MOMENTUM, Bandarlampung--Peringatan Kemerdekaan West Papua yang diselenggarakan oleh kelompok separatis Papua dan pendukungnya, seperti FRI-WP, dalam bentuk aksi massa, termasuk upaya NFRPB mengajukan Judicial Review terhadap pasal makar dalam KUHP sebenarnya merupakan bentuk untuk menunjukkan eksistensi perjuangan kemerdekaan Papua dan sebagai upaya mencari simpati masyarakat Papua, khususnya OAP serta dunia internasional, dengan aktif memanfaatkan forum regional dan internasional, seperti MSG dan PBB untuk menyuarakan aspirasi Papua merdeka, yang nyatanya masih dapat dinilai gagal total, sebab pemerintah Indonesia tetap mendapatkan dukungan dari berbagai negara bahwa Papua adalah wilayah sah Indonesia. Disamping itu, merespons tuntutan masyarakat Papua itu sendiri, pemerintah juga pro aktif dan intensif melakukan proses penegakan hukum terhadap para tokoh pendukung Papua Merdeka yang terbukti melakukan tindak kriminal.
Kelompok pendukung separatis Papua, seperti KNPB dan NRFPB sangat jelas memanfaatkan momentum hari HAM sedunia sebagai wadah menyuarakan terjadinya pelanggaran HAM berat oleh Pemerintah Indonesia terhadap Orang Asli Papua (OAP) ke dunia Internasional. Penyerangan kelompok pendukung OPM terhadap personil Brimob yang terjadi pada Desember 2019 sebagai bentuk provokasi dan intimidasi mereka kepada aparat keamanan, yang sejauh ini tidak direspons dengan aksi represif aparat keamanan Indonesia, sebab aparat keamanan Indonesia menyadari bahwa aksi represif aparat keamanan terhadap tindak kriminal yang dilakukan OAP akan memuluskan internasionalisasi pelanggaran HAM di Papua oleh kelompok pendukung kemerdekaan Papua. Internasionalisasi tersebut bertujuan menarik simpati dunia internasional melalui peninjauan pelaksanaan hak asasi manusia di Indonesia, khususnya Papua dalam mekanisme Universal Periodic Review di bawah struktur Dewan HAM PBB. Kelompok pendukung OPM juga melakukan framing issue menolak tuntutan pada sidang pra peradilan kasus pengibaran bendera Bintang Kejora di depan Istana Negara, dengan tujuan untuk mendiskriditkan sistem hukum di Indonesia oleh kelompok pendukung kemerdekaan Papua.
Upaya Pemerintah RI untuk menjaga stabilitas keamanan di Papua, akan terus mendapat gangguan. Berbagai upaya pemerintah untuk mendapat simpati dari masyarakat baik melalui kegiatan keagamaan, maupun kegiatan historis seperti Hari Trikora akan mendapat tantangan dari berbagai simpatisan pendukung Papua Merdeka seperti KNPB. Selain itu, perlunya upaya antisipasi terhadap penggunaan media sosial sebagai alat untuk menyebarluaskan propaganda perlawanan terhadap Pemerintah Indonesia, baik menggunakan isu pelanggaran HAM, pemberhentian otonomi khusus, maupun kedaulatan politik dan isu referendum di wilayah Papua dan Papua Barat.
Terjadinya aksi anarkis, kekerasan dan kontak tembak yang terjadi di Papua adalah bentuk gangguan yang sengaja dilakukan oleh kelompok pendukung kemerdekaan Papua yang bertujuan menciptakan situasi teror atau mencekam untuk memancing sikap represif Apkam terhadap kelompok pendukung kemerdekaan Papua maupun terhadap semua OAP. Selain itu, aksi-aksi penembakan terhadap aparat keamanan akan disebarluaskan melalui berbagai media untuk terus memupuk semangat perlawanan guna menuntut referendum kepada pemerintah Indonesia, yang sejauhnya semuanya dapat dikatakan “gagal total” baik dalam fora internasional dan diskursus dalam negeri. Papua adalah Indonesia, Indonesia adalah Papua.(**)
Oleh : Victor Alfons Talenggen dan Jonathan Alfred Gobay. Kedua penulis adalah pemerhati masalah Papua.
Editor: Harian Momentum
E-Mail: harianmomentum@gmail.com