Warna Warni Pilkada 2018

Tanggal 03 Jul 2018 - Laporan - 1051 Views
Illustrasi Foto: Google.

Harianmomentum.com--Sekali lagi, pelaksanaan demokrasi di Indonesia tepat jika mendapatkan apresiasi internasional dan nasional.

 

Apalagi Pilkada 2018 walaupun tidak dapat dilaksanakan secara serentak di 171 daerah, tetap menggambarkan kinerja seluruh pemangku kepentingan Pilkada 2018 diacungi jempol, bahkan mereka berhasil memetakan berbagai permasalahan yang diprediksi dapat menghambat pelaksanaan Pilkada secara tepat waktu pada tanggal 27 Juni 2018 yang lalu,

 

Hal ini terlihat dari adanya pemetaan potensi kemungkinan diadakannya Pemungutan Suara Ulang (PSU) seperti yang terjadi di wilayah Sulawesi Tenggara, Jawa Timur, Riau, NTT, Kalimantan Tengah, Banten dan Sumatera Utara.

 

Pemetaan ini berangkat dari sejumlah permasalahan yang belum dapat dituntaskan sebelumnya sehingga mengindikasikan adanya pelanggaran petugas pemungutan suara dilapangan yang menimbulkan kekecewaan pemilih di lapangan, juga secara kalkulasi sederhana PSU adalah cara paling ampuh untuk bisa merubah komposisi perolehan suara, dengan kata lain calon yang awalnya kalah  bisa jadi pemenang atau memperoleh suara yang tertinggi akibat pelaksanaan PSU.

 

Untuk itu diperlukan peran Panwas Pilkada dengan mengeluarkan rekomendasi dan melakukan kajian guna menentukan perlunya PSU atau tidak.

 

Sementara masih lambatnya hasil penghitungan suara di wilayah Papua, disebabkan tidak ada penghitungan cepat atau quick count. Sehingga hasil perolehan suara hanya bisa didasarkan pada penghitungan nyata oleh KPU dan telah ditetapkan 5 Juli 2018 sebagai waktu terakhir pengumpulan hasil rekapitulasi suara sementara.

 

Selain itu, faktor kondisi daerah yang sulit dijangkau dan masalah gangguan keamanan oleh KKSB sebagai faktor utama lambatnya penghitungan suara di Papua. Khusus di Kab. Paniai (Papua) tertundanya pemungutan suara dikarenakan adanya pengerahan massa dalam menyikapi Paslon yang dianggap TMS oleh KPU.

 

Sedangkan, pelaksanaan Pilbup Paniai sebagai “exit strategy” menurunkan tensi politik di Paniai, namun diproyeksikan tidak akan mudah diterima oleh Paslon manapun, sehingga instabilitas keamanan masih terbuka kemungkinannya.

 

Keluarnya pernyataan sikap yang dikeluarkan tokoh masyarakat di Kabupaten Yahukimo, Papua, guna mendesak PSU dalam Pilgub Papua 2018 menunjukan potensi gangguan dalam pelaksanaan Pilkada di Papua masih cukup terbuka. Tuntutan serupa tidak menutup kemungkinan juga disuarakan pihak-pihak yang resisten terhadap pelaksanaan Pilkada untuk menyuarakan PSU di Papua.

 

Sebagai layaknya kontestasi lainnya, maka adalah fenomena wajar jika terjadi saling klaim kemenangan terjadi di Kabupaten Sampang, Jawa Timur menunjukkan ketidakpercayaan dan kredibilitas terhadap hasil quick count yang dilakukan lembaga survei. Untuk perlu adanya pengawasan dari Panwaslu terhadap penghitungan real count untuk mengeliminir kesalahan penghitungan suara.

 

Sementara penolakan penghitungan suara di Kabupaten Linggau disebabkan beberapa permasalahan, antara lain; masih ditemukan kejanggalan dalam hal penetapan DPT ganda, surat undangan yang tidak disebar ke pemilih, kekurangan kertas surat suara, pemilih yang tidak mendapatkan surat suara, proses perhitungan, keterlibatan ASN, hingga pelanggaran yang bersifat administratif lainnya di 15 kecamatan.

 

Yang mengkhawatirkan adalah masih masifnya ditemukan konten di Medsos yang berisi ajakan untuk meretas data KPU dan memenangkan Paslon beragama Islam yang diduga dilakukan tim pendukung Paslon Pilkada di Jawa Barat, walaupun konten di Medsos ini sedang didalami kebenarannya oleh pemangku kepentingan Pilkada, termasuk aparat penegak hukum. Meskipun demikian, adanya konten di Medsos tersebut mengindikasikan upaya menghembuskan isu SARA masih menjadi komoditas politik kelompok oposan untuk menciptakan instabilitas polkam di tengah pelaksanaan Pilkada. Sementara ajakan untuk meretas data KPU lebih bertujuan mendeskreditkan KPU.

 

Aksi unjuk rasa pasca pemungutan suara merupakan bentuk aspirasi masyarakat yang tidak terakomodasi sebelumnya oleh penyelenggara Pilkada, sehingga berpotensi meningkatkan kerawanan situasi sosial dan politik daerah jika tidak direspon sejak dini.

 

Menggunakan hak pilih orang lain seperti yang terjadi di Maluku Utara dan Kota Palangka Raya, Kalimantan Tengah, terindikasi terjadinya upaya-upaya kecurangan oleh Tim Sukses Paslon yang dapat berdampak pada timbulnya protes terhadap penyelenggara Pilkada. Selain itu, dapat menimbulkan konflik pada tingkat grassroots jika tidak dilakukan penyelesaian secara hukum.

 

Warna warni selama pelaksanaan Pilkada 2018 adalah bunga rampai (miscellany) yang akan memperkaya pengalaman, khazanah dan pengetahuan bagi bangsa Indonesia untuk ke depannya mempunyai tata kelola kepemiluan yang modern, akurat, demokratis dan up to date, sehingga berbagai permasalahan yang muncul segera dapat ditangani dengan baik, agar Pilkada ataupun Pemilu di Indonesia benar-benar bukan sekedar proses demokrasi yang prosedural saja, melainkan mengarah ke terciptanya demokrasi yang substansial. (Penulis: Amril Jambak )

 

Editor: Harian Momentum


Comment

Berita Terkait


Hak Angket dalam Pilpres 2024: Solusi Atau Si ...

MOMENTUM -  Tahapan Pemilu merupakan sebuah rangkaian proses ...


Aliza Gunado: Debat Terakhir Meyakinkan untuk ...

MOMENTUM--Pada debat ke 5 yaitu debat trakhir,  Jubir TKD Pr ...


AICIS dan Keberanian Mendefinisikan Ulang Per ...

MOMENTUM, Bandarlampung--KETEGANGAN agama-agama masih terjadi di ...


Kebun PTPN VII Bumper Ekologis Kota Bandarlam ...

MOMENTUM, Bandarlampung--Kebun Karet PTPN VII Bumper merupakan sa ...


E-Mail: harianmomentum@gmail.com