MOMENTUM, Bandarlampung--Pelaku usaha yang melakukan praktik oligopoli dan oligopsoni bisa didenda Rp100 miliar dan dipidana.
Dalam oligopoli, kendali berada di tangan beberapa penjual. Sedangkan dalam oligopsoni, kendali berada pada beberapa pembeli.
Hal itu ditegaskan Anggota Panitia Khusus (Pansus) Tata Niaga Singkong DPRD Provinsi Lampung Fauzi Heri kepada harianmomentum.com, Jumat (24-1-2025).
Fauzi menegaskan, pelaku usaha dilarang melakukan praktik oligopoli dan oligopsoni dalam tata niaga singkong. Hal itu untuk menghindari monopoli dan menjaga keseimbangan pasar yang sehat.
“Oligopoli terjadi jika dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok usaha menguasai lebih dari 75 persen pangsa pasar untuk satu jenis barang atau jasa. Ini dilarang karena bertentangan dengan asas demokrasi ekonomi yang diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999,” kata Fauzi.
Dia mengingatkan, pelaku usaha yang kedapatan melakukan praktik tersebut dapat dikenakan sanksi berat.
Sanksi itu berupa kurungan penjara maksimal enam bulan dan denda Rp100 miliar.
"Sebagaimana diatur dalam Pasal 48 undang-undang tersebut, pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat dikenakan sanksi berat," tegasnya.
Selain itu, menurut dia, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) juga berwewenang untuk menjatuhkan sanksi administratif. Termasuk termasuk pembatalan perjanjian atau penghentian kegiatan usaha yang merugikan masyarakat.
Selain oligopoli, Fauzi juga menyoroti praktik oligopsoni yang dilarang oleh Pasal 13 UU Nomor 5 Tahun 1999. Oligopsoni terjadi jika pelaku usaha secara bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan untuk mengendalikan harga, yang merugikan produsen seperti petani.
"Pelanggaran terhadap larangan ini sangat berdampak buruk pada petani singkong. Harga singkong yang seharusnya memberikan keuntungan yang layak bagi petani justru anjlok akibat dominasi pasar oleh segelintir pelaku usaha,” sebutnya.
Dia menyatakan, pansus juga akan menindaklanjuti hasil temuan KPPU terkait adanya empat perusahaan yang melakukan impor tapioka. Sehingga berdampak pada turunnya harga singkong dan tapioka lokal.
“Pansus Tata Niaga singkong terus melakukan pendalaman dan berkoordinasi dengan KPPU di Lampung. Ini menjadi perhatian serius. Jangan sampai petani kita terus dirugikan oleh praktik-praktik tidak sehat seperti ini,” tegasnya lagi. (**)
Editor: Agung Darma Wijaya
E-Mail: harianmomentum@gmail.com