MOMENTUM, Bandarlampung--Guruku Pernah Berkata: jaga dirimu nak. Jangan sia-sia kan masa muda mu.
Kalimat itu umum didengar. Tapi tidak semua bisa memahami makna sebenarnya.
Perlahan aku mulai mengerti, kalimat yang dimaksud tersebut. Tapi tidak ngerti-ngerti banget. Sebab katanya, semua berproses.
Tahun 2011 menjadi tahun kelulusan ku. Dari SMAN 12 Bandarlampung.
Lulus SMA, kepikiran deh, mau kuliah. Eh ada om nawarin beasiswa. Di Umitra, kini Universitas Mitra Indonesia, di Bandarlampung.
Tak mikir lama, ku ambil beasiswanya. "Lumayan nih, dapat potongan 75 persen uang SPP," pikir ku kala itu.
Daftar. Ikut tes. Diterima. Lalu ikut program pro mitra alias ospek untuk mahasiswa baru.
Ospek seneng banget. Bisa kenal kawan-kawan baru. Maklum anak muda.
Tiga hari ospek rasanya sangat singkat. Pengennya tiga bulanan gitu. Tapi tak bisa diperpanjang. Yasudah, terima saja.
Pasca ospek, ikutan masuk organisasi mahasiswa (ormawa). Ku pilih Mapala (Mahasiswa Pecinta Alam).
"Asik. Seniornya keren. Kelihatan berani. Tangguh," begitu pandangan awal ku.
Daftar Mapala. Rigistrasi. Ikut materi ruang. Lalu ikut Diksar (pendidikan dasar). Diksarnya bentar si. Cuma tiga hari.
Singkat cerita. Jadilah aku anak Mapala. Kadang diledekin, mahasiswa paling lama.
Tak salah juga. Sebab banyak kawan-kawan Mapala keasikan di kampus. Sampai-sampai malas wisuda.
Kok bisa? Bisa lah.
Tapi tidak semua begitu. Buktinya aku empat tahun saja kuliahnya. 2015 wisuda.
Jadi bukan salah organisasi Mapala. Melainkan oknum mahasiswa itu sendiri.
Balik ke topik awal. 'Omongan guruku'. Yang tadi intermozo saja.
Masa kuliah ku, banyak waktu terbung sia-sia.
Kok bisa? Ya bisa lah.
Kuliah sehari paling banyak 10 SKS, kalau tidak salah. Kalau dihitung, sekitar lima jam, itu pun kalau tidak salah. Maklum sudah lama, wisuda.
Tapi yang pasti, kuliah tidak Senin-Sabtu. Kalau seandainya mata kuliah dipadatkan, paling tiga hari saja. Kuliah dari pagi sampai sore.
Kita lanjutkan ceritanya ya. Jadi ada waktu senggang (tak terpakai kuliah) setiap minggu, sekitar tiga hari. Di luar hari Minggu (waktu bersantai).
Tapi sayang. Banyak mahasiswa mensia-siakan waktu itu. Aku salah satunya.
Dulu sih, keenakan bermain. Punya banyak kawan di kampus. Belum lagi kawan di kampus lain. Belum lagi kawan lama: SMA, SMP.
Belum lagi waktu untuk tidur. Belum lagi waktu untuk ngeroko sambil ngopi. Ditambah lagi aktivitas Mapala, dan organisasi lain yang aku ikuti. Kelihatannya sih santai, tapi cukup padat juga.
Tulisan di atas itu cuma sekilas berita atau cerita dulu.
Sekarang. Kalau mau difikir. Banyak ya waktu terbung sia-sia. Cuma untuk bersanda gurau. Bukannya untuk belajar.
Yah. Nasib, nasib. Kalau kata pepatah mah, nasi sudah menjadi bubur.
Aku pun sempat berhayal. Andaikan waktu bisa terulang kembali. Maunya dulu banyak-banyakin belajar.
Bisa jadi mengkaji atau menghafal Quran. Biar bisa jadi penceramah atau hafidz gitu, seperti cita-cita di waktu kecil.
Bisa jadi juga ikutan klub olahraga, siapa tahu bisa jadi atlet kan.
Tapi kenyataannya tidak. Itu hanya khayalan ku saat ini. Saat dimana aku sudah punya anak dan istri. Sudah wajib bekerja, mencari nafkah.
Kini, aku pun kembali teringat nasihat guru. "Jaga dirimu nak. Jangan sia-sia kan masa muda mu".
Sekarang mulai terasa. Sulit membagi waktu. Hanya sekedar untuk belajar. Memperdalam ilmu-ilmu di hadapan guru.
Maksudnya ilmu agama. Ilmu yang bakal menjadi bekal. Di dunia. Hingga akhirat.
Maka beruntunglah kalian yang masih muda dan lajang. Punya waktu luang untuk menuntut ilmu agamanya Allah dari para guru yang manshur.
Tapi bukan berarti yang sudah menikah, atau yang sudah tua tidak bisa menuntut ilmu ya.
Sebab katanya, maksud ku kata Rasulullah, menuntut ilmu itu dari buayan hingga liang lahat. Semoga bermanfaat.
Oleh: Agung Chandra Widi, wartawan Harian Momentum, Sabtu pagi (8-2-2020).
Editor: Harian Momentum
E-Mail: harianmomentum@gmail.com