Tolong Dicatat

Tanggal 11 Jun 2020 - Laporan - 839 Views
ilustrasi./ist

MOMENTUM, Bandarlampung--Sampai sekarang saya masih bingung. Kenapa pemerintah terkesan buru- buru menerapkan kebijakan new normal.

Padahal kasus corona virus disease 2019 (Covid-19) saat ini cenderung meningkat. Bahkan, angkanya jauh lebih tinggi dibanding sebelumnya.

Dalam empat hari terakhir saja, total kasus penambahan covid-19 di Indonesia mencapai 3.554 kasus.

Terjadi penambahan 993 pada 6 Juni 2020. Keesokan harinya bertambah lagi sebanyak 672 kasus. Kemudian masing- masing 847 dan 1.042 kasus pada 8 dan 9 Juni.

Artinya, dalam sehari rata- rata kasus positif covid-19 bertambah sekitar 800an. Angka yang tidak sedikit tentunya.

Saat ini, total kasus yang tercatat sebanyak 34.316, dengan penderita sembuh sebanyak 12.129 orang dan 1.959 telah meninggal dunia.

Seharusnya, kebijakan new normal bisa dilakukan jika kasusnya sudah menurun. Lantas apa dasar pemerintah mewacanakan kebijakan yang terkesan nyeleneh itu?

Saya berasumsi, pemangku kebijakan di negeri ini cenderung lebih mementingkan perekonomian bangsa ketimbang nyawa ratusan juta rakyatnya.

Entah pendapat saya keliru atau tidak. Faktanya, sejak awal kebijakan pemerintah memang begitu.

Di saat hampir seluruh negara di Asia Tenggara sudah menerapkan kebijakan Lock Down, Indonesia justru memberi diskon harga tiket pesawat dan hotel kepada wisatawan. Seolah- olah takut kehilangan devisa di tengah pandemi.

Padahal, jika dari awal pemerintah mengunci negara ini dari orang luar, seperti Vietnam, tentu ribuan kasus yang tercatat saat ini tidak akan terjadi.

Toh, kalaupun ada mungkin kasusnya tidak sampai diangka puluhan ribu. Tapi ya sudahlah. Nasi terlanjur jadi bubur. Tidak ada yang perlu disesali. Semua sudah terjadi.

Terpenting, saat ini pemerintah jangan lagi gegabah menerapkan kebijakan. Jika memang new normal harus diterapkan harus disertai regulasi dan kajian mendalam.

Jangan sampai, nantinya justru menjadi bumerang. Korban covid-19 bertambah lagi. Ingat, keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi di negeri ini. Bukan ekonomi. Tolong dicatat itu. Tabikpun. (*)

Oleh: Vino Anggi Wijaya, wartawan Harian Momentum.

Editor: Harian Momentum


Comment

Berita Terkait


Menang Jadi Arang Kalah Jadi Abu ...

MOMENTUM-- Sejak awal Maret lalu, saya sebenarnya sudah mendapat ...


Pesan Khatib di Mimbar Jumat ...

MOMENTUM-- Pemilihan presiden (Pilpres) menjadi magnet tersendiri ...


Siklus Kehidupan ...

MOMENTUM-- Dulu, ketika beranjak remaja, saya selalu mendapat tug ...


Unila kembali Bergejolak ...

MOMENTUM-- Universitas Lampung (Unila) kembali jadi sorotan publi ...


E-Mail: harianmomentum@gmail.com