MOMENTUM, Bandarlampung--Tujuh Komisioner Badan Pengawas
Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi Lampung menjadi teradu dalam sidang dugaan
pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu.
Sidang yang digelar oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara
Pemilu (DKPP) tersebut digelar secara virtual, Senin (8-3-2021).
Dalam persidangan, Aryanto Yusuf dan Rakhmat Husein Darma Cane selaku pengadu mendapat kesempatan pertama untuk menyampaikan pokok aduan dalam perkara tersebut.
Baca juga: Dugaan Pelanggaran Kode Etik Bawaslu Lampung Disidangkan
Selanjutnya, Ketua Majelis
Alfitra Salam (dari DKPP RI) mempersilahkan Ketua Bawaslu Provinsi Lampung
Fatikhatul Khoiriyah untuk juga menyampaikan tanggapannya.
Membuka penyampaiannya, Khoiriyah atau
yang akrab disapa Khoir sempat berceloteh, mengajak kedua pengadu dalam sidang untuk
ngobrol bareng, di luar agenda sidang.
“Dua sahabat saya ini yang rajin melaporkan kami ke DKPP. Mungkin
kita harus ngopi di luar, bukan di ruang sidang DKPP,” celotehnya, mengawali
penyampaian dalam sidang.
Selanjutnya, di hadapan majelis Khoir menepis tuduhan yang
disampaikan pengadu. Dimulai dari penerimaan berkas pelaporan yang disampaikan
oleh Yopi Hendro.
Yopi Hendro adalah pelapor perkara politik uang
tersetruktur, sistematis dan massif di Kota Bandarlampung.
Singkat cerita, laporan dari Yopi Hendro itu dikabulkan
oleh para komisioner Bawaslu Lampung. Bawaslu merekomendasikan agar KPU
Bandarlampung mendiskualifikasi salah satu pasangan calon kepala daerah di kota
setempat.
Karena itulah, pengadu melaporkan tujuh Komisioner Bawaslu
setempat pada DKPP.
Pengadu menganggap laporan Yopi tersebut melampaui batas
waktu yang ditetapkan. Sebab penerimaannya pada pukul 23.25 Wib, 9 Desember
2021 atau malam hari setelah berlangsungnya pemungutan suara.
“Kami menyampaikan bahwa benar, laporan Yopi Hendro disampaikan
pukul 23.25 Wib. Tidak ada pelanggaran. Kewenangan kami dimulai dari penetapan
calon sampai hari pemungutan suara. Dalam Perbawaslu 8 tahun 2020, hari adalah
hari kalender, artinya 24 jam,” kata Khoir.
Selain itu, tutur Khoir, penerimaan laporan di malam pasca
pemungutan suara bukan yang pertama kali.
“Dulu di 2018 (Pilgub Lampung, red) Rahmat Husein jadi
bagiannya. Turut melaporkan perkara serupa di hari pemungutan suara, bahkan
pukul 23.55 Wib, atau lima menit sebelum pukul 00. Itu masih bisa diterima,”
tuturnya.
Lantas Khoir juga menjelaskan terkait legalitas Yopi Hendro
selaku pelapor kala itu. “Setelah kami kaji beliau memenuhi syarat,” ujarnya.
Sebab, sambung Khoir, pelapor dugaan pelanggaaran pilkada disyaratkan
sebagai warga negara Indonesia yang punya hak pilih pada daerah setempat.
“Yopi Hendro ber-KTP di Bandarlampung. Kami juga sudah cek,
yang bersangkutan terdaftar di TPS 015, Kelurahan Rajabasa, Bandarlampung,”
jelasnya.
Khoir juga menepis tuduhan dari pengadu yang menyatakan
bahwa mereka mengabaikan pihak lain dalam sidang penanganan pelanggaran TSM di
Pilkada Bandarlampung.
“Dalam putusan Bawaslu, kami kontruksi semua keterangan,
baik dari pelapor maupun terlapor dan dari pihak terkait. Dari keterangan itu
kemudian Bawaslu membuat pertimbangan,” bantahnya.(**)
Laporan/Editor: Agung Chandra Widi
Editor: Harian Momentum
E-Mail: harianmomentum@gmail.com