MOMENTUM, Bandarlampung--PT Kereta Api Indonesia (KAI) Divre IV Tanjungkarang, Kamis, 27 Februari 2020, mengambil-alih secara paksa asetnya berupa rumah yang puluhan tahun ditempati warga.
Menggunakan alat berat eksavator, PT KAI merobohkan rumah yang terletak di Jalan Manggis No. 86A Kelurahan Pasirgintung, Kecamatan Tanjungkarang Pusat, Bandarlampung.
Manager Humas PT KAI Divre IV Sapto Hartoyo mengatakan, warga yang menghuni rumah aset PT KAI itu diklaim tidak memiliki ikatan kontrak sewa dengan PT KAI dan menolak meninggalkan rumah tersebut.
Menurut dia, PT KAI memiliki hak atas aset tersebut berdasarkan Grondkaart No. 10 tahun pengesahan 1913, serta tercatat dalam buku aset rumah perusahaan halaman 537 nomor urut 59 tahun 2013.
PT KAI melakuka penertiban aset dengan cara paksa karena sikap penyewa yang tidak tertib selama beberapa tahun.
“Langkah ini dilakukan untuk mengamankan aset negara yang saat ini dikuasai sekelompok orang tidak bertanggung jawab,” ujar Sapto ditemui di lokasi, Kamis (27-2-2020).
Sapto menuturkan, kontrak sewa antara penyewa rumah perusahaan tersebut dengan PT KAI telah berakhir pada 2015. Sejak itu, penyewa tidak lagi mau membayar uang sewa.
“Sejak 2016 penghuni ini tidak lagi membayar sewa. Artinya penghuni sudah sekian lama menunggak tidak membayar kontrak,” kata Sapto.
Dia menambahkan, atas pelanggaran yang dilakukan penghuni, potensi pendapatan persewaan aset PT KAI Divre IV yang telah masuk dalam aktiva tetap PT KAI yang hilang hingga tahun 2020 lebih dari Rp113,4 juta. Hal ini menjadi temuan BPK.
Menurut Sapto, rumah yang memiliki luas tanah 529 m2 dan luas bangunan 44 m2 tersebut sebelumnya dihuni keluarga almarhum Barus, pensiunan pegawai kereta api.
Setelah Barus meninggal dunia, rumah perusahaan tersebut dihuni oleh istri dan anak alm. Barus dan sampai tahun 2015 masih ada ikatan perjanjian kontrak dengan PT KAI.
Sapto menjelaskan, pada tahun 2016 rumah perusahaan tersebut sudah diserahkan keluarga Alm. Barus kepada KAI dengan membuat surat pernyataan bermaterai. Tetapi kenyataannya yang bersangkutan tidak mau meninggalkan rumah tersebut dan masih menempati tanpa mau melakukan ikatan kontrak.
Dikatakan Sapto, sebelum melakukan penertiban sudah melakukan berbagai proses seperti melayangkan surat peringatan 1 sampai 3 kepada penghuni untuk berkontrak kembali atau meninggalkan rumah tersebut, tetapi tidak digubris.
"Sebenarnya permasalahan ini akan menjadi sederhana jika masyarakat yang menempati aset KAI tersebut secara sadar memahami bahwa aset yang ia tempati bukanlah miliknya. Pegawai yang sudah tidak dinas alias pensiun seharusnya segera mengembalikan rumah dinas kepada perusahaan atau menyewanya sesuai ketentuan perusahaan. Kesadaran inilah yang harus dimiliki oleh siapapun yang menempati aset milik negara atau milik perusahaan," tegas Sapto.
Pantauan harianmomentum.com, meskipun sempat mendapat perlawanan dari penyewa rumah dan warga lainnya, namun proses penertiban tetap berlangsung dengan aman.
Sejumlah anggota polisi tampak berjaga di sekitar lokasi penertiban untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.
Sementara Sariaman Ginting selaku penyewa rumah mengakui pihaknya telah menerima tiga surat dari PT KAI yang berisi informasi untuk melakukan pengosongan rumah sudah lama ditempatinya tersebut.
"Kita prihatin karena setelah surat itu tidak ada kompromi lagi tetapi langsung eksekus. Di surat itu kan hanya pengosongan, saya pikir tidak sejauh itu (penertiban langsung)," tutur Ginting.
Meski demikian, Ginting mengaku tidak dapat berbuat banyak, lantaran dia sebagai menantu alm Barus tidak memegang surat-surat terkait kepemilikan rumah tersebut.
"Kalau negosiasi belum pernah ada. Ya kalau sudah begini kita mau ngomong apa lagi," tutupnya. (*).
Laporan: Ira Widya.
Editor: M Furqon.
Editor: Harian Momentum
E-Mail: harianmomentum@gmail.com