MOMENTUM, Bandarlampung--Selasa pagi, saya dan jajaran redaksi mendapat kesempatan bersilaturahmi dengan Kapolda Lampung, Irjen Pol Purwadi Arianto.
Sebelum naik ke ruang kerjanya di lantai dua, dia mengajak kami sarapan terlebih dahulu. Menyantap lontong sayur yang sudah terhidang ala prasmanan.
Saya kaget. Saat memasukkan potongan lontong ke dalam piringnya, jenderal polisi bintang dua itu sempat protes kepada petugas penyedia makanan.
Lontong sayur. Lontongnya ada, tapi mana sayurnya? Kelakarnya sontak membuat banyak orang tertawa. Termasuk saya yang berdiri disampingnya.
Obrolan kami terus bergulir. Sembari menyantap makanan bersantan itu, sesekali dia melontarkan candaan. Bahkan dia sempat mengajak saya bicara bahasa batak.
Dia terkenang saat dulu menjadi ajudan Jenderal (Purn) Sutanto, Kapolri periode 2005-2008. Meski bersuku Jawa, Sutanto sering berbicara menggunakan logat Medan. Karena pernah menjadi Kapolda di sana. Hingga dia ikut- ikutan bahasa Medan.
Asik berbincang, lontong di piring pun habis. Saya dan rombongan diajak naik ke ruang kerjanya, di lantai dua. Obrolan pun berlanjut.
Dia menceritakan gagasannya, menyulap ruangan bawah pintu masuk Mapolda Lampung sebagai ruang belajar organisasi. Sejak menjabat sebagai Kapolda.
Di tempat itu, para pejabat utama biasa bertukar informasi tentang tugas- tugas keseharian. Terkadang, di ruangan itu dia juga meminta penjelasan kepada pejabat yang baru selesai mengikuti rapat kerja tekhnis di Mabes Polri.
Intinya, ruangan itu tidak hanya sekedar tempat sarapan. Nilai positifnya banyak. Wadah saling bertukar pendapat dan tempat diskusi.
Mendengar penjelasan kapolda itu, saya mulai paham. Ruangan bawah yang kami pakai tadi sebagai tempat sarapan dia analogikan sebagai piring. Sementara lontong dan sayur dia ibaratkan seperti kumpulan pejabat utama Polda.
Jika lontongnya dipisah dari sayur, maka lontong itu tidak lebih dari sekedar nasi yang dilembekkan. Begitupun dengan sayur, saat dipisahkan dari lontong, maka tidak lebih dari tumpukan sayur biasa.
Tapi, bila keduanya digabung menjadi satu, nilainya akan lebih spesial. Menjadi lontong sayur. Namun, kedua menu itu tentu butuh wadah, yakni piring.
Sehingga kapolda menciptakan ruang belajar organisasi itu sebagai wadah pertemuan, wadah diskusi. Agar segenap kepolisian di bumi ruwa jurai mampu menyatukan visi demi terciptanya Lampung yang aman dan kondusif di bawan kepemimpinannya.
Semoga nanti saya bisa diundang lagi untuk makan lontong sayur ya pak Kapolda! Hehehe. Itu saja, Tabikpun.(*)
Editor: Harian Momentum
E-Mail: harianmomentum@gmail.com