MOMENTUM-- Pagi itu aku bersiap- siap turun ke lapangan. Ya, profesi baruku sebagai jurnalis mewajibkan untuk berburu berita.
Bisa tentang apa saja. Politik, kriminal atau persoalan lain yang sedang hangat di tengah masyarakat.
Karena sudah ada janji sehari sebelumnya, kupacu si kuda besi menuju Pasar Smep Bandarlampung. Di lokasi, aku sudah ditunggu seorang pedagang.
Sambil sesekali menjajakan barang dagangannya ke pengunjung pasar yang melintas, dia menyampaikan keluh- kesah.
Dia mengaku tidak mendapat keadilan. Lapak jualan di lokasi bangunan Pasar Smep yang baru tidak ia dapatkan. Padahal, dia mengklaim sudah cukup lama berdagang di sana.
Tak berselang lama, dua orang wanita menghampiri kami. Mereka juga meluapkan keluhannya kepaku. Nasib mereka ternyata sama. Tidak mendapatkan lapak.
Bahkan, ada yang mengaku sudah membayar biaya lapak di tempat yang baru. Tapi lapak yang dimaksud tak juga terealisasi.
Setelah penjelelasan dan data sudah cukup, aku langsung pamitan dan bergegas pergi meninggalkan lokasi.
Aku langsung menuju kantor Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait untuk mengonfirmasi kebenaran yang dikeluhkan dari pedagang.
Sebab, setiap berita yang disajikan harus berimbang. Tidak boleh sepihak. Begitu pesan dari seniorku di kantor.
Sambil memacu kendaraan, terbayang raut sendu di wajah para pedagang yang kutemui tadi. Secara tidak langsung, mereka menaruh asa di pundakku.
Setidaknya, melalui pemberitaan nantinya akan ada harapan untuk meraih keadilan. Ternyata begitu besar tanggung jawab yang harus kupikul.
Dari rangkaian peristiwa tersebut kutarik sebuah kesimpulan. Ternyata menjadi seorang jurnalis tidak hanya sekedar mencari dan menulis berita.
Tetapi, lebih kepada tanggung jawab moral terhadap mereka yang belum mendapat keadilan. Semoga kewajiban ini bisa kutunaikan. Tabikpun. (*)
Editor: Harian Momentum
E-Mail: harianmomentum@gmail.com