MOMENTUM, Bandarlampung--“Bersiap hidup normal namun tidak dengan euporia”. Itulah rangkaian kalimat yang pantas dikomunikasikan ke publik untuk meminimalisasi status tanggap darurat bencana Covid-19 yang terus menjadi isu hangat dunia.
Rasanya sudah banyak sekali sosialisasi dan literasi yang diulik secara detail mengenai perkembangan wabah tersebut. Pelaksanaan protokol kesehatan yang benar dan adanya kedisiplinan tinggi akan dapat mengantarkan masyarakat ke gerbang new normal.
New normal bukan dalam artian back to normal, namun pemerintah akan menentukan kebijakan yang tepat di waktu yang tepat juga agar bisa kembali beraktivitas lagi meskipun virus ini masih belum berakhir dan diprediksi ada dalam jangka waktu yang panjang, sehingga konsep new normal itu dapat berlaku pada saat dan pasca pandemi berlalu.
Penyelesaian PSBB pun diharapkan cepat direalisasikan di setiap daerah agar selaras dengan implementasi new normal yang sudah dinanti-nantikan oleh banyak orang.
Komunikasi tatap muka harus dikurangi agar bisa mencapai fase new normal sebagai bagian dari kehidupan di masa depan yang baru. Perubahan yang tidak direncanakan itu membawa konsekuensi yang pada mulanya menjadi bagian dari masalah komunikasi.
Hal ini akan terasa asing namun diharapkan dapat menjadi suatu kebiasaan dan tradisi baru di dalam keseharian. Revolusi tatanan kehidupan baru ini, mengharuskan kita semua berjarak bukan menghilang.
Selaras dengan pandangan tersebut maka dibutuhkan fungsi komunikasi instrumental (terangkum di dalam Buku Pengantar Ilmu Komunikasi, Karya Prof Deddy Mulyana tahun 2006) yang dapat menginformasikan, mengajar, mendorong, mengubah sikap dan keyakinan, serta menggerakan tindakan setiap individu maupun kelompok yang ada di dalam masyarakat. Upaya untuk membiasakan diri dengan beraktivitas di rumah, ternyata tanpa disadari dapat membawa kita melihat pembenahan disetiap aspek kehidupan.
Bahkan sesungguhnya potret hiruk pikuk Jakarta khususnya sebagai pusat ibukota yang biasa dipenuhi dengan polusi dan bisingnya aktivitas manusia, justru saat ini telah memberikan atmosfer ketenangan yang berbeda melalui unggahan terupdate beberapa foto oleh netizen di media sosial.
Lingkungan dan alam yang sedang beristirahat sejenak itu, tentu berkaitan dengan kegiatan pariwisata. Indonesia adalah salah satu negara yang kaya akan potensi wisatanya. Sejak tahun 2017, branding iklan Wonderful Indonesia mengantarkan kegiatan pariwisata sebagai bagian dari industri unggulan yang kompetitif dan komparatif.
Sehingga dapat memberikan kontribusi serta dapat meningkatkan perekonomian negara karena tumbuh dengan sangat pesat. Namun, turbulensi yang melanda setiap sendi kehidupan saat ini turut menghampiri kegiatan pariwisata juga yang tentunya mengalami pemerosotan pendapatan secara drastis. Banyak destinasi wisata yang rugi besar-besaran dan harus tutup karena tidak dapat beroperasi. Lalu, bagaimanakah kesiapan pariwisata itu sendiri di setiap daerah untuk menata kembali pada sistem kehidupan new normal ? sehingga diharapkan dapat terus mendukung para pelaku usaha wisata, baik pebisnis besar, sektor usaha kecil dan menengah ataupun sektor tenaga kerja musiman yang sedang vakum untuk waktu sekarang ini.
Skenario New Normal untuk Pariwisata
Membuka sektor pariwisata di tengah pandemi sesungguhnya memang beresiko tinggi. Kerja sama yang kondusif sangat dibutuhkan antara pemerintah, swasta dan masyarakat sebagai stakeholders pariwisata untuk tidak tergesa-gesa memulihkan keadaan ini seperti semula lagi yang utamanya akan tetap dapat dikontrol dengan baik. Ada banyak hal yang harus diperhatikan ketika melirik kegiatan pariwisata di Indonesia yang memang cukup menjanjikan dan menjadi magnet bagi para wisatawan. Mulai dari protokol kesehatan, akomodasi, infrastruktur, transportasi, maupun fasilitas yang ada di area wisata tersebut.
Rangkaian mitigasi bencana seperti sosialisasi, uji coba dan simulasi yang komplit harus disusun sebagai kesatuan paket untuk tetap menjaga keselamatan dan kesehatan publik. Bahkan dalam Pidato Presiden pada tanggal 28 Mei 2020 pun mengatakan akan ada aturan yang ketat agar tetap produktif berkegiatan sebagai bagian dari strategi untuk program pariwisata di dalam negeri yang aman dari Covid-19. Sehingga hal tersebut juga akan berdampak pada modifikasi dan trend pariwisata yang mungkin saja bisa berubah sewaktu-waktu.
Dalam mengimplementasikan komunikasi pariwisata yang efektif dan efisien di era digitalisasi saat ini, dibutuhkan komunikasi yang sangat terbuka terutama jika dihubungkan dengan wisatawan sebagai konsumen utama dalam industri pariwisata itu sendiri. Pemanduan dan pengawasan new normal di setiap destinasi wisata, tentunya memang diprioritaskan untuk daerah yang sudah dinyatakan siap dibuka dan harus saling terkoordinasi dengan gugus tugas maupun kepala daerah wilayah masing-masing.
Pembukaan kembali objek wisata harus dilakukan bertahap. Super penting lainnya yaitu dukungan dari para pelaku sektor pariwisata dan ekonomi kreatif dalam pelaksanaan protokol new normal tersebut agar dapat bangkit kembali, seperti restaurant dan hotel. Mempromosikan industri pariwisata secara daring adalah inovasi yang terlihat di beberapa media sosial.
Hal tersebut dapat dikemas semenarik mungkin untuk mengembalikan minat calon wisatawan. Kondisi yang ada pun tidak menghalangi hasrat para penggiat pariwisata untuk menikmati keindahan dan pesona nusantara sebagai salah satu dampak positif untuk terus menjaga eksistensi pariwisata di setiap daerah. Bersabarlah, kesempatan untuk memuaskan gairah kerinduan akan kegiatan berwisata akan segera dikeluarkan dan dilaksanakan.(**)
Oleh: Dyaloka Puspita Ningrum, S.I.Kom.,M.I.Kom, Wakil Dekan 2 FISIPOL UWM, dan dosen Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Widya Mataram.
Editor: Harian Momentum
E-Mail: harianmomentum@gmail.com