Suharso Jadi Plt Ketum PPP, Melanggar AD/ART?

Tanggal 06 Agu 2019 - Laporan - 933 Views
Plt Ketua Umum PPP Suharso Monoarfa.

Harianmomentum.com--Setelah Rohmamurzy ditangkap KPK, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) gerak cepat mencari sosok ketua umum. Partai berlogo ka’bah itu langsung menunjuk ketua Majelis Pertimbangan Suharso Monoarfa sebagai pelaksana tugas pimpinan baru. Hal tersebut dikarenakan Romi telah diberhentikan dari jabatannya setelah ia mengenakan rompi orange dari KPK.

Suharso Monoarfa diangkat menjadi Pelaksana Tugas Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan PPP setelah Rommy tertangkap KPK.

Namun sejumlah penolakan pengukuhan Suharso Monoarfa sebagai Ketua Umum PPP tetap muncul jelang Mukernas pengukuhan. Dimana yang getol melakukan penolakan adalah Ketua DPP PPP Rudiman.

Ia menyatakan bahwa penolakannya berdasarkan pada AD/ART partai yang menyatakan Ketua Umum harus dijabat oleh seseorang yang menjabat sebagai wakil ketua umum. Rudiman mengatakan fatwa yang muncul dari Ketua Dewan Pengarah Maimoen Zubair atau Mbah Moen lah yang membuat DPP bersikukuh mengangkat Suharso Monoarfa sebagai Ketum PPP.

Wasekjen PPP Achmad Baidowi sempat membantah bahwa penunjukan Monoarfa sebagai Ketum dianggap melanggar AD/ART. Menurutnya, hal itu sudah sesuai dengan mekanisme internal partai.

Baidowi lantas merujuk pada pasal 20 ayat 1 pada Anggaran Dasar PPP, yang tertulis fatwa Majelis Syariah PPP harus diperhatikan dan dilaksanakan secara sungguh – sungguh. Dan Maimoen Zubair lah yang saat ini memimpin Majelis Syariah.

Pada Pasal 20 ayat 1 menyebutkan kewenangan Majelis Syariah adalah memberikan fatwa soal kebangsaan, kenegaraan yang wajib dipatuhi, diperhatikan dan dilaksanakan oleh pengurus partai.

Untuk mengisi kekosongan hukum tersebut, maka ada ijtihad hukum dengan meminta pendapat Mahkamah PPP sebagai lembaga peradilan internal.

Dalam forum rapat harian, mbah moen sempat memberikan fatwa “Pak Suharso menggantikan Mas Romi”. Atas fatwa tersebut tentu ada pihak yang sepakat dan tdak sepakat.

Hal tersebut dibantah oleh Rudiman yang menganggap bahwa diangkatnya Monoarfa menjadi Ketum PPP dianggap telah menyalahi AD/ART. Menurutnya, fatwa Mbah Moen lebih ke arah regulasi seperti penentuan halal dan haram, bukan pemilihan ketua umum.

Rudiman berpendapat, bahwa gelombang tidak setuju bukan hanya muncul dari dirinya, sebut saja Rahman Yakub dan Siti Nurmila. Di samping itu sejumlah DPW juga mengatakan tidak setuju dan mengajukan nama – nama.

Hasil Rapat Harian DPP beralasan bahwa pengukuhan Suhardu atas dasar kedaruratan menjelang Pemilu 17 April 2019 lalu. Namun, Rudiman menegaskan bahwa AD/ART tetap harus dipegang sebagai dasar.

Rudiman juga menilai emergency atau tidak, tetap harus berpedoman kepada AD/ART. Dimana terdapat mekanisme lain apabila Suharso ingin menjadi Ketua Umum, yaitu melalui Muktamar.

Dalam hal ini, tentu sudah semestinya anggota Partai memahami isi dan konteks dari AD/ART PPP yang telah diresmikan sebagai panduan partai dalam menjalankan organisasi politiknya.

Dalam sebuah organisasi AD / ART bisa digunakan sebagai landasan dalam bekerja agar kinerja sebuah organisasi menjadi terarah.

Meski demikian, dirinya mengakui bahwa Suharso Monoarfa merupakan sosok yang memiliki kemampuan yang cakap dan merupakan salah satu kader PPP yang berpengalaman. Namun secara regulasi AD/ART, pengukuhan Suharso disebutkan mengalahi AD/ART. Oleh karena itu Rudiman tetap meminta kepada partai untuk tetap menegakkan AD/ART.

Ia juga menuturkan, petinggi partai yang seharusnya ditunjuk sebagai Ketua Umum Partai adalah salah satu wakil ketua umum. Jika tidak ada yang bersedia, maka bisa digantikan salah satu ketua DPP.

Saat itu ia pun menilai jika Mukernas yang diselenggarakan pada Maret lalu terbukti mengukuhkan Suharso sebagai Ketum PPP, maka hal tersebut juga dianggap melanggar AD/ART.

Jika terbukti Pengangkatan Suharso merupakan bentuk pelanggaran terhadap AD / ART, tentu kalangan internal PPP wajib mengkaji ulang makna dari pasal – pasal yang tertulis pada AD / ART tersebut agar peraturan tersebut tidak multitafsir.

Selain itu kalangan partai juga sebaiknya tidak perlu berebut jabatan partai, karena bagaimanapun juga semua anggota partai tentu memiliki perannya masing – masing dalam mengembangkan partai.

Pastinya seluruh anggota Partai juga harus menunjukkan ittikad baiknya dengan patuh terhadap AD / ART yang telah disepakati. Bukan mencari pembenaran demi eksistensi politis.(*)

Oleh : Ilham Kusuma. Penulis adalah pengamat sosial politik


Editor: Harian Momentum


Comment

Berita Terkait


Kartel Politik Pilkada: Potret Ironi Demokras ...

MOMENTUM -- Munculnya calon tunggal pada perhelatan Pilkada 2024 ...


Sabahbalau Tanjungbintang Berbeda Dengan Kota ...

MOMENTUM -- Membaca berita yang berseliweran akhir-akhir ini, ter ...


Regulasi Calon Kepala Daerah ...

Syarat Calon dan PencalonanJika kita mengikuti pemberitaan di med ...


Regulasi Calon Kepala Daerah ...

MOMENTUM, Bandarlampung--Suasana ballroom hotel berbintang di kaw ...


E-Mail: harianmomentum@gmail.com