MOMENTUM, Bandarlampung--Kementerian Sosial (Kemensos) Republik Indonesia tampaknya perlu meniru kebijakan Kementerian Agama (Kemenag), dalam program sertifikasi.
Tapi, kali ini bukan untuk para penceramah. Melainkan sertifikasi terhadap orang gila. Supaya mereka tidak bertindak radikal.
Karena akhir- akhir ini tindakan mereka cukup meresahkan masyarakat. Bagaimana caranya? Saya sendiri masih bingung.
Tapi mungkin, dengan sedikit tulisan gila yang terinspirasi dari status facebook seorang teman ini, mampu memotivasi para pemangku kebijakan.
Amankan seluruh orang gila yang berkeliaran di jalanan. Begitu pun dengan orang yang pura- pura gila di tengah kehidupan bermasyarakat.
Masukkan mereka ke dalam rumah sakit jiwa (RSJ). Lalu obati. Bagi yang berhasil sembuh, beri pelatihan keterampilan agar mampu bertahan hidup.
Tentu keterampilan itu nantinya dilengkapi dengan sertifikat. Sehingga orang normal di luaran sana percaya dengan skill mereka, dan bersedia mempekerjakannya.
Lantas bagaimana dengan orang gila yang tidak bisa sembuh? Tetap tempatkan di dalam RSJ. Terus berikan perawatan medis yang terbaik.
Langkah itu saya rasa lebih bijaksana, dibandingkan membiarkan mereka berkeliaran di luar, sehingga mengakibatkan gangguan sosial.
Saya ambil contoh di Provinsi Lampung. Dalam sepekan terakhir, sudah ada dua terduga orang gila membuat jagat maya heboh.
Adalah Alpin Andria--yang kata keluarganya gila, telah menusuk pendakwah ternama Syekh Ali Jaber pada 13 September 2020, di Bandarlampung.
Pemuda berusia 26 tahun itu tiba- tiba naik ke atas panggung dan menusuk Syekh Ali Jaber menggunakan sebilah pisau.
Peristiwa yang mengorbankan ulama itu langsung viral di sosial media. Mulai dari pejabat, politisi, ulama dan banyak kalangan lainnya mengecam peristiwa itu.
Hanya berselang dua hari, tepatnya 15 September 2020, terduga orang gila kembali berulah di kota berjuluk “Tapis Berseri”. Aksi bakar sampah yang dilakukannya berakibat fatal.
Bagian depan gedung gelanggang olah raga (GOR) Saburai yang terletak di Kecamatan Enggal itu hangus dilalap si jago merah.
Beruntung, kesigapan personil BPBD setempat yang menurunkan tujuh unit mobil pemadam kebakaran (damkar), berhasil memadamkan kobaran api.
Merujuk dua insiden besar itu, sudah seharusnya pemerintah mengambil sikap tegas. Jangan sampai terjadi kembali.
Sudah saatnya mereka semua dikarantina. Diobati, dibina lalu diberi sertifikasi agar tidak radikal.
Bila dibiarkan, bukan tidak mungkin akan lebih banyak para ulama menjadi korban. Banyak bangunan kembali terbakar.
Karena, saat ini sulit membedakan orang yang benar- benar gila dengan yang pura- pura gila. Sehingga dibutuhkan ide gila agar kita semua tidak ikut gila. Tabikpun. (**)
Editor: Harian Momentum
E-Mail: harianmomentum@gmail.com