"Satu department store saja yang tutup berdampak pada
ratusan karyawan," ujarnya di Jakarta, kemarin.
Begitu juga dengan minimarket yang sedang efisiensi dengan
menggunakan otomatisasi yang secara langsung berdampak pada pengurangan tenaga
kerja. Industri ritel diakuinya dalam kondisi lesu sehingga berakibat pada
tutupnya berbagai gerai ritel. Ditambah tutupnya berbagai toko di Glodok dan
Mangga Dua.
Namun, kata dia, semuanya tergantung dari ketahanan para
pengusaha. Jika tidak mampu bertahan pada kondisi lesu ditambah harus membayar
Upah Minimum Provinsi (UMP) yang cukup tinggi, ia khawatir gelombang PHK akan
semakin besar.
"Ini kita jangan terjebak dalam retorika politik,
buruhnya ikut oposisi, pinginnya upah tinggi, akhirnya banyak PHK,"
katanya.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy
Mandey memperkirakan, sedikitnya ada 1.200 karyawan yang telah kehilangan
pekerjaan menyusul ditutupnya sejumlah gerai ritel modern sejak pertengahan
2017 lalu. Pemerintah harus segera mencari solusinya.
Menurut dia, pemerintah harus segera melakukan koordinasi
dengan peritel untuk menempatkan mantan karyawan mereka di Balai Latihan Kerja
(BLK) atau pelatihan vokasi lain yang tersedia. Hal ini untuk menekan jumlah
pengangguran. "Harus ada antisipasi dari pemerintah. penutupan toko pasti
berdampak pada PHK," ujarnya.
Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri mengatakan, masih
melakukan pendataan adanya PHK di sektor ritel. "Masih kita lakukan
(pendataan)," ujarnya.
Menurut dia, kementeriannya belum belum menerima laporan secara
resmi dari Aprindo terkait PHK di sektor ritel terkait tutupnya beberapa toko.
Dia mengaku akan terus mengantisipasi dampak penutupan ritel itu.
Untuk menekan banyak ritel gulung tikar, Hanif menyarankan,
pengusaha melakukan terobosan untuk bisa bersaing di era digital. Tidak hanya
oleh ritel tapi juga seluruh industri yang nasibnya sedang dihantui bisnis
dengan aplikasi online.
"Sehingga, untuk menghindari itu maka perlu ada skema
transformasi bisnis di setiap perusahaan, di semua industri," ujarnya.
Hanif menjelaskan, penutupan gerai sebagai dampak dari turunnya
angka penjualan tidak dilakukan semua peritel. Namun, beberapa dari mereka
tetap ada yang melakukan PHK sebagai bentuk efisiensi.
"Mungkin ada yang tidak tutup gerainya, tetapi karena
harus menyesuaikan diri, kemudian melakukan PHK mendadak secara
besar-besaran," katanya. (rmol)