MOMENTUM-- Dua hari lalu, saya bertolak dari Kota Bandarlampung menuju Kota Palembang, Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel). Tepatnya, Kamis sore 4 Juli 2024.
Karena lewat darat, saya memilih Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) sebagai alternatif. Agar lebih cepat sampai ke tujuan.
Ya, biasanya dari pintu Tol Natar (Lampung Selatan) menuju Palembang hanya memakan waktu sekitar 4 jam. Karena jarak tempuh hanya 290an Kilometer (Km).
Perjalanan cukup asyik. Mungkin karena ada anak dan istri yang menemani. Canda-tawa pun mengiringi perjalanan di sore itu.
Awalnya saya bersikap biasa ketika di perjalanan banyak menemukan kerucut lalu lintas (traffic cone) yang tersusun rapi.
Benda plastik kerucut berwarna oranye dan putih itu digunakan sebagai penanda perbaikan jalan.
Namun, karena sudah terlalu banyak perbaikan jalan, akhirnya naluri baik saya merasa terpanggil.
Saya tidak tahu jumlah pastinya. Tetapi yang jelas, lebih dari 50 titik lokasi perbaikan jalan yang saya lewati.
Karena saya mulai menghitung titiknya sejak di Km 152 hingga pintu keluar Tol Palembang. Bisa anda bayangkan, betapa tidak nyamannya saat itu.
Perbaikan terpanjang ada di Km 158. Kemudian di Km 167 (dekat pintu keluar Tol Gunung Batin). Termasuk di Km 178 hingga 179.
Setiap dua hingga lima kilometer terpaksa harus mengurangi kecepatan dan menginjak pedal rem, untuk menghindari kendaraan yang berpindah lajur dari kiri ke kanan. Sebab, pada lajur kiri sedang ada perbaikan jalan.
Pun begitu sebaliknya. Terpaksa menginjak pedal rem untuk menghindari kendaraan yang berpindah lajur dari kanan ke kiri.
Saya berpikir, kalau bolak- balik harus menginjak pedal rem, apa bedanya tol itu dengan jalan lintas? Bukannya tol itu jalan bebas hambatan?
Seharusnya, PT Hakaaston (HKA) selalu pengelola memberi kompensasi kepada seluruh pengguna JTTS selama proses perbaikan itu berlangsung. Tidak cukup hanya memasang spanduk permohonan maaf.
Memang, kalau saldo e-money kami kurang apakah bisa dengan mengucap kata "maaf" saja, lalu palang pintu tol terbuka sendiri? Tentu tidak.
PT HKA telah merugikan pengguna jalan. Tujuan kami melintasi jalan berbayar itu agar terhindar dari kemacetan, sehingga cepat sampai tujuan.
Kalau kondisinya begini (bolak- balik menginjak pedal rem, pen) apa bedanya dengan jalan lintas?
Saya juga heran dengan kualitas JTTS saat ini. Padahal baru beroperasi sekitar lima tahun, setelah diresmikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Maret 2019.
Faktanya, kerusakannya sudah sangat memprihatinkan. Belum lagi beberapa jalan yang kondisinya bergelombang.
Lantas, bagaimana dengan JTTS ruas Palembang menuju Bandarlampung? Saya tentu belum tau kondisi pastinya. Sebab, besok baru akan pulang ke Lampung.
PT HKA harus bersikap adil dalam hal ini. Jangan bisanya hanya menaikkan tarif saat merasa kondisi tol sudah baik. Tapi abai saat kalian mengganggu kenyamanan pengguna jalan, ketika banyak sekali perbaikan.
Tabik pun. (*)
Editor: Agung Darma Wijaya
E-Mail: harianmomentum@gmail.com