Tjindarboemi Perintis Pers Indonesia dari Lampung

Tanggal 03 Okt 2019 - Laporan - 2296 Views
Raden Aria Taher Tjindarboemi

MOMENTUM, Bandarlampung--Raden Aria Taher Tjindarboemi lahir di Gunungsugih (sekarang wilayah Kabupaten Lampung Tengah) pada 28 November 1902. Ayahnya (Abdurachman Gelar Batin Tjindarboemi) pada masa kolonial menjabat sebagai Demang di Telukbetung.

Dalam jejak perjalanan sejarah kemerdekaan Indonesia, nama Raden Aria Tjindarboemi mungkin satu-satunya putra daerah Lampung  yang aktif dalam pusaran pergerakan kaum nasionalisme.

Profesi jurnalis menjadi alatnya berjuang melawan kolonialisme yang membelenggu bangsa Indonesia. Raden Aria Tjindarboemi dikenal sangat rapat bergaul dengan tokoh-tokoh pergerakan nasional saat itu, salah satunya dr. Soetomo—pendiri Boedi Utomo—organisasi kepemudaan pertama yang menggerakan semangat nasionalisme Indonesia.

Baca juga: PWI Gelar Lomba Karya Tulis dan Fotografi 

Tjindarboemi dan dr. Soetomo juga punya latar belakang pendidikan yang sama. Keduanya sama-sama menempuh pendidikan di Sekolah Dokter Bumiputera (STOVIA = School tot Opleiding van Indische Artsen) di Betawi (kini Jakarta), meski dari generasi berbeda (Sutomo masuk STOVIA pada 1903 dan Tjindarbumi pada 1918).

Tjindarboemi dan dr. Soetomo juga sama-sama menggunakan profesi jurnalis sebagai alat perjuangan .

Tjindarboemi menempuh pendidikan di STOVIA hanya sampai kelas V. Lalu, ia pindah ke Surabaya dan masuk sekolah kedokteran di Nederlands Indische Artsen School (NIAS). Lagi-lagi Tjindarboemi tak kerasan di sekolah barunya itu.

Selanjutnya, dia kembali ke Jakartad an melanjutkan studi ilmu hukum di Fakultas Hukum (Rechts Hogeschool).  Tapi, dia juga tak memilih bidang hukum dalam meniti karier.

Tjindarboemi justru bekerja pada Bagian Tata Usaha surat kabar De Indische Courant di bawah pimpinan H. Delonye yang terbit di Surabaya. Kemudian ia pindah ke bagian redaksi sebagai directeur hoofd-redacteur.

Karier jurnalistiknya diawali  dengan menjadi wartawan pembantu. Ia mengirim berita untuk harian Kemajuan Hindia di bawah pimpinan Raden Pandji Soeroso. 

Tulisannya yang tajam, menarik perhatian dr. Sutomo. Deklarator Bodie Oetomo itu pun meminta Tjindarbumi sebagai pemimpin redaksi menggantikan posisinya di Harian Suara Rakyat Indonesia dan kemudian Soeara Oemoem.

Saat itu, tahun 1933 terjadi pemberontakan yang amat terkenal,  di kapal perang De Seven Provincien yang tengah berlabuh di Ole-le. Para awak kapal merebut berbagai persenjataan yang ada. Berita ini memang sangat mengejutkan Pemerintah Belanda, sangat menohok dan memalukan wibawa pemerintah.

Melalui koran yang ia pimpin, Tjindarbumi menulis tajuk rencana yang mengecam pemerintahan Belanda. 

"Bagi negeri-negeri yang sopan, kejadian begini ialah tidak lain daripada timbulnya anarchie, tuchteloosheid, keliaran, berkocar-kacir, dan...tidak ada kekuasaaan lagi. Pembaca pikir, 3.000 minder personeel (pegawai rencah) mogok. Angkatan Laut Hindia Belanda akan menjadi kocar-kacir," tulis Tjindarboemi dalam tajuk rencana itu.

Dengan tajam Tjindarbumi juga mengkritik kantor berita pemerintah kolonial Aneta, yang menyalahkan orang-orang Indonesia dalam pemberontakan di kapal perang itu.  Kritik Tjindarboemi melalui tulisan tersebut, membuat merah telinga pemerintah kolonial Belanda.

Nama Tjindarboemi pun masuk daftar orang dalam pengawasan Belanda. Syahdan, ia pun ditangkap. Tengah malam,  wartawan pemberani itu dijemput paksa dari rumahnya di Majangstraat (Ketabang). Lalu dibawa ke Hoofdbureau (Komdak) dan diinterograsi selama tiga hari, sebelum akhirnya dijebloskan ke penjara di Kalisosok.

Putusan pengadilan membuat Taher Tjindarbumi naik banding, lalu seorang Belanda bertanya kepadanya, "Bent Uniet bang?"

Lalu dijawab Tjindarbumi, "Bang? Waaroom moet ik bang zijn? Ik strijd voor een goede zaak (Takut? Mengapa saya harus takut? Saya berjuang untuk sesuatu yang baik)."

Setelah keputusan jatuh, rambut sang jurnalis pemberani itu dipangkas habis. Dia pun dipaksa mengenakan pakaian sebagai orang rantai (orang hukuman), di penjara Kalisosok, Surabaya. 

Saat dipenjara itu, Tjindarboemi bertemu dan berkenalan dengan Mohammad Yamin dan dr. J.B. Sitanala. 

Selanjutnya, Tjindarbumi dikirim ke penjara Sukamiskin bersama Ir. Soekarno dan kemudian sama-sama diasingkan ke Ende. Ikut juga tokoh lain seperti Joesoef Jahja (wartawan Gledek) dan Mr. Amir Sjarifuddin. Selama masa pembuangan, Tjindarboemi dijatuhi hukuman 20 bulan penjara.

Tjindarbumi juga tercatat sebagai satu dari sedikit intelektual Indonesia yang ikut secara aktif dalam polemik kebudayaan pada tahun 1930-an yang amat bersejarah dan memunculkan nama sastrawan terkenal Sutan Takdir Alisjahbana.

Polemik kebudayaan itu dipicu pendapat Sutan Takdir Alisjahbana yang menganjurkan agar arah kebudayaan Indonesia baru, berkiblat ke Barat (Eropa) karena terbukti mampu membawa Barat lebih maju.

Selain, Tjindarboemi, yang terlibat aktif dalam polemik menanggapi pendapat Sutan Takdir itu adalah Adinegoro, dr. M. Amir, Ki Hajar Dewantara, Purbacaraka, Sanusi Pane, dan dr. Sutomo.

Pada masa pendudukan NICA  (agresi militer Belanda II) tahun 1948, Tjindarboemi kembali menjalani kehidupan sebagi orang tahanan.

Dia dipenjara di Rumah Tahanan Glodok (sekarang Glodok Plaza, Jakarta), karena dicurigai masih aktif sebagai wartawan Republik.

Pada 1950 ia pun pulang ke kampung halaman (Lampung). Di tanah leluhurnya, Tjindarboemi memimpin PT Lampung Sulida.

Perusahaan yang belokasi di Natar, Kabupaten Lampung Selatan itu, bergerak di bidang usaha pemintalan tali manila.

Atas jasa-jasanya terhadap negara, pada 25 Juni 1970 Raden Aria Taher  Tjindarboemi menerima anugerah Perintis Kemerdekaan dari Pemerintah Republik Indonesia. Sebelumnya pada 31 Maret 1970, dia juga dianugerahi gelar Perintis Pers Indonesia.

PWI Lampung juga mengabadikan nama Tjindarbumi sebagai nama penghargaan kepada mereka yang dinilai berjasa dan berdedikasi mendukung pengembangan pers di provinsi paling selatan Pulau Sumatera itu. Sang pejuang dan wartawan pemberani itu tutup usia pada tahun 1978. (Sumber: buku Titian Pers PWI Cabang Lampung tahun 1996)

Editor: Harian Momentum


Comment

Berita Terkait


PWI Berbagi, Kapolres Pringsewu Ikut Bagikan ...

MOMENTUM, Pringsewu--Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten ...


Kota Metro Peringkat Kedua MTQ ke 51 Provinsi ...

MOMENTUM, Metro--Kota Metro kembali menorehkan prestasi gemilang. ...


Masa Tenang Pilkada, Ketua PWI Lampura Ingatk ...

MOMENTUM , Kotabumi - Tahapan pemilihan kepala daerah (pilkada) s ...


Polres Dukung Roadshow Pelatihan Jurnalistik ...

MOMENTUM, Pringsewu--Polres Pringsewu mendukung program Persatuan ...


E-Mail: harianmomentum@gmail.com