MOMENTUM, Bandarlampung--Sahlan Syukur berhasil meraih kursi legislatif di Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Lampung pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 lalu.
Peraihan itu didapatkannya berkat dukungan hampir 18 ribu warga di Daerah Pemilihan (Dapil) Kabupaten Lampung Selatan.
Di balik keberhasilannya tersebut, ada cerita yang cukup heroik, dalam kisah hidup Sahlan Syukur, legislator asal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Provinsi Lampung tersebut.
Pria yang kini berumur 48 tahun itu memulai karirnya dari bawah. Pasca menyelesaikan Sekolah Menengah Atas (SMA), Sahlan merantau, dari tempat tinggal orang tuanya di Kotabumi, Lampung Utara, ke Kota Bandarlampung.
Tujuannya melanjutkan pendidikannya di salah satu kampus swasta ternama di Kota Bandarlampung, tahun 1991.
Masa kuliah Sahlan tidak seperti mahasiswa pada umumnya. Sebab banyak dihabiskan untuk bekerja. Menjadi sopir seorang dokter.
“Saya kuliah jalan kaki (dari kosan). Smester ketiga perkuliahan saya jadi sopir salah satu dokter spesialis di Bandarlampung. Pagi saya datang ke rumahnya, bersih-bersih mobil, terus mengantar ke rumah sakit. Lanjut lagi nganter istrinya. Baru bisa kuliah,” tutur Sahlan pada harianmomentum.com, Selasa (27-4-2021).
Kuliah sambil bekerja dijalani Sahlan sekitar dua setengah tahun. Rutinitas itu dijalaninya, dengan harapan bisa hidup mandiri. Meskipun ketika itu, ayahandanya adalah seorang staf di salah satu perbankan, yang berarti masih mampu untuk menguliahkannya.
“Berhenti nyopir itu karena harus menyelesaikan tuga akhir saya,” ujarnya.
Pasca menyelesaikan studi pendidikan tahun 1996, Syahlan pun mencoba untuk melamar pekerjaan. Bekal 2,5 tahun menjadi sopir seorang dokter ternyata membawa kebaikan untuknya.
“Saya dapat manfaat, saya kenal dunia farmasi, padahal saya lulusan ekonomi,” ucapnya.
Singkat cerita masuklah Sahlan ke salah satu perusahaan farmasi ternama bertaraf nasional. Karirnya pun dimulai dari bawah, seorang staf biasa.
“Kalau di farmasi itu jabatan terakhir saya sempat sampai supervisor (memegang wilayah Provinsi Lampung), di salah satu anak perusahaan dexa medica,” tuturnya.
Tidak hanya satu perusahaan, Sahlan sudah berkali-kali pindah, mengabdikan diri di beberapa perusahaan swasta, baik farmasi, penerbitan buku dan perusahaan dagang lainnya, mulai dari perusahaan bertaraf nasional hingga internasional.
Sebenarnya karirnya di perusahaan swasta bisa lebih melejit. Namun sang istri tidak rela, kalau Sahlan harus pindah tugas, ke wilayah lain.
“Kalau promosi jabatan itukan harus pindah ke daerah lain. Tapi karena orang rumah (istri) PNS, jadi tidak bisa diajak pindah. Dia lebih senang saya di Lampung saja. Karena itu saya sering pindah-pindah bekerja, asal bisa tetap di sini (Lampung),” ucapnya.
Lantas pada 2009, Sahlan pun berkenalan dengan salah satu kader PDI-P, tepatnya menjelang pemilihan kepala daerah (Pilkada) di Kabupaten Lamsel. Sahlan diminta membantu, menjadi salah satu tim pemenangan kala itu.
Pasca calon yang didukungnya menang, ikatan Sahlan dengna PDI-P pun tak jelas. “Saya kader bukan, ditarik juga tidak,” ucapnya.
Padahal kala itu, ada keinginan cukup besar dalam lubuk hati Sahlan, untuk bisa mengenal lebih dalam dunia pertai politik.
Di penghujung 2009, Sahlan pun melamar sebagai staf di kantor Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PDI-P Lampung. Menurut Sahlan, semua pekerjaan itu baik.
“Apalagi ini hal baru untuk saya, di suatu tempat yang baru, di kehidupan baru, paling tidak saya kadung mengenal partai,” ucap Sahlan menceritakan apa yang ada dibenaknya ketika melamar jadi staf di kantor PDI-P.
Selain itu, bekerja di kantor PDI-P kala itu, dianggap Sahlan menjadi solusi terbaik untuknya. Sebab sang istri tidak ridho, kalau Sahlan harus bekerja di luar kota, hanya demi mengejar jenjang karir yang lebih tinggi.
“Kedua memang kondisi yang membuat saya tidak boleh kemana-mana. Saya lebih menghormati keluarga. Saya tidak mau kita hebat dengna cara menafikan salah satu ritual yang sudah dijalin oleh budayanya bangsa Indonesia, yang harus menghormati seluruh bagian kehidupan, termasuk keluarga,” paparnya.
Tapi ketika itu, harapan Syahlan untuk bisa masuk ke kantor PDIP hampir sirna, sebab lamarannya tak kunjung mendapat tanggapan. Padahal dia sudah menunggu cukup lama, untuk bisa merasakan atsmosfer pilitik di dalam kantor partai besutan Megawati.
Di awal 2010, Syahlan pun mendapat kabar baik. Lamarannya diterima. Bahkan dia diberi kepercayaan untuk menjadi kepala staf kesekretariatan, periode 2010-2015.
“Maka saya coba perdalam, kenapa orang asik berpolitik, menjadi kader, menjadi anggota parpol,” ucapnya.
Pasca tugasnya berakhir, Sahlan diangkat menjadi Wakil Sekretaris Internal PDI-P Lampung, pada Konferda tahun 2015. Jabatan itupun masih melekat padanya, sampai sekarang.
Kemudian pada pemilu 2019 lalu, Sahlan pun berkesempatan untuk mendaftarkan namanya sebagai salah satu calon legislatif (caleg) tingkat provinsi dari Dapil Lamsel. Sebab dia adalah warga Lamsel yang bermukim di Kecamatan Natar, Kelurahan Hajimena.
Sahlan menyadari bahwa kala itu dia tergolong caleg yang minim pengalaman tentang dunia politik, jika dibandingkan dengan caleg lainnya.
“Tapi saya punya bekal menjadi kepala sekretariat partai selama satu periode. Itu yang membuat saya paham administrasi, paham dapurnya sekretariat partai, bagaimana cara sosialisasi, merajut kebersamaan, kampanye dan sebagainya,” paparnya.
Perjuangan Sahlan pun membuahkan hasil. Modal silaturahmi yang baik dengan warga di Lamsel yang telah dirajut sejak bertahun-tahun menghantarkan Sahlan menjadi caleg PDI-P dengan perolehan suara terbanyak, mencapai 18 ribu.
“Alhamdulillah, baru di 2019 inilah PDI-P berhasil mendapat tiga kursi dari Dapil Lamsel. Berkat kerja keras semua kawan-kawan di Lamsel, para caleg maupun kader dan simpatisan PDI-P,” ungkap pria yang dikenal humoris tersebut.
Menurut Sahlan, dia adalah kader partai yang masih baru, bahkan bisa dibilang karbitan. Sebab kader yang mau menduduki jabatan di DPD tingkat provinsi pada umumnya memulai karir dari bawah.
Tapi dalam lubuk hatinya, tidak terbersit niatan untuk melangkah maju dengan mengesampingkan orang lain.
“Ini yang saya bawa setiap melangkah ke kehidupan keseharian saya, termasuk dalam karir politik, juga begitu. Seandainya saya maju, saya tidak mau ada yang saya korbankan, apalagi saya menggeser orang, menyingkirkan orang demi kepentingan pribadi,” ucap ayah dari dua orang anak tersebut.
Kini, setelah kurang-lebih 10 tahun masuk ke dunia partai politik, Sahlan pun telah mendapat jawaban akan pertanyaannya ketika dulu: “kenapa banyak orang mau dan senang di parpol?”
“Setelah saya pahami, di dalamnya itu (partai) banyak sekali manfaat, untuk amal ibadah kita, bisa banyak membantu orang. Jadi kalau betul-betul kita pahami, kita renungkan, dan kita amalkan, masuk dunia politik ini adalah salah satu jalan mencapai keridhoan Allah,” pesannya.(**)
Laporan/Editor: Agung Chandra Widi
Editor: Harian Momentum
E-Mail: harianmomentum@gmail.com