Pilkada 2024, Banyak Petahana Tumbang

Pengamat dan Akademisi UBL, Rifandy Ritonga (kiri), Pengamat dan Akademisi UML, Candrawansah (kanan). ist

MOMENTUM, Bandarlampung-- Hari pencoblosan pilkada serentak, Rabu 27 November 2024, telah usai. Sejumlah lembaga survei telah merilis hasil perhitungan cepat (quick count) perolehan suara sementara. Hasilnya, mayoritas petahana calon kepala daerah (cakada) di Provinsi Lampung, tumbang.    

Seperti yang disampaikan lembaga survei di Lampung, Rakata. Setidaknya ada delapan wilayah yang diprediksi petahana akan tumbang atau kalah.

Pertama Pilgub Lampung, dari data masuk 99,32 persen, partisipasi pemilih 66,71 persen, tingkat kepercayaan 99,00 persen dan toleransi kesalahan 0,96 persen, petahana Arinal Djunaidi yang berpasangan dengan Sutono diprediksi kalah telak.

Arinal-Sutono mendapatkan 17,19 persen suara, sedangkan lawannya Mirza-Jihan mendapatkan perolehan 82,81 persen suara.

Kemudian di Lampung Selatan, Petahana Nanang Ermanto-Antoni Imam hanya mendapat 30,69 persen suara. Sementara lawannya, Radityo Egi Pratama-M Syaiful Anwar mendapatkan 69,31 persen suara.

Kota Metro, petahana Wahdi-Qomaru pun diprediksi akan kalah. Mereka, dalam hitung cepat hanya mendapatkan 38,55 persen suara. Sedangkan Lawannya Bambang Iman Santoso-Rafieq Adi Pradana mendapatkan 61,45 persen suara.

Untuk Kabupaten Pesawaran, memang petahana tidak maju. Tapi kali ini yang maju adalah sang istri Dendy Romadhona, yakni Nanda Indira berpasangan dengan Antonius Muhammad Ali. Mereka dikabarkan hanya mendapat 38,65 persen suara. Sementara pesaingnya, Aries Sandi-Supriyanto mendapat 61,35 persen suara.

Lalu, Kabupaten Tanggamus. Petahana Dewi Handajani-Ammar hanya mendapat 28,35 persen suara. Pesaingnya, Moh Saleh Asnawi-Agus Suranto mendapat 71,65 persen suara.

Menarik lagi ada di Tulangbawang. Petahana mempunyai dua pesaing, dan diprediksi akan kalah. Incumbent Winarti-Reynata hanya memeroleh 25,35 persen suara. Pesaing beratnya, Qudrotul Ikhwan-Hankam Hasan berhasil mengumpulkan 49,92 persen suara. Calon lainnya, Hendriwansyah-Danial Anwar memeroleh 24,73 persen suara.

Pergelutan sengit terjadi di Lampung Tengah akibat pecah kongsi petahana Musa Ahmad dan Ardito Wijaya. Saat ini Musa Ahmad berpasangan dengan Ahsan Asad dan hanya memeroleh 36,05 persen suara. Sedangkan Ardito Wijaya-I Komang Koheri berhasil unggul meraih 63,95 persen suara.

Sama halnya dengan di Lampung Timur. Perpecahan kongsi juga terjadi antara Dawam Rahardjo dan Azwar hadi. Dawam Raharjo yang saat ini berpasangan dengan Ketut Erawan hanya berhasil meraih 35,16 persen suara. Sedangkan Ela Siti Nuryamah-Azwar Hadi berhasil meraih 64,84 persen suara.

Menanggapi fenomena yang terjadi, Akademisi Universitas Bandar Lampung, Rifandy Ritonga sepakat bahwa ini sangat menarik untuk dibahas. Lebih-lebih itu memang menjadi harapan perubahan masyarakat.

"Sangat menarik untuk kita bahas fenomena ini. Dari hasil quick count yang menunjukkan banyaknya petahana di beberapa wilayah di Lampung yang kemungkinan tidak terpilih kembali, ini merupakan refleksi dari harapan masyarakat yang menginginkan perubahan," kata Rifandy, Rabu (27-11-2024) malam.

Menurutnya, masyarakat sekarang semakin kritis dan memiliki ekspektasi tinggi terhadap kinerja pemerintah, termasuk dalam hal transparansi, pelayanan publik, pembangunan fasilitas serta penyelesaian masalah yang nyata di lapangan. 

"Jika petahana tidak mampu memenuhi harapan itu, suara masyarakat bisa beralih kepada kandidat baru yang dianggap lebih mampu," ujarnya.

Dia menuturkan, politik di daerah memang dinamis, terutama jika ada kandidat-kandidat baru yang menawarkan gagasan segar atau pendekatan yang berbeda. 

Menurutnya, kampanye yang efektif, visi yang jelas, dan kedekatan dengan masyarakat bisa menjadi alasan mengapa petahana mulai kehilangan dukungan. 

"Meskipun hasil akhir tetap harus menunggu perhitungan resmi dari KPU," kata dia.

Sejatinya, lanjut dia, jabatan petahana membawa keuntungan sekaligus risiko. Jika kinerja dinilai memuaskan, petahana biasanya mendapat dukungan kuat. Namun, jika dianggap kurang maksimal, masyarakat cenderung memberikan mandat kepada calon lain. 

"Ini mungkin menjadi pelajaran bagi semua kepala daerah bahwa setiap periode kepemimpinan harus digunakan sebaik-baiknya untuk menunjukkan hasil nyata kepada masyarakat," jelasnya. 

Ia memaparkan, untuk daerah seperti Lampung Timur, Metro, atau Lampung Tengah yang kepala daerahnya masih menjabat hingga 2025, hasil quick count ini tentu akan memberikan tekanan psikologis. 

Namun, sebagai pemimpin yang masih memiliki tanggung jawab hingga masa jabatan selesai, mereka tetap perlu menjaga integritas dan memberikan kinerja terbaik. Justru ini bisa menjadi momen introspeksi dan kesempatan untuk memperbaiki hal-hal yang belum optimal. 

"Dalam politik, dinamika seperti ini adalah hal yang wajar. Kepada para petahana, quick count hanyalah indikasi awal, belum tentu menggambarkan hasil resmi. Yang lebih penting adalah tetap fokus melayani masyarakat dan menjadikan hasil ini sebagai bahan evaluasi," paparnya.

"Untuk masyarakat, mari kita jadikan momen ini sebagai refleksi bersama. Siapapun yang terpilih nantinya, tanggung jawab kita adalah mendukung dan mengawasi jalannya pemerintahan agar tetap berjalan sesuai dengan harapan. Perubahan adalah bagian dari proses demokrasi yang sehat. Semoga semua pihak dapat menjaga suasana yang kondusif, damai, dan penuh kebersamaan. Apapun hasilnya, mari kita jadikan ini sebagai langkah untuk membangun Lampung yang lebih baik ke depan," tandasnya.

Senada juga disampaikan pengamat politik dan Akademisi Universitas Muhammadiyah Lampung (UML), Candrawansah.

Bagi Candrawansah, fenomena Pemilihan Kepala Daerah Provinsi Lampung diwarnai dengan banyak incumbent yang tumbang versi lembaga survey disebabkan banyak faktor tentu yang mempengaruhi.

Pertama, kinerja yang tidak memuaskan. "Jika masyarakat merasa bahwa kinerja kepala daerah selama menjabat tidak memenuhi harapan, hal ini dapat menjadi alasan utama kekalahan. Masalah seperti biasanya dikarenakan lambatnya pembangunan, kurangnya pelayanan publik, atau kegagalan dalam menyelesaikan isu-isu lokal sering kali menjadi pemicu ketidakpuasan," terang Candra.

Kedua, munculnya kandidat alternatif yang lebih menarik.   

"Kandidat baru yang menawarkan visi, program, atau strategi yang lebih relevan dengan kebutuhan masyarakat dapat mengalihkan dukungan pemilih. Hal ini sering terjadi jika kandidat baru dianggap lebih segar, inovatif, atau lebih mampu membawa perubahan," urainya.

Ketiga, kelemahan strategi kampanye. Ia menjelaskan, kesalahan dalam strategi kampanye, seperti kurang efektifnya komunikasi dengan masyarakat, penggunaan media sosial yang tidak maksimal padahal Gen Z dan Milenial cukup signifikan, atau lemahnya tim sukses, dapat membuat petahana kalah bersaing.

Tak hanya itu, pada momentum ini terdapat juga fenomena anti-incumbent atau anti-petahana. Dalam beberapa kasus kata dia, masyarakat memiliki kecenderungan untuk mencari pemimpin baru sebagai bentuk protes terhadap situasi saat ini, meskipun tidak sepenuhnya terkait dengan kinerja kepala daerah yang sedang menjabat.

"Menurut saya juga terkait dengan pecahnya dukungan internal partai dalam mengusung calon dimaksud. Tentu ini sangat merugikan bagi calon yang diusung partai, akan tetapi internal pengurus partai tersebut tidak secara utuh, hanya partainya saja tanpa struktur partai," ungkapnya. 

"Memang kalau kita pikir, menurut saya sungguh miris apabila incumbent kalah dengan persentase yang jomplang, tentu masyarakat sangat tidak puas dengan kepemimpinan calon tersebut apabila tumbang dengan persentase yang sangat jauh dengan penantang baru tersebut," tutupnya. (**)

Editor: Muhammad Furqon


Comment

Berita Terkait


Komisi IV DPRD Lamteng Kumpulkan Bukti Dugaan ...

MOMENTUM, Gunungsugih - Komisi IV DPRD Kabupaten Lampung Tengah ( ...


Komisi II DPRD Lampung Dorong Dinas Ketahanan ...

MOMENTUM, Bandarlampung--Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ...


Pilkada 5 Daerah di Lampung Digugat ke MK ...

MOMEMTUM, Bandarlampung--Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Lam ...


Terjebur Es Teh, Miftah Akhirnya Mundur dari ...

MOMENTUM, Bandarlampung -- Penceramah Miftah Maulana Habiburrahma ...


E-Mail: harianmomentum@gmail.com