Harianmomentum--Gelombang
protes dari petani tebu menolak rencana Kementerian Keuangan (Kemenkeu)
memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) gula sebesar 10 persen, berbuah manis.
Pemerintah membatalkan kebijakan tersebut.
Puluhan petani tebu
menyambangi Kantor Ditjen Pajak, di Jakarta. Mereka menyampaikan protes
terhadap rencana pemerintah mau mengenakan PPN gula sebesar 10 persen.
Kedatangan petani
diterima Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Ken Dwijugiasteadi. Mereka menggelar
pertemuan tertutup membahas polemik rencana pengenaan PPN gula.
Ketua Umum APTRI
Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Soemitro Samadikoen mengungkapkan
beberapa poin kesimpulan yang dihasilkan dari pertemuan tersebut.
"Poin pentingnya,
petani tebu dengan omzet di bawah Rp 4,8 miliar tidak dikategorikan sebagai
Pengusaha Kena Pajak (PKP). Selain itu, sesuai dengan peraturan
perundang-undangan perpajakan, maka pedagang tidak membebankan PPN yang
terutang kepada petani," ungkap Soemitro, Kamis (13/7).
Poin lainnya, lanjut
Soemitro, Ditjen Pajak akan mengusulkan kebijakan penetapan gula petani sebagai
barang kebutuhan pokok yang ditetapkan sebagai bukan barang kena pajak.
Sehingga, nanti penyerahannya tidak dikenakan PPN.
Soemitro menuturkan,
dengan adanya keputusan ini, tidak perlu lagi ada ketakutan dalam transaksi
jual beli gula, apakah terkena PPN atau tidak. Sebab, seminggu lagi aturan yang
menyatakan gula tebu bebas PPN akan keluar.
"Mulai hari ini
(kemarin) sudah tidak perlu ada keraguan lagi dalam transaksi penjualan gula
tani yang dilakukan oleh petani kepada pedagang, sudah tidak terutang
PPN," tegasnya.
Soemitro menjelaskan,
pihaknya menolak pengenaan PPN. Karena, jika kebijakan tersebut diterapkan akan
semakin membebani petani tebu. Selama tahun 2016, petani tebu merugi karena
membengkaknya biaya yang dikeluarkan. Saat ini, produktivitas tanaman tebu
nyaris di bawah 80 ton per hektare (ha) dan rendemen nyaris di bawah 7 persen.
Biaya produksi per kilogram (kg) sudah mencapai Rp 9.500-Rp 10.500 per
kg.
Kondisi ini terjadi
dipengaruhi oleh modal kerja yang sulit, permasalahan bibit varitas unggul,
dan infrastruktur irigasi. Padahal, petani gula tebu akan untung jika produktivitas
100 persen per ha dan rendemen mencapai 10 persen.
Ketua Umum Dewan Pembina
APTRI Arum Sabil mengusulkan, untuk mengerek penerimaan pajak, pemerintah
mengenakan PPN terhadap gula impor. "Kalau itu diterapkan, pemeritah
mendapatkan pemasukan. Dan, mendukung daya saing petani tebu lokal,"
cetusnya.
Sedangkan Dirjen Pajak
Ken Dwijugiasteadi berharap, dengan tidak dikenakannya PPN gula, produktivitas
petani tebu meningkat. Menurutnya, petani bukan pengusaha kena pajak, karena
omzetnya di bawah Rp 4,8 miliar per tahun.
"Sebenarnya tidak
hanya gula, usaha apa pun yang omzet Rp 4,8 miliar setahun itu tidak dikenakan
PPN dengan tujuan agar produksi dalam negeri bisa meningkat,"
ungkapnya. (rmol)
Editor: Harian Momentum
E-Mail: harianmomentum@gmail.com