Harianmomentum.com-- Kapolri
Jenderal Tito Kanavian meminta seluruh lapisan masyarakat untuk mewaspadai
gerakan teroris, sebab paham
radikalisme saat ini semakin berkembang.
“Jika dulu penyebaran pahamnya melalui pertemuan tertutup,
sekarang sudah bisa lewat media sosial (medsos),” ujar Jenderal Tito, saat
mengunjungi Makorem 043 Gatam Lampung bersama Panglima TNI Jenderal Marsekal
Hadi Tjahjanto.
Penyebaran paham radikalisme dengan memanfaatkan
perkembangan tekhnologi informasi tersebut sangat menyulitkan aparat keamanan
dalam memberantasnya. Mengingat, hampir semua kalangan kini telah
aktif menggunakan medsos.
Menurut Kapolri, aksi radikalisme
yang biasa disebut terorisme adalah puncak dari proses berubahan cara berfikir
(main seat) yang mengadopsi ideologi yang memperbolehkan menyampaikan pendapat
menggunakan kekerasan. Saat ini paham radikal penyebarannya melalui
medsos terus berkembang secara bertahap di Indonesia.
“Bahkan, di negara-negara barat masalah penyebarluasan
paham radikal dengan semacam ini sudah menjadi masalah yang terus diteliti,”
ujarnya.
Penangkapan yang selama ini dilakukan oleh Densusu 88,
sambung dia, hanya ibarat memotong gunung es saja, tidak menuntaskan masalah.
“Penegakkan hukum harus terus berjalan. Tapi sebenarnya,
ini bukan hanya masalah pelanggaran hukum. Ini menyangkut masalah ideologi.
Masalah ideologi tidak bisa ditekan dengan kekerasan, seperti ditembak, ditangkap,
tidak bisa. Menyelesaikan persoalan ideologi, harus dengan ideologi juga,”
jelasnya.
Kapolri memaparkan, bahwa beberapa oknum teroris yang
berhasil diamankan Densus 88 Anti Teroro Mabes Polri sempat mengatakan bahwa
dirinya belajar memahami paham radikalisme hanya melalui medsos.
“Seperti ledakan bom yang terjadi di Mako Brimob beberapa
waktu lalu, ada dua orang (pelaku) wanita. Waktu di interview, mereka
mengatakan bahwa telah mendapat ideologi radikalisme itu dari medsos. Bahkan
dia sempat di baiat (disumpah) hanya melalui video caal saja tanpa bertemu
langsung (dengan gurunya),” ungkapnya.
Disinggung terkait peredaran terorisme di Provinsi Lampung,
Kapolri mengatakan bahwa tidak terlalu menjadi prioritas.
“Di Lampung ada jaringan
(terorisme), tapi tidak terlalu besar. Mereka yang ada di Lampung ini dari
kelompok JAD (Jemaah Ansharut Daulah),” singkatnya.
Untuk menanggulangi aksi teror terulang, terlebih dalam
menghadapi Asian Games 2018 di Jakarta dan Sumatera Selatan pada Agustus
mendatang, Kapolri bersama Panglima TNI telah melakukan langkah-langkah
penanggulangan.
“Kita sudah ada langkah untuk mengerem jaringan ini, tapi
kita tidak ingin terlalu terbuka. Yang jelas, Polri-TNI akan melakukan
pengamanan cukup kuat di empat wilayah, Jakarta, Jawa Barat, Banten dan
Sumatera Selatan. Disinilah tekhnik kita untuk mengawasi jaringan teroris agar
mereka tidak mengganggu di Sea Games,” terangnya.
Hal senada dikatakan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto.
Menurut dia, untuk menyelesaikan masalah terorisme di Indonesia butuh kerja
sama banyak pihak, bukan hanya aparat penegak hukum saja.
"Masayarakat harus bahu-membahu dalam membasmi
radikalisme dan aksi-aksi terorisme. Maka perlu kerjasama banyak pihak. Aparat
penegak hukum harus bersinergi dengan masyarakat," jelasnya.
Lebih lanjut Panglima TNI juga mengajak seluruh keluarga
besar TNI-Polri, alim ulama, serta tokoh masyarakat untuk bersatu padu.
"Bhabinkamtibmas dan Babinsa yang ada di wilayahnya
masing-masing harus bekerja maksimal. Kita tidak ingin negeri ini pecah, kita
perlu bahu membahu untuk memberi pemahaman serta mencegah radikalisme dan
terorisme," sambungnya.
Menurut dia, aksi radikalisme dan terorisme dapat dicegah
bila elemen masyarakat dapat membuka wawasan anak bangsa guna mengembangkan
pemahaman yang benar seluas-luasnya.
"Untuk itu, diperlukan kepedulian orang tua untuk
mengawasi putra-putrinya dalam aktifitas dan rutinitas kesehariannya. Juga
mengawasi aktifitas anak melalui medi sosia (medsos) dan pertemuan-pertemuan
(organisasi) tertutup," terangnya. (acw)
Editor: Harian Momentum
E-Mail: harianmomentum@gmail.com