MOMENTUM, Pesawaran – Krisruh lahan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) I Regional 7 Unit Wayberulu, Kabupaten Pesawaran, seluas 329 hektare di Desa Tamansari, Kabupaten Pesawaran, belum berakhir. Kondisi ini menyebabkan kerugian negara puluhan miliar rupiah.
Konflik lahan terjadi sejak Juni 2023. Sejumlah warga yang dimotori oknum kepala desa, FJ, menguasai lahan tersebut dengan mendirikan bangunan dan bercocok tanam.
Serikat Pekerja Perkebunan Nusantara VII (SPPN VII) melakukan upaya persuasif untuk mengingatkan warga agar meninggalkan lahan negara yang dikuasai. Dengan spanduk dan banner bertuliskan: “Aset PTPN I Regional 7 (PTPN VII). Dilarang Masuk. Masuk tanpa Izin Melanggar Pasal 551 KUHP.
Pemasangan spanduk pada Jumat, 2 Agustus 2024, mendapat tentangan dari Kepala Desa Tamansari, Fj, dan Forum Masyarakat Pesawaran Bersatu (FMPBN). Mereka menghadang, merusak, mengintimidasi, dan mengusir, bahkan pengurus dan anggota SPPN VII.
Forum Komunikasi Putra Putri Indonesia Bersatu (FKPPIB) dan Relawan Perkebunan Nusantara mengecam tindakan oknum kapala desa dan masyarakat tersebut.
Karena itu, Forum putra putri karyawan BUMN mendesak penegak hukum untuk bertindak tegas terhadap oknum-oknum yang menghalangi pemasangan papan informasi aset perusahaan di lahan PTPN I Regional 7 Unit Wayberulu.
Tindakan tersebut merupakan pelanggaran hukum yang jelas dan harus ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku, jelas Vino Santana, Ketua Harian FKPPIB didampingi Andy, Sekjen RPN, Sabtu, 3 Agustus 2024 di Bandarlampung.
“Perbuatan oknum yang menghalangi aktivitas legal perusahaan merupakan tindakan kriminal yang tidak dapat ditoleransi. Tindakan penghalangan ini jelas-jelas melanggar hukum dan dapat berujung pada sanksi pidana”, jelas Vino.
Ia menegaskan, tindakan okupasi lahan secara ilegal dan merusak aset perusahaan merupakan tindakan kriminal yang dapat dijerat dengan pasal-pasal yang berlaku dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Selain itu, perusahaan yang dirugikan juga berhak mengajukan tuntutan ganti rugi secara perdata, kata pria alumni ITERA ini.
Senada, Andy mengatakan, Indonesia negara hukum. Setiap warga negara tunduk terhadap hukum yang berlaku. "Kami meminta kepada aparat penegak hukum untuk segera mengusut tuntas kasus ini dan memberikan sanksi yang setimpal kepada para pelaku. Tindakan tegas diperlukan untuk memberikan efek jera,” tegasnya.
Menurut Andy, permasalah yang berjalan selama kurun waktu satu tahun ini, perlu ketegasan dan peran aparat penegakan hukum, pemerintah pusat untuk hadir menyelesaikan. Jangan dibiarkan berlarut-larut yang dikhawatirkan menimbulkan konflik sosial antara oknum masyarakat dan menduduki lahan dan karyawan yang notabene juga sebagai warga masyarakat.
"Kami juga mengimbau kepada masyarakat untuk tidak melakukan tindakan yang melanggar hukum. Semua permasalahan terkait tanah harus diselesaikan melalui jalur hukum yang benar, bukan dengan cara-cara yang anarkis," kata Andy. (**)
Editor: Muhammad Furqon
E-Mail: harianmomentum@gmail.com