Harianmomentum.com--Polemik belum cairnya upah pungut (UP) atau insentif bagi pelaksana pemungut pajak dan restribusi daerah di Badan Pengelola Pajak dan Restribusi Daerah (BPPRD) Kabupaten Lampung Utara (Lampura) selama tiga triwulan (sembilan bulan), merupakan bentuk pelanggaran terhadap peraturan dan perundang-undangan.
Hal tersebut disampaikan Praktisi Hukum sekaligus Akademisi Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Muhammadiyah (STIH-M) Kotabumi Suwardi, SH.,MH. Bahkan, kata Suward, polemik tersebut bisa mengarah pada tindakan pidana.
Menurut dia, segala bentuk ketidakpatuhan terhadap peraturan dan perundang-undangan merupakan tindakan melawan hukum.
Terkait belum cairnya dana UP dua triwulan terakhir tahun 2018 dan triwulan pertama 2019, bisa dimasukan dalam katagori ketidakpatuhan atau pelanggaran terhadap undang-undang dan peraturan yang mengaturnya. Terlebih lagi yang menyangkut hak orang banyak (petugas pemungut pajak dan restribusi).
Baca juga: Dana UP BPPRD Lampura Sembilan Bulan Belum Cair
"Ini menyangkut hak pemungut yang telah diatur dalam undang-undang dan peraturan pemerintah. Ini harus segera dicairkan, karena UP atau insentif tersebut diambil dari bagian pajak atau restribusi yang disetorkan ke pemerintah. Konsekuensinya dana tersebut seharusnya ready. Kalau tidak dicairkan berarti pelanggaran terhadap aturan yang bisa mengarah ke pidana," terangnya pada harianmomentum.com, Senin (26-5-2019).
Dalam peraturan tersebut, lanjut dia, kepala daerah dan wakil kepala daerah selaku penanggungjawab atas pengelolaan pajak dan restribusi juga mendapatkan insentif UP. begitu juga sekretaris daerah selaku Koordinator.
"Yang harus ditanyakan apakah bupati, wakil bupati serta sekda juga belum mendapatkan haknya tersebut. Jika mereka sudah mendapatkannya, sedangkan pelaksana di BPPRD belum, maka ini dzalim. Maka terkait UP ini hendaknya transparan," paparnya. (ysn)
Editor: Harian Momentum
E-Mail: harianmomentum@gmail.com