MOMENTUM-- Upaya pemerintah pusat memutus mata rantai penyebaran covid-19 patut diapresiasi.

Berbagai kebijakan pun diterbitkan untuk meminimalisir mewabahnya virus asal China tersebut. Salah satunya, memberlakukan larangan mudik.

Namun sayang. Larangan itu sepertinya tidak efektif. Buktinya ada ratusan ribu orang yang melintasi Lampung melalui Pelabuhan Bakauheni.

Data tersebut diungkapkan Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Nasional Doni Monardo. Itu baru di Lampung, belum termasuk di daerah lain. Mungkin jumlahnya mencapai jutaan pemudik.

Usut punya usut, ternyata banyak pemudik yang mampu mengakali larangan mudik tersebut. Seperti mudik sebelum adanya larangan. Ada pula yang nekat mudik saat tengah malam. 

Itu semua dilakukan untuk menghindari pemeriksaan petugas di pintu-pintu perbatasan. Saat saya bertanya ke salah satu pemudik terkait alasannya nekat mudik, jawabannya pun membuat saya terdiam.

"Mudik tidak mudik, corona itu tetap ada. Buat apa dilarang-larang? Coba yang dilarang itu tempat keramaian berani enggak pemerintah?" begitu jawabnya.

Di Bekasi beda lagi ceritanya. Pemudik justru disemangati warga bak seorang pejuang yang hendak pulang dari medan perang. 

Alhasil, dengan semangat yang berkobar posko penyekatan pun mampu dijebol. Kendaraan pun bebas melintas. 

Artinya, pemerintah perlu mengkaji ulang sebelum membuat aturan seperti ini lagi. Kalau bisa, jangan melarang mudiknya. Tapi perketat pengawasannya. Seperti meminta pemudik membawa surat bebas covid-19.

Apalagi mudik itu sudah menjadi tradisi turun temurun masyarakat Indonesia. Wajar saja banyak masyarakat yang tidak terima dengan larangan itu. 

Kalau WNA (warga negara asing) saja bisa masuk Indonesia hanya dengan dinyatakan bebas covid-19, kenapa pemudik tidak boleh pulang kampung?

Masa warga negara sendiri justru dianak-tirikan. Kan aneh. Harusnya kalau WNA bisa, pemudik juga bisa dong. (**)