MOMENTUM, Bandarlampung--Otonomi Khusus Papua dipandang oleh banyak pihak sebagai salah satu upaya untuk mempercepat pembangunan sekaligus sebagai cara menciptakan situasi yang aman dan kondusif di Papua. Otonomi Khusus Papua juga dapat dipandang sebagai kepercayaan pemerintah pusat kepada putera Papua untuk melakukan pembangunan secara aktif dan partisipatif.
Dengan adanya berbagai permasalahan di Papua akhir-akhir ini terutama aksi kerusuhan yang sempat terjadi di beberapa tempat di Papua pada 2019, mendorong Otonomi Khusus di Papua perlu dievaluasi. Salah satu langkah strategis untuk memperbaiki Otonomi Khusus Papua adalah dengan melakukan revisi UU Otonomi Khusus Papua.
Revisi UU Otsus Papua sudah disikapi oleh DPR dengan membantu Pansus Papua yang masa kerjanya mulai Januari-Mei 2020. Dengan waktu yang cukup singkat ditambah dengan situasi politik yang cukup dinamis, maka kerja keras dari Pansus Papua untuk menyelesaikan Revisi UU Otsus Papua sangat diharapkan.
Sebagai tumpuan harapan membaiknya pelaksanaan otonomi khusus Papua, maka revisi UU Otsus Papua perlu memperhatikan beberapa hal. UU Otsus Papua harus memperhatikan transparansi dan pencegahan korupsi dalam pelaksanaan otonomi khusus. Tidak bisa dipungkiri bahwa isu korupsi masih menjadi isu dominan dalam pelaksanaan otonomi khusus Papua. Jika persoalan korupsi ini masih belum bisa dicegah maka pelaksanaan otonomi khusus diragukan dapat menyentuh masyarakat Papua terutama yang tinggal di daerah dengan akses terbatas.
Selanjutnya UU Otonomi Khusus Papua harus mengutamakan proses partisipatif dari masyarakat. Dengan perencanaan pembagunan yang partisipatif dengan melibatkan komponen masyarakat secara lebih luas, maka pembangunan di Papua akan menjadi milik orang Papua, bukan hanya milik pemerintah yang ditonton orang Papua. Melibatkan masyarakat Papua dalam pembangunan sejak mulai perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi akan mendorong pembangunan yang lebih bermanfaat dan transparan.
Revisi UU Otonomi Khusus Papua juga harus tegas untuk membingkai masyarakat dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jangan pernah memberikan celah sekecil apapun dalam UU Otonomi Khusus Papua yang bisa dimanfaatkan sebagai masukkan kepentingan-kepentingan tertentu yang mengarah kepada disintegrasi atau gangguan kepada Pancasila. Ketegasan bahwa Papua adalah bagian dari NKRI yang sudah final harus menjadi arus utama dalam pelaksanaan otonomi khusus Papua.
Perhatian kepada Orang Asli Papua dengan berbagai kemudahan dan percapatan agar mempunyai daya saing yang unggul dan mampu berperan aktif dalam pembangunan perlu menjadi prioritas khusus. Tanpa adanya kontribusi dari orang asli Papua, maka otonomi khusus Papau akan sulit diterima oleh masyarakat sehingga nilai manfaatnya akan rendah. Upaya-upaya seperti pelatihan, pendidikan, dialog sangat penting untuk menjadi pondasi bagi pembangunan sumber daya manusia Papua.
UU Otonomi Khusus perlu direvisi dengan segara. Pansus Papua harus bekerja keras supaya bisa menyerap aspirasi dan merumuskan dalam produk hukum. Tanpa kerja keras dan kemamuan untuk berdialog dengan masyarakat Papua maka Pansus Papua akan sulit untuk mewujudkan Revisi UU Otonomi Khusus Papua. (**)
Oleh : Stanislaus Riyanta. Penulis adalah mahasiswa doktoral Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia
Editor: Harian Momentum
E-Mail: harianmomentum@gmail.com