MOMENTUM, Bandarlampung--RUU Omnibus Law dan Revisi UU Otsus Papua menjadi isu penting yang cukup menyita perhatian publik. RUU Omnibus Law terutama yang terkait dengan Cipta Kerja isunya semakin meruncing dengan adanya penolakan dari kelompok buruh dan sebagian dari masyarakat sipil. Revisi UU Otsus Papua tidak kalah menjadi bahan kontroversi mengingat UU Otsus Papua yang saat ini berlaku akan habis masanya pada tahun depan, revisi perlu segera dilakukan namun para pemangku kepentingan Papua belum berada dalam satu jalur kesepahaman.
Di saat pandemi Covid-19 tentu Baleg DPR akan merasa tidak enak hati dan khawatir mendapat kritikan jika bekerja cepat menyelesaikan RUU Omnibus Law dan revisi UU Otsus Papua. Di sisi yang lain pihak-pihak yang terkait dengan kedua produk hukum tersebut terutama Kementrian/Lembaga nampaknya belum berjuang sekuat tenaga untuk melakukan sosialisasi RUU Omnibus Law dan revisi UU Otsus Papua ini.
Kemenko Perekonomian yang menjadi leading sector RUU Omnibus Law harus mampu menggalang Kementrian/Lembaga yang lain untuk bersama-sama sekuat tenaga melakukan pendakatan dan dialog dengan para pemangku kepentingan untuk menghasilkan satu pemahanan terkait RUU Omnibus Law. Pertentangan yang terjadi harus ditangani dengan baik salah satunya dengan dialog untuk memperoleh satu pandangan yang salin dipahami.
Saat ini adanya pertentangan dari kelompok masyarakat sipil terhadap RUU Omnibus Law diperkirakan karena kelompok masyarakat sipil tersebut tidak dilibatkan dalam penyusunan RUU Omnibus Law sehingga pendapat-pendapat yang muncul bisa berbeda dengan pemerintah atau dengan pihak lain yang menyetujui RUU Omnibus Law. Tanpa adanya dialog oleh semua pihak yang berkepentingan maka pertentangan tersebut akan terus terjadi karena perbedaan perspektif yang muncul akibat tidak pernah berada dalam dimensi berpikir yang sama.
Permasalahan yang sama juga terjadi pada revisi UU Otsus Papua, leading sector dari revisi produk hukum tersebut adalah Kementrian Dalam Negeri. UU Otsus Papua mutlak harus diperbarui mengingat masa berlaku UU Osus Papua yang saat ini digunakan akan habis pada tahun 2021, sehingga kesempatan terakhir untuk memperbaik UU Otsus Papua tersebut adalah tahun ini.
Tujuan dari RUU Omnibus Law Cipta Kerja dan RUU Omnibus Law Perpajakan adalah untuk memperkuat perekonomian nasional melalui perbaikan ekosistem investasi dan daya saing Indonesia, khususnya dalam menghadapi ketidakpastian dan perlambatan ekonomi global. Secara spesifik dengan adanya Omnibus Law diharapkan dapat: menghilangkan tumpang tindih antar peraturan perundang-undangan; efisiensi proses perubahan/pencabutan peraturan perundang-undangan; dan menghilangkan ego sektoral yang terkandung dalam berbagai peraturan perundang-undangan.
Revisi UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus sangat penting untuk dilakukan tahun ini dan harus menjadi prioritas dikarenakan dana otsus bagi Papua dan Papua Barat yang bersumber dari Dana Alokasi Umum (DAU) APBN akan berakhir pada tahun 2021 sesuai UU tersebut. Revisi UU Otsus Papua tersebut sangat penting terutama demi kelancaran pembangunan di Papua, yang tidak mungkin ditunda atau diabaikan.
Dengan melihat situasi dan tujuan dari RUU Omnibus Law dan revisi UU Otsus Papua, maka dapat dinilai bahwa urgensinya sangat tinggi dan mendesak untuk segera diselesaikan dan diundangkan. Tidak ada pilihan lain bagi DPR dan Pemerintah untuk segera melakukan percepatan dengan segala upaya agar RUU Omnibus Law dan revisi UU Otsus Papua segera terwujud.(**)
Oleh: Stanislaus Riyanta, penulis adalah pengamat kebijakan publik.
Editor: Harian Momentum
E-Mail: harianmomentum@gmail.com