Hariamomentum.com--Pemilu 2019
akan terdiri dari Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden/Wakil Presiden yang
akan diadakan serentak pada 17 April 2019 mendatang. Dalam Pileg 2019, jumlah
kursi di DPR-RI bertambah 15, dari 560 kursi, menjadi 575 kursi.
Penambahan tersebut karena adanya penambahan
jumlah daerah pemilihan (dapil), yaitu Kalimantan Utara, Kalimantan Barat, dan
Nusa Tenggara Barat.
Jumlah kursi untuk DPRD Provinsi juga bertambah
menjadi 2.207 kursi dari 2.114 kursi di Pileg 2014. Untuk DPRD Kabupaten/Kota,
ada tambahan 715 kursi, sehingga jumlah kursi DPRD Kabupaten/Kota yang semula
berjumlah 16.895 akan menjadi 17.610 kursi.
Sementara itu, Parpol yang akan mengikuti Pemilu
2019: Partai Amanat Nasional, Partai Berkarya, PDI Perjuangan, Partai Demokrat,
Partai Gerindra, Partai Gerakan Perubahan Indonesia, Partai Golkar.
Kemudian:Partai Hanura, Partai
Keadilan Sejahtera, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Nasional Demokrat, Partai
Persatuan Indonesia, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Solidaritas Indonesia
(PSI), Partai Bulan Bintang dan PKPI.
Mempertimbangkan perkembangan strategis ke
depan, ada beberapa penyebab kerawanan Pemilu 2019 antara lain : pertama,
sistem demokrasi liberal yang berbasis paham individual (one man one vote dan
lain-lain) tidak cocok dengan akar budaya Indonesia.
Tingkat kedewasaan/sportivitas
para elit politik masih memprihatinkan; Sikap perburuan kekuasaan dilatari
libido kekuasaan yang tidak terkendali; Adanya kebebasan nyaris tanpa batasdan
masih eksisnya sejumlah kelompok radikal/militan.
Kerawanan Pemilu 2019 yang perlu mendapatkan
perhatian serius adalah kemungkinan adanya serangan teror, karena bagaimanapun
juga Indoesia sangat rentan dengan penyebaran ideolog ekstrim dan maneuver
mereka. Diawali dengan pembentukan Darul Islam di tahun 1942 sampai dengan
pembentukan Jema’ah Anshorut Daulah (JAD) di tahun 2015.
Gerakan ISIS saat ini mengalami perubahan aktor
yang berpengaruh dan masih militant untuk menyebarluaskan ideologi jihadis.
Setidaknya ada tiga isu penting terkait terorisme di Indonesia yaitu : pertama,
isu kerentanan sasaran rekruitmen kelompok teror (The characteristics of
vulnerable recruitment targets of terrorist groups).
Faktor kejenuhan menjadi faktor
orang mudah tergabung dalam kelompok radikal. Kejenuhan terhadap tujuan hidup,
kegamangan identitas dan menghilangkan ketidakpastian eksternal.
Awalnya mereka akan mempelahari
ideologi radikal melalui online dan offline dan kemudian ikut aktifitasnya.
Kemudian adanya interpretasi keagamaan dimana mereka menilai kelompok radikal
“lebih dalam” dan “lebih detail” menginterpretasikan ajaran agama dibandingkan
kelompok Islam moderat.
Faktor lainnya yaitu adanya relasi sosial atau
ikatan sosial “social bonds” melalui ikatan perkawinan (JI dan JAD). Faktor
lainnya yaitu faktor kebutuhan ekonomi (karena tawaran kelompok teror dan
adanya kebutuhan untuk menjaga interaksi dengan kelompok teror).
Kedua, identifikasi aktor-aktor kunci dalam
jaringan ISIS di Indonesia (The identification of key actors in Indonesia’s
ISIS terrorist network). Setidaknya ada 11 organisasi teroris yang pernah
mengancam Indonesia: Darul Islam (1940), Jema’ah Islamiyah (1995), Jema’ah
Anshorut Tauhid (2009).
Selanjutnya: Lintas Tanzim
(2009), Tauhid Wal Jihad (2009), Mujahidin Indonesia Timur (2010), Front
Pembela Islam Lamongan (2010), Mujahidin Indonesia Barat (2012), Forum Aktivis
Syariat Islam (2013), Jema’ah Ansharusy Syariah (2014), and Jema’ah
Anshorut Daulah (2015).
Editor: Harian Momentum
E-Mail: harianmomentum@gmail.com