E-voting vs Perppu Sanksi Protokoler Kesehatan Covid-19

Tanggal 21 Sep 2020 - Laporan - 1124 Views
Gindha Ansori Wayka

Oleh Gindha Ansori Wayka

MOMENTUM--Jika pilkada serentak tetap dilaksanakan pada Desember 2020, perlu dikaji bagaimana tingkat partisipasi rakyat dalam pilkada serentak di tengah pandemi Covid-19. 

Dipastikan partisipasi itu akan rendah, mengingat masih banyak masyarakat yang lebih baik diam di rumah dari pada datang dan memilih di tempat pemungutan suara. Hal ini  disebabkan rakyat sedang berhadapan dengan pandemi Covid-19. 

Disamping itu, rakyat juga kini melihat pilkada itu hanya ritual demokrasi semata yang pada akhirnya terkadang bukan mendatangkan manfaat, tetapi malapetaka untuk rakyat. Bahkan pemimpinnya sendiri jika tidak sesuai aturan dalam memimpin (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme). 

Seharusnya di tengah pandemi, jika terpaksa pilkada serentak dilaksanakan pada Desember mendatang, maka pemerintah termasuk KPU serta elemen masyarakat lainnya harus bahu membahu memikirkan dan menciptakan perangkat lunak bagaimana e-voting (pemungutan suara elektronik). Bukan sekadar membuat dan menerbitkan perpu tentang perketat protokol kesehatan dengan tambahan sanksi semata. 

Jangan bentur masyarakat dengan wabah pandemi Covid-19 tanpa solusi demokrasi yang elegan. Sementara yang jadi pemimpin nantinya dipastikan ada yang belum tentu sepeduli itu dengan rakyatnya.

Ditengah kegawatan dunia saat ini, berfikirnya harus komprehensif agar menjadi pribadi yang solutif. Seberapa penting ada pejabat itu "nongkrongin" jabatannya dibanding keselamatan rakyat. Bukankah ada asas hukum umumnya "salus populi suprema lex esto alias keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi".

Menunda pilkada serentak bukan kemudian kita tidak berdemokrasi. Ada banyak celah pemerintah untuk menerbitkan regulasi dan mengisi kekosongan jabatan gubernur,  walikota dan bupati se-Indonesia untuk hanya sekadar melewatkan wabah pandemi Covid-19 atau dengan cara menyiapkan metode e-voting untuk pemilihan pemimpinnya. 

Jangan hanya alasan hanya untuk sekadar mengisi ruang kosong jabatan gubernur, walikota dan bupati, rumah sakit menjadi penuh dan sesak oleh korban dampak yang akan ditimbulkan dari perhelatan rutinitas demokrasi yang kadang menunjukkan dagelan tak berkualitas. Enggak banget deh!

Gindha Ansori Wayka - Koordinator Presidium Komite Pemantau Kebijakan aan Anggaran Daerah (KPKAD) Lampung.

Editor: Harian Momentum


Comment

Berita Terkait


Kartel Politik Pilkada: Potret Ironi Demokras ...

MOMENTUM -- Munculnya calon tunggal pada perhelatan Pilkada 2024 ...


Sabahbalau Tanjungbintang Berbeda Dengan Kota ...

MOMENTUM -- Membaca berita yang berseliweran akhir-akhir ini, ter ...


Regulasi Calon Kepala Daerah ...

Syarat Calon dan PencalonanJika kita mengikuti pemberitaan di med ...


Regulasi Calon Kepala Daerah ...

MOMENTUM, Bandarlampung--Suasana ballroom hotel berbintang di kaw ...


E-Mail: harianmomentum@gmail.com