Petambak Udang di Lamtim ‘Naik Kelas’ Berkat Pendampingan PT CP Prima

Tanggal 21 Nov 2017 - Laporan - 1971 Views
Dalam dua tahun terakhir, para petambak udang tradisional di Kabupaten Lampung Timur (Lamtim) mulai melakoni budidaya secara intensif. Foto Istimewa

Harianmomentum.com--Para petambak udang tradisional di Kabupaten Lampung Timur (Lamtim) mulai ‘naik kelas’.

 

Jika sebelumnya menjalankan budidaya udang secara tradisional, dua tahun terakhir ini mulai melakoni budidaya secara intensif.

 

Kendala permodalan dan teknologi bisa diatasi dengan program KUR dan pendampingan dari PT CP Prima.

 

Seperti yang dijalankan Triyono, Kepala Desa Bandar Negeri, Kecamatan Labuhan Maringgai.

 

Petambak udang tradisional sejak tahun 2000-an ini, sudah bermitra dengan PT CP Prima selama dua siklus budidaya.

 

Bahkan pada siklus pertama Pak Kades mendapat pinjaman dari PT CP dalam program ‘demo pon’ untuk dua kolam masing-masing berukuran 800 meter persegi. 

 

Selain itu itu ia juga menerima kredit skema KUR Ritel BNI yang bekerja sama dengan PT CP Prima untuk investasi sekitar Rp250 juta dan biaya operasional sekitar Rp150 juta.

 

Dana tersebut digunakan untuk merehab dua petak tambak budidaya, masing-masing seluas 800 m2 dan membangun dua petak tandon masing-masing 200 m2. Pada siklus kedua ini, Triyono sudah melakukan panen parsial tiga kali dan panen terakhir pada Senin (20/11).

 

Panen parsial pertama dilakukan pada usia 46, 60, 72 dan 86 hari dengan jumla total 1.885 kg dengan penjualan Rp153 juta. Sementara pada panen terakhir pada usia 120 hari dari dua petak diperoleh udang size (ukuran) 26 dan 27 sebanyak 2 ton dan dijual dengan harga Rp96 ribu/kg.

 

Menurut Triyono, ia tertarik untuk ‘naik kelas’ karena melihat keberhasilan petambak lainnya yang sudah terlebih dahulu beralih membudidayakan udang vanamei (Litopenaeus vannamei) ketimbang udang windu yang selama ini dibudidayakan karena hasilnya lebih menjanjikan.

 

Namun ia menyadari kelemahannya adalah keterbatasan modal dan belum dikuasasinya teknis budidaya vaname.

 

Untuk mengatasi permodalan, ia mendapat pinjaman dari PT CP Prima dalam program ‘demo pon’ untuk dua petak tambak yang harus dikembalikan selama tujuh siklus atau 4 tahun.

 

Lalu untuk kendala teknis budidaya ia mendapat pendampingan dari PT CP Prima. “Kalau tidak ada pendampingan, saya juga tidak berani wong pengalamannya cuma di windu, sementara vanamei belum belum pernah mencoba sama sekali,” ujar Pak Haji di sela-sela mengawasi penimbangan udang yang dilakukan anak buah pedagang penampung di rumahnya.

 

Pak Kades mengakui, antara budidaya windu secara tradisional dengan vaname dengan close system jauh berbeda. Pada budidaya windu untuk kolam 20 ribu meter persegi ia tebar benur udang sebanyak 30 ribu ekor dan 10 ribu ekor bandeng.

 

Lalu dibesarkan selama 4 bulan dengan pemberian pakan jagung, tanpa kincir lalu dipanen udang size 30 dengan SR sekitar 50 persen. “Keuntungan bersih dari penjualan udang dan bandeng sekitar Rp 10 juta per siklus,” aku Tri.

 

Sementara pada udang vaname ditebar benur sebanyak 100 ekor per m2, menggunakan kincir 4 unit per petak, pemberian pakan 4-5 kali sehari. “Keuntungan dari dua petak per siklus bisa melunasi biaya investasi dan biaya operasional,” ia menggambarkan. 

 

Karena itu, selain mendapat KUR ritel dari BNI, Tri juga mengajukan permohonan program revitalisasi tambak yang digulirkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), namun ia belum kebagian.

 

Saat ini ayah dari tiga anak ini sudah menjalankan budidaya vanamei pada 3,5 ha dari 40 ha lahan yang dimilikinya. 

 

Agus Furwoko dari PT CP Prima yang menghadiri panen udang di tambak Triyono menambahkan, pihaknya sengaja menggulirkan program ‘demo pon, sebagai upaya membantu petambak tradisional yang ingin ‘naik kelas’ ke budidaya sistem intensif. 

 

“Pendanaan untuk program demo pon ini bergulir agar semakin banyak petambak yang bisa dibantu. Lalu selain mendampingi petambak dalam program demo pon, pihaknya juga diminta BNI pada semua petambak yang menerima kredit,” tuturnya. 

 

Dari sekitar 1.200 petak tambak yang dalam budidayanya mendapat pendampingan dari PT CP Prima, dengan capaian SR 75 hingga 95 persen atau rata-rata 85 persen dan FCR 1,45 higa 1,5, bahkan ada yang bisa mencapai 1,38.

 

“Selama petambak konsisten mempertahankan kepadatan tebar rendah yakni 80 hingga 10 ekor per m2, penyakit sepertti myo dan WSS bisa dikendalikan,” jelas Agus. (red)

Editor: Harian Momentum


Comment

Berita Terkait


Komisaris PTPN I: Waspadai Pestalotiopsis dan ...

MOMENTUM, Palembang -- Roda bisnis PT Perkebunan Nusantara (PTPN) ...


PT RPN Salurkan Dana TJSL kepada Anak Yatim d ...

MOMENTUM, Bogor – Dalam setiap proses bisnis, PT Riset Perkebun ...


Kebun Cinta Manis Siap Pasok Tebu Berkualitas ...

MOMENTUM, Ogan Ilir--Kebun tebu Cinta Manis yang dikelola PT Buma ...


Trafik Internet Naik 12.87 Persen, Telkomsel ...

MOMENTUM, Jakarta--Telkomsel sukses mengawal momen Ramadan dan Id ...


E-Mail: harianmomentum@gmail.com