MOMENTUM, Bandarlampung--Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandarlampung menggelar diskusi publik bertajuk Ujug-Ujug Omnibus Law Lahirkan RUU Cilaka.
Diskusi berlangsung di Sekretariat LBH Bandarlampung, Jalan Amir Hamzah, Jumat (31-1-2020).
Direktur LBH Bandarlampung Chandra Muliawan mengatakan, setidaknya ada tiga alasan kenapa Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law menjadi polemik di masyarakat.
"Pertama, potensi hapusnya upah minimum bagi buruh. Rencana pemerintah mengatur sistem upah per jam, secara otomatis akan menghilangkan sistem upah minimum," kata Chandra.
Kedua, hapusnya pesangon. Undang-Undang Ketenagakerjaan telah mengatur bahwa pekerja mendapatkan pesangon sampai sembilan bulan gaji dan dapat dikalikan dua untuk pemutusan hubungan kerja (PHK) jenis tertentu.
"Ketiga, potensi fleksibiltas pasar kerja dan perluasan outsourcing. RUU ini berpotensi akan memasukan rumusan baru berupa fleksibilitas pasar kerja," tambahnya.
Rumusan tersebut, lanjut dia, berpotensi menimbulkan tidak adanya kepastian kerja dan pengangkatan status menjadi karyawan tetap atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT).
Kondisi demikian tentu dapat mengancam masa depan buruh. Itu karena, klausul fleksibel berpotensi menyebabkan hubungan pekerja dan pemberi kerja tidak jelas. Pekerja akan mudah terkena PHK (pemutusan hubungan kerja).
"Pertanyaanya adalah seberapa banyak masayarakat yang tau dampak dan ancaman dari RUU ini? saya kira itu menjadi pertanyaan menarik," ungkapnya.
Untuk itu, LBH Bandarlampung menggelar diskusi terbuka. Tujuanya agar RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja menjadi konsumsi publik, dan masyarakat tahu apa dampak dari RUU tersebut jika disahkan. (rft)
Editor: Harian Momentum
E-Mail: harianmomentum@gmail.com