MOMENTUM, Sumberjaya--Penantian panjang masyarakat Pekon/Desa Sukapura, Kecamatan Sumberjaya, Kabupaten Lampung Barat (Lambar) untuk mendapatkan status kepemilikan lahan, akhirnya menemui titik terang.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menerbitkan Surat Keputusan Pembebasan Lahan Hutan Kawasan yang selama 70 tahun menjadi lokasi pemukiman dan lahan perkebunan masyarakat Desa Sukapura.
SK pembebasan lahan tersebut diserahkan Ketua Komisi IV DPR RI Sudin. Penyerahan SK berlangsung pada acara Ssosialisasi dan Bimbingan Teknis Tanah Objek Reforma Agraria (TORA), di Lapangan Sukarata, Kecamatan Sumberjaya, Sabtu (12-8-2023).
SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tersebut bernomor: 814/MENLHK/SETJEN/PLA.2/7/2023 tentang pelepasan kawasan hutan produksi tetap Waytenong-Kenali register 44b dan kawasan hutan produksi tetap Bukit Rigus register 45b.
Ketua Komisi IV DPR RI Sudin mengatakan, penerbitan SK tersebut sebagai bentuk penyelesaian penguasaan tanah dan dalam rangka penataan kawasan hutan (PPTPKH) Provinsi Lampung tahap I untuk sumber tanah obyek reforma agraria (TORA) di Kabupaten Lambara seluas kurang lebih 22,51 hektare.
Penjabat Bupati Lambar Nukman menyampaikan terimakasih kepada Ketua Komisi IV DPR RI Sudin yang telah mendorong pemerintah pusat melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, mengupayakan penyelesaian permasalahan lahan di Pekon Sukapura.
"Atas nama masyarakat Lampung Barat, saya sampaikan terim kasih kepada Ketua Komisi IV DPR RI yang telah mendorong pemerintah pusat menyelesaikan permasalahan status kepemilikan lahan masyarakat di Pekon Sukapura," kata Nukman.
Pada kesempatan itu, Nukman juga menuturkan serjarah terbentuknya Pekon Sukapura.
Dia menyebut, terbentuknya Pekon Sukapura berawal dari Surat Keputusan Biro Rekonstruksi Nasional (BRN) Nomor: 1/D.R.N/1951 tanggal 17 Mei 1951 tentang pelaksanaan program transmigrasi dari Tasikmalaya, Jawa Barat, ke wilayah Sumberjaya, Lampung.
Selanjutnya rombonga transmigrari eks pejuang kemerdekaan (vetran 45) yang berjumlah 98 Kepala Keluarga itu ditempatkan di Kecamatan Sumberjaya, yang saat ini masuk dalam wilayah Kabupaten Lambar.
"tanggal 14 November 1952, Presiden Republik Indonesia Ir. Soekarno meresmikan transmigrasi BRN tersebut. Selanjutnya tahun 1954 para transmigran eks pejuang kemerdekaan itu menamakan lokasi yang mereka tempati Sukapura," tuturnya.
Tahun 1991 dilakukan tata guna hutan kesepakatan berdasarkan SK Menhut Nomor:67/KPTS-II/1991 menyatakan areal transmigrasi BRN tersebut masuk dalam kawasan hutan lindung bukit register 45b. SK Menhut tersebut mengacu kepada penetapan di masa kolonialisasi Belanda melalui besluit residen nomor;117 tanggal 19 Maret 1935 dan webelum tahuntersebut, status lahan adalah tanah marga.
Selanjutnya pada tahun 1999 dilakukan pengukuran kembali yang menyebabkan terjadi perubahan luasan kawasan hutan, yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor: 256/KPTS-II/2000 tentang penunjukan kawasan hutan dan perairan di wilayah Provinsi Lampung.Desa Sukapura tetap masuk di dalam wilayah kawasan hutan lindung bukit register 45 b.
Dalam mengatasi permasalahan tersebut, berbagai upaya telah dilakukan Pemkab Lampung Barat, antara lain membentuk tim terpadu melalui surat Keputusan Bupati Lampung Barat untuk menyampaikan surat permohonan audiensi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. "Selain itu juga kami menyampaikan surat kepada DPR RI, DPD, Presiden Republik Indonesia untuk meminta penyelesaian status Pekon Sukapura," ungkapnya.
Pemkab Lambar juga telah melakukan langkah proaktif serta meneguhkan komitmen untuk memperjuangkan penyelesaian lahan Sukapura dengan menganggarkan dana melalui APBD.
"Dengan terbitnya SK Pembebasan Lahan Hutan Kawasan ini, kami berharap Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia dapat melegalkan status tanah Sukapura sesuai dengan permohonan masyarakat untuk mendapatkan kepastian hukum," harapnya. (**)
Editor: Munizar
E-Mail: harianmomentum@gmail.com