pilkada baik di
jajaran KPU dan Bawaslu kepada salah satu Paslon, termasuk gugatan-gugatan
Paslon yang berjalan alot dan molor juga berpotensi menunda Pilkada.
Pertanyaan besarnya adalah apakah ada
kepedulian, reaksi cepat, menghindari sikap “safety player” dan sikap oportunis
lainnya dari semua pemangku kepentingan untuk segera menyelesaikan “benalu
permasalahan” Pilkada 2018? Jika gagal dilakukan, jangan harap Pilpres 2019
akan berhasil. Bekerjalah lebih keras lagi dan gunakan anggaran negara sebagai
“anggaran berbasis kinerja” untuk menghilangkan faktor-faktor yang menunda dan
menggagalkan Pilkada 2018. Semoga. (Oleh : Bustaman al Rauf)
Editor: Harian Momentum
E-Mail: harianmomentum@gmail.com