MOMENTUM, Bandarlampung--Seratusan tenaga kontrak (honorer) di lingkungan kerja Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung terpaksa gigit jari.
Mereka belum pernah menerima gaji seperak rupiah pun sejak menerima Surat Keputusan (SK) pengangkatan sebagai honorer pada April 2019 lalu, oleh Gubernur M Ridho Ficardo .
Berdasarkan hasil penelusuran harianmomentum.com, jumlah pegawai honorer di Pemprov Lampung saat ini mencapai 3.588 orang. Dari jumlah itu, 131 diantaranya diduga sebagai honorer ’siluman’ karena gajinya tidak teranggarkan dalam APBD tahun 2019.
Rinciannya; Dinas Kelautan dan Perikanan (35 orang), Biro Umum (32 orang), Sat Pol PP, Dinas Perdagangan dan tersebar di sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lainnya.
Julvaredy Pratama, honorer di Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Lampung mengaku mulai bekerja sejak April 2019, tetapi hingga saat ini belum pernah menerima gaji.
Padahal, Julva serta 34 tenaga honorer lainnya telah mendapatkan SK Gubernur Lampung M Ridho Ficardo. Selain itu, mereka juga mendapatkan surat perintah tugas (SPT) yang ditantangani Plt Kepala DKP Toga Mahaji (sebelum Makmur Hidayat).
"Kami dapat SK itu sekitar bulan April itu kita langsung kerja. Tapi tidak pernah mendapatkan gaji. Padahal dalam SK itu disebutkan kalau gaji kami dibebankan kepada APBD," kata Julva.
Dia menjelaskan 35 tenaga honorer tersebut merupakan angkatan terakhir di DKP. Sedangkan, angkatan yang sebelumnya tetap menerima gaji, sekitar 42 orang.
"Kalau yang lama tetap terima gaji. Cuma angkatan kami saja yang tidak menerima gaji. Ini sudah jalan tujuh bulan," sebutnya.
Dia mengatakan pernah mempertanyakan kepada Kasubbag Umum dan Kepegawaian DKP, Edison, terkait gaji mereka. "Kasubbag bilang nunggu APDB Perubahan. Tapi setelah APBD-P disahkan kami belum juga menerima gaji," tuturnya.
Karena itu, mereka memberanikan diri untuk menanyakan langsung kepada Plt Kepala DKP Makmur Hidayat. Mirisnya mereka justru disuruh Makmur untuk mencari pekerjaan lain, karena DKP tidak sanggup menggajinya, dengan alasan terkendala anggaran.
"Tanggal 10 Oktober kemarin menghadap Pak Makmur, tapi beliau bilang untuk di rumah saja. Karena tidak ada anggaran daripada kami kerja tidak mendapat gaji, atau disuruh cari kerja lain. Mau kalian sujud juga tidak ada anggaran," kata Julva menirukan bahasa Makmur.
Senada, honorer lainnya Vivi Lutfiana Sari mengeluhkan untuk biaya sehari-hari selalu minta kepada orang tuanya, karena belum juga mendapatkan gaji. "Ya jadi sehari-hari minta sama orang tua. Mau bagaimana lagi, gaji belum dibayar," ujar Vivi.
Dia pun berharap agar DKP Lampung memberikan solusi terkait gaji mereka yang sudah lama menunggak. "Kami hanya minta hak kami saja. Kalau bisa sesuai dengan SK itu," harapnya.
Menanggapi hal itu, Plt Kepala DKP Makmur Hidayat enggan berkomentar banyak terkait tunggakan gaji honorer.
"Memang ini era sebelumnya, tapi sekarang kadisnya saya. Jadi saya yang harus bertanggung jawab," ujar singkatnya.
Terpisah, Plt Kepala Biro Umum Dianawati mengaku tidak pernah mengusulkan penambahan tenaga honorer, karena beban anggaran yang tidak mencukupi.
Diana justru merasa heran tiba-tiba ada penambahan 32 honorer yang memiliki SK Gubernur tanpa konfirmasi terlebih dahulu.
"Harusnya kan konfirmasi dulu, karena yang tahu keadaan anggarannya saya. Ini tiba-tiba datang 32 orang bawa SK," kata Diana kepada harianmomentum.com, semalam.
Karena itu, dia mengatakan 32 tenaga honorer terpaksa dirumahkan, karena tidak memiliki anggaran untuk membayar gaji.
"Ya kalau mau kerja silahkan, tapi kita tidak ada anggaran. Sebenarnya saya sedih, tapi mau bagaimana lagi tidak ada anggarannya," terangnya.
Jika sebelumnya berkoordinasi terlebih dahulu, Diana memastikan tidak akan terjadi hal tersebut.
Sementara, Sekretaris Provinsi (Sekprov) Lampung definitif Fahrizal Darminto menyebutkan saat ini di lingkup Pemprov setempat terdapat ribuan tenaga honorer.
Fahrizal mengatakan saat ini pemerintah pusat sudah melarang adanya pengangkatan tenaga honorer.
"Secara prinsip tenaga honorer itu memang tidak boleh, tapi karena kita masih butuh maka dilakukan perekrutan. Itu juga untuk tenaga khusus, seperti cleaning service, supir, jaga malam dan lainnya," kata Fahrizal.
Meski demikian, dia mengatakan terdapat beberapa mekanisme untuk melakukan perekrutan tenaga honorer. Antara lain: harus sesuai dengan kebutuhan OPD dan beban anggaran.
Selain itu, tenaga honorer di tiap OPD juga dilakukan evaluasi setiap bulan November. Apakah masih membutuhkan atau tidak? Jika masih dibutuhkan harus diusulkan.
"Tenaga honorer itu tidak boleh asal rekrut. Harus diusulkan oleh OPD yang membutuhkan. Kalau diusulkan berarti harus dianggarkan untuk pembayaran gajinya," tuturnya.
Sehingga, Fahrizal menegaskan tidak ada perekrutan tenaga honorer pada bulan April. "Anggarannya tidak ada. Ternyata itu juga memang tidak dibutuhkan. Ini catatan yang kurang bagus," ujarnya.
Bahkan, OPD yang telah memiliki kelebihan honorer telah menyampaikan kepada mereka sejak Agustus. "Kalau kita sekarang tidak ada anggaran untuk membayar gaji. Diharapkan mencari kerja di tempat lain, sambil menunggu surat pemberhentian," tuturnya.
Sementara, Kabid Pengembangan Kepegawaian BKD Lampung Koharuddin mengatakan 131 tenaga honorer tersebut memang tidak mendapatkan gaji, karena tidak masuk dalam APBD.
"Jadi dari 3.588 tenaga honorer, 131 tidak masuk dalam APBD. Sehingga, tenaga honorer tersebut belum gajian," ujarnya.
Terlebih lagi, saat ini Pemprov Lampung memiliki beban anggaran, kondisinya sedang defisit. Sehingga adanya upaya efisiensi anggaran pada masing- masing OPD. (adw/ap)
Editor: Harian Momentum
E-Mail: harianmomentum@gmail.com