MOMENTUM, Bandarlampung--Berbicara narkotika memang membuat seluruh negara di dunia khawatir dan resah. United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) sebagai badan dunia yang mengurusi masalah narkotika mencatat setidaknya ada 271 juta jiwa di seluruh dunia atau 5,5 persen dari jumlah populasi global penduduk dunia dengan rentang usia antara 15 sampai 64 tahun telah mengonsumsi narkotika. Setidaknya orang tersebut pernah mengkonsumsi narkotika di tahun 2017 (UNODC, World Drugs Report 2019).
Sementara itu, Badan Narkotika Nasional (BNN) mencatat persoalan narkotika di Indonesia masih dalam kondisi yang membutuhkan perhatian dan kewaspadaan tinggi secara terus menerus dari seluruh elemen bangsa.
Sebagian besar para pengguna termasuk kategori usia pemuda. Fenomena ini tak mengherankan sebab secara demografi Indonesia mempunyai populasi pemuda yang besar.
Narkotika memang merupakan permasalahan multi-dimensi dan teramat kompleks karena berkaitan dengan persoalan hukum, keamanan negara, kesehatan, ekonomi, maupun sosial.
Oleh karena itu, dibutuhkan kerjasama dan kolaborasi dalam penanganannya. Membangun mindset dan frame yang sama dalam penanganan permasalahan narkotika adalah langkah awal dalam membangun sistem yang kuat dalam mengatasi permasalahan narkotika di Indonesia.
Merespon persoalan tersebut kita tidak boleh terlena dan kewaspadaan terhadap narkotika harus lebih ditingkatkan karena pada tahun 2019 terjadi peningkatan sebesar 0,03 %. Kenaikan ini disebabkan oleh adanya peningkatan penyalahgunaan narkotika jenis baru (New Psychoactive Substances) yang di tahun-tahun sebelumnya belum terdaftar di dalam lampiran Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan Permenkes Nomor 13 tahun 2014.
Sasaran penyelundupan dan pengguna narkotika dewasa ini agaknya sudah tidak lagi mengenal batasan usia ataupun pekerjaan. Mulai dari remaja, pemuda, sampai orang tua. Pelajar, mahasiswa, para pekerja, ataupun pengangguran semua potensial menjadi target bidikan gembong narkotika. Bahkan beberapa artis dan public figure ternama Indonesia ikut terjerumus ke dalam jeratan narkotika. Lebih mirisnya lagi disinyalir ada oknum penegak hukum dan BNN yang turut terlibat peredaran narkotika di penjara.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan marak terjadinya penyelundupan narkotika. Pertama, sulitnya mencari pekerjaan yang menyebabkan tingginya tingkat pengangguran. Apalagi di masa pandemi ini, yang mana banyak orang kehilangan pekerjaan.
Kondisi ini diperparah tidak hanya kemiskinan secara finansial akan tetapi juga kemiskinan moral. Sehingga, pelariannya yaitu menjadi penyelundup narkotika yang dianggap dapat mendatangkan banyak uang.
Kedua, kurangnya pengawasan terhadap kelompok yang rawan sebagai penyalaguna narkotika. Selama ini, pemerintah dan penegak hukum hanya fokus mengawasi para penyelundup narkotika saja, tanpa memperhatikan kelompok yang rentan terhadap narkotika, khususnya para remaja ataupun pelajar. Mereka tentunya lebih mudah terpengaruh narkotika karena emosinya masih labil.
Ketiga, lemahnya penegakan hukum. Penegak hukum selama ini dianggap lamban dan kurang tegas dalam menangani kasus narkotika. Padahal Indonesia telah mengatur secara jelas ke dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, akan tetapi pelaksanaannya kurang sesuai.
Keempat, belum tertanamnya kesadaran dan pedidikan karakter baik dalam keluarga maupun lingkungan pergaulan. Lemahnya pembinaan dan pengawasan orang tua dalam keluarga serta salah memilih lingkungan pergaulan membuat anak mudah terpengaruh dan rentan terjerumus ke dalam narkotika.
Merespon persoalan narkotika, peran serta pemerintah dan masyarakat serta seluruh komponen bangsa Indonesia harus terus dijalin erat agar komitmen bersama dalam rangka penanggulangan narkotika makin kuat dan sinergis, termasuk sikap bersama dalam menolak upaya legalisasi ganja di Indonesia.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika pasal 8 ayat 1 dan 2, menyatakan bahwa ganja termasuk jenis narkotika alami, yang tidak dapat digunakan sama sekali untuk kesehatan.
Ganja hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan. Ganja juga mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan.
Selain ganja, tanaman lainnya yang harus menjadi atensi bersama adalah Kratom atau Mitragyna Speciosa. Tanaman ini banyak tumbuh di wilayah Provinsi Kalimantan Barat dan termasuk dalam daftar bahan yang dilarang digunakan dalam suplemen makanan dan obat tradisional.
Kratom mengandung senyawa-senyawa yang berbahaya bagi kesehatan. Dampak negatif yang ditimbulkan dari Kratom ini adalah efeknya 13 kali lebih kuat dari morfin yang bisa menimbulkan kecanduan/adiksi, depresi pernafasan hingga mengakibatkan kematian.
Karena dampaknya yang sangat berbahaya tersebut, maka sejak bulan Desember 2017 BNN telah merekomendasikan Kratom masuk ke dalam Narkotika Golongan I (satu).
Tak hanya itu, ancaman lain yang harus diantisipasi secara serius adalah maraknya peredaran Narkotika jenis baru hasil sintetis atau dikenal dengan sebutan New Psychoactive Substances (NPS).
Terkait hal ini, Pusat Laboratorium Narkotika BNN telah mendeteksi terdapat sebanyak 76 jenis NPS, dari total jumlah tersebut 71 NPS tersebut diantaranya sudah masuk dalam regulasi dan terdaftar di dalam Permenkes Nomor 44 tahun 2019.
Melihat berbagai peliknya masalah narkotika, sudah saatnya kita berupaya semaksimal mungkin untuk mencegah dan memberantas segala bentuk tindak kejahatan narkotika.
Tentunya hal ini merupakan tanggung jawab kita bersama. Pemerintah harus bersinergi dengan LSM, institusi pendidikan, serta struktur pemerintahan sampai tingkat RT/RW.
Upaya yang dapat dilakukan pemerintah yaitu membuka dan memperluas lapangan pekerjaan.
Selain itu, melakukan pengawasan ketat dan menyeluruh baik para penyelundup maupun kelompok yang rentan terhadap narkotika melalui kerja sama dengan institusi pendidikan dan struktur pemerintahan sampai tingkat bawah.
Selanjutnya, para penegak hukum harus bertindak tegas tanpa pandang bulu terhadap penyelundup narkotika. Penanaman pendidikan karakter juga harus dilakukan sedini mungkin di lingkungan keluarga dan institusi pendidikan dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi.
Artinya, pemberantasan kasus narkotika juga tak hanya tugas pemerintah atau BNN saja. Melainkan seluruh masyarakat juga punya tanggung jawab moral untuk bersinergi membasmi barang haram ini. Mulai dari level keluarga yang merupakan elemen terkecil dalam masyarakat. Hendaknya keluarga mendidik anak-anaknya untuk menjauhi narkotika.
Institusi sosial kecil ini juga harus menyiapkan individu dengan diajari nilai-nilai budi pekerti yang luhur. Artinya, bahwa keluarga merupakan sekolah pertama yang sangat penting. Pun demikian di lingkungan sekolah peran guru sangatlah penting untuk mendidik siswanya termasuk dalam memahami bahaya penyalahgunaan narkotika.
Kemudian, lingkungan kampus sepagai tempat institusi mahasiswa kuliah tentu menjadi pilar utama dalam pemberantasan kejahatan narkotika di kalangan mahasiswa. Edukasi bahaya penyalagunaan narkotika di lingkungan kampus perlu digencarkan.
Kampus juga harus membuat aturan yang tegas dan ketat terkait barang yang berbahaya ini. Misalnya saja dengan melakukan tes narkotika sebagai bagian dari syarat seleksi mahasiswa baru.
Kampus juga bisa melakukan razia narkotika di kampus sebagai upaya syok terapi bagi oknum dosen, karyawan, dan mahasiswanya yang ingin coba-coba terhadap barang haram tersebut.
Di lingkungan masyarakat, termasuk di lingkungan kos-kosan ataupun kontrakan mahasiswa juga perlu digalakkan kampanye anti-narkotika secara masif. Kegiatan seperti ini bisa berkoordinasi dan bersinergi dengan Aparat kampung dan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), khususnya yang konsen dalam hal penumpasan narkotika.
Masyarakat juga juga perlu memperhatikan berbagai modus operandi (metode penyembunyian) narkotika termasuk di lingkungan kos-kosan atau tempat tinggal mahasiswa.
Pemerintah sebagai pihak yang punya politic will harus menegakkan hukum setegak-tegaknya. UU nomor 35/2009 tentang Narkotika dan Peraturan Pemerintah No.40/2013 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Narkotika harus ditegakkan. Sosialiasi dan edukasi masyarakat tentang pengenalan jenis-jenis narkotika dan bahayanya juga perlu digencarkan.
Demikian juga kontrol/pengawasan di bandara dan pelabuhan melalui bea cukai makin diperketat. Hal yang perlu diperhatikan yaitu sistem pengiriman lewat pos dengan alamat perorangan/perusahaan fiktif yang membuat sulit dilakukan dengan teknik controlled delivery.
Harapannya dengan sinergi antara kampus dengan instansi seperti BNN, aparat kepolisian, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan, Kemenristek Dikti, LSM, dan aparat masyarakat, untuk menyatukan langkah dalam upaya pemberantasan narkotika di kalangan mahasiswa. Harapannya mahasiswa di negeri ini bebas narkotika dapat terwujud, semoga.(**)
Oleh: Suwanto, Pegiat Kampung Ramah Anak dan Pengajar di Pondok Dompet Dhuafa Jogja.
Editor: Harian Momentum
E-Mail: harianmomentum@gmail.com