MOMENTUM, Bandarlampung--Menjelang
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 Kota Bandarlampung, seruan tolak politik
uang secara masif dikampanyekan. Padahal saat ini belum ada pasangan calon yang
ditetapkan KPU.
Ada seruan yang disampaikan melalui
aparatur pemerintah, melalui selebaran yang entah dibuat oleh siapa, sampai
seruan melalui pengeras suara yang diletakkan pada setiap perempatan (lampu
merah) jalan protokoler, dan seruan dalam bentuk lainnya.
Jika di Agustus ini ada perlombaan,
Bandarlampung sepertinya layak jadi juara satu, sebagai daerah dengan seruan
anti politik uang terbaik. Sebab seruan semasif itu —hingga di lampu merah—,
mungkin hanya ada di kota tapis berseri.
Penulis pun ingin bercerita sedikit
tentang pengalaman pada Sabtu (8-8-2020). Pagi itu, kami mengikuti materi
kuliah yang disampaikan oleh Dr RZ Abdul Aziz, MT, dosen operation management
di Kampus Pascasarjana IIB Darmajaya.
Tepat pukul 08.00 WIB, Pak Aziz
—kami menyapanya— membuka ruang kelas melalui aplikasi meeting online. Kalimat
salam dan menanyakan kabar para mahasiswanya mengawali perkuliahan.
Pada kuliah kali ini, para mahasiswa
diminta oleh Pak Aziz untuk memaparkan tugas kelompoknya masing-masing lalu
mendiskusikannya secara bersama.
Tak terasa, sudah dua jam lebih kuliah daring berlangsung. Mendadak Pak Aziz menjeda waktu diskusi. Saat itu jam di telepon
genggam saya menunjukkan sekira pukul 10.15 WIB.
“Maaf, saya izin istirahan dulu ya,
sebentar saja,” ucap Pak Aziz, lembut.
“Saya lupa, belum salat duha. Nanti
pukul 10.45 kita lanjut lagi,” sambung dia, disambut dengan kalimat
mempersilahkan dari para mahasiswanya.
Seketika itu hati kecil ku berkata,
kenapa tidak ikut salat duha juga, kan ada waktu luang?
Tanpa berfikir panjang, saya pun
bergegas menuju pancuran keran, mengambil wudu. Salat duha dua rakaat pun tertunaikan.
“Loh, kan tadi bapak itu tidak
mengajak saya salat. Tapi kenapa saya langsung terpanggil begini ya,” ucap hati kecil saya, pasca kembali ke tempat duduk, tepat dihadapan layar komputer.
Setelah saya renungkan, mungkin
itulah yang dinamakan “mencontohkan (memberi teladan) itu lebih baik dari pada
hanya sekedar mengajak (menyerukan)”.
Akhirnya saya pun tersadar, dalam
contoh ada seruan. Sebaliknya, dalam seruan belum tentu ada contoh.
Pasca berakhirnya perkiliahan, saya
pun berfikir. Seruan politik uang yang masif dilakukan pemerintah Kota
Bandarlampung akan sia-sia belaka, jika tidak diiringi dengan contoh dari
pemimpinnya.
Jika pemimpinnya lebih banyak
mencontohkan prilaku yang baik, niscaya rakyat akan mengikutinya. Meski tanpa seruan
sekali pun, atau woro-woro yang kini bertebaran.(**)
Penulis: Agung Chandra Widi
Editor: Harian Momentum
E-Mail: harianmomentum@gmail.com