Harianmomentum.com--Pemilihan kepala daerah
secara langsung oleh rakyat sebagai bentuk perwujudan demokrasi dalam era
otonomi daerah di berbagai daerah, secara nyata telah membawa aparatur
daerah/ASN pada pusaran pertarungan kekuasaan, yang efeknya sangat tidak
produktif dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik di daerah.
Banyak terjadi penyalahgunaan wewenang jabatan oleh
pejabat birokrasi daerah untuk membantu proses pemenangan calon yang didukung.
Tindakan tegas terhadap setiap pelanggaran yang dilakukan oleh ASN dalam bentuk
ketidaknetralan dengan ikut terlibat secara langsung maupun tidak langsung, dapat dijadikan shock
therapy yang bisa menimbulkan efek jera
bagi ASN di daerah lain, sehingga perlu adanya
koordinasi dengan pihak Polri dalam menindaklanjuti ke tahap pelanggaran
pidana.
Sementara disadari bahwa sosialisasi kepemiluan di
pelosok daerah masih sangat kurang, fakta memperlihatkan adanya pemberian dari
pasangan calon tertentu yang diasumsikan sebagai bantuan kepada masyarakat.
Padahal, tindakan ini bisa dikategorikan sebagai
politik uang. Kasus tersebut merupakan akibat dari ketidakpahaman mereka
tentang adanya regulasi yang berkaitan dengan pelanggaran pemilu. Politik uang
sangat berbahaya dalam membangun sebuah proses demokrasi yang bersih karena perannya
yang sangat berdampak merusak.
Beberapa Paslon kepala daerah hingga kini terus
aktif memanfaatkan tahapan kampanye dengan melakukan sosialisasi visi dan misi
guna menggalang dukungan masyarakat.
Kegiatan tersebut sejalan dengan tahapan Pilkada
serentak 2018 yang tengah memasuki masa kampanye untuk memperebutkan suara para
warga dengan berlomba-lomba meningkatkan strateginya untuk menyejahterakan
masyarakat dan membangun daerahnya masing-masing.
Pelaksanaan kegiatan politik pada tahap kampanye
sepertinya didukung oleh beberapa partai politik pendukung
masing-masing Paslon yang tentunya dengan mengoptimalkan mesin partai agar
dapat berjalan maksimal dalam menarik simpati masyarakat guna mendulang suara
sebanyak-banyaknya.
Selain itu, pada aspek partisipasi terkait
sosialisasi program masing-masing Paslon juga dikemas dengan berbagai kegiatan
yang dapat bersentuhan langsung dengan tataran grass roots,
misalnya pelaksanaan bakti sosial dengan memanfaatkan pemeriksaan kesehatan
maupun kegiatan lain yang dinilai lebih efisien dan lebih tepat sasaran
terutama pada masyarakat bawah.
Pemanfaaatan tahap kampaye juga dilakukan oleh masing-masing
tim sukses degan mendeklarasikan sejumlah elemen sebagai pendukung mesin Parpol dalam
mensinergikan semua komponen dalam merebut dan menarik simpati masyarakat.
Pada kampanye Pilkada para Paslon kepala daerah
melakukan berbagai kegiatan seperti dialog, penyampaian visi misi, blusukan ke
pelosok desa, pembagian kaos dan lain-lain untuk menarik simpati dan dukungan
masyarakat guna menaikan elektabilitasnya.
Dalam kegiatan kampanye tersebut para Paslon juga
tidak jarang menyampaikan berbagai janji-janji politik yang sebenarnya
masyarakat sudah menyadari bahwa janji tersebut sulit terealisasi, sehingga
Paslon yang terlalu berjanji secara hiperbolis justru diprediksi akan merugikan
peluangnya untuk terpilih.
Dalam penyelenggaraan Pilkada di beberapa daerah
terus diwarnai berbagai pelanggaran baik oleh penyelenggara Pilkada maupun oleh
ASN, aparat keamanan, dan perangkat desa.
Terkait keharusan kenetralan ASN, TNI/Polri sejak
dini telah disosialisasikan peraturan perundangannya dan penekanan agar tidak
berpolitik praktis, memihak salah satu Paslon dalam penyelenggaraan Pilkada.
Terkait pelanggaran Pilkada tersebut, maka Panwaslu
maupun aparat Gakkumdu perlu bertindak tegas dan profesional untuk memberikan
sanksi dan hukuman terhadap pelaku pelanggaran Pilkada.
Selain itu peran masyarakat juga sangat diperlukan
dalam pengawasan terhadap tahapan Pilkada yang memungkinkan terjadi pelanggaran,
sehingga dapat ditindaklanjuti oleh petugas. Pelanggaran penyelenggara Pilkada
ataupun ketidaknetralan ASN, TNI/Polri apabila tidak segera
ditangani secara maksimal
dikhawatirkan akan menimbulkan
sengketa hukum dan konflik di masyarakat serta
menjadikan rendahnya kualitas hasil Pilkada Serentak 2018.
Sosialisasi Pilkada yang dilakukan penyelenggara
pilkada bertujuan selain untuk meningkatkan tingkat partisipasi pemilih dan
kesadaran politik para pemilih khususnya kelompok Marginal, meminimalisir
tingginya angka golput dalam Pilkada, sekaligus untuk mengantisipasi provokasi
yang dilakukan pihak-pihak tertentu yang menyuarakan “pilih kotak kosong”.
Selain itu, sosialisasi ini juga untuk mengkonter
ajakan kelompok radikal yang menyuarakan penolakan terhadap demokrasi yang
berlangsung di Indonesia.
Massa kampanye tampaknya dimanfaatkan secara
maksimal oleh Paslon gubernur/bupati/walikota, selain untuk mengampanyekan
janji-janji politiknya kepada masyarakat pemilih, juga untuk memperkenalkan
diri kepada masyarakat sekitar tentang figur mereka.
Dalam hal ini, panwaslu perlu terus mengawasi
jalannya kampanye tersebut untuk mengantisipasi penggunaan isu politik
identitas dalam Pilkada guna menjatuhkan lawan politiknya.
Selain itu, panwaslu juga perlu mengawasi
penggunaan tempat ibadah untuk kampanye yang dapat berpotensi menimbulkan
konflik bernuansa SARA.
Tahapan kampanye
nampaknya masih mengedepankan strategi pengerahan massa yang dianggap efektif
dalam meraih dukungan masyarakat.
Sementara ditemukannya kasus pelanggaran kampanye
maupun aksi destruktif terhadap sejumlah APK menunjukkan militansi pendukung
tidak dapat dikontrol terutama oleh Paslon maupun Timses, sehingga potensi
terjadinya gesekan dapat terjadi terutama di tingkat bawah.
Sejauh ini Sejauh ini tahapan kampanye masih dapat
dikatakan berjalan tertib dan lancar, namun demikian seiring semakin
meningkatnya intensitas kampanye maka perlu menjadi perhatian bagi
penyelenggara maupun Apkam untuk terus meningkatkan pengawasan serta pengawalan
agar penyelenggaraan Pilkada 2018 dapat berjalan dengan kondusif.
Masa kampanye
yang merupakan tahapan
penyelenggaraan Pilkada serentak 2018 dimanfaatkan Paslon maupun elite Parpol
dengan melakukan sosialisasi maupun tatap muka secara langsung dengan
masyarakat bertujuan mendapatkan simpati dan dukungan masyarakat dinilai masih
dalam tahap kewajaran selama dilakukan tanpa melanggar aturan yang telah
ditetapkan KPU dan Panwaslu.
Kegiatan kampanye dengan blusukan maupun tatap
muka dengan masyarakat dinilai Paslon peserta Pilkada serentak 2018 masih
merupakan kegiatan yang paling efektif untuk mendapatkan dukungan dan simpati
masyarakat.
Momentum tingginya
animo masyarakat untuk terlibat dalam kampanye Paslon Pilkada serentak
diharapkan dimanfaatkan Paslon dengan memberikan janji-janji kampanye yang
dapat direalisasikan, karena janji kampanye yang sulit direalisasikan dapat
menurunkan penilaian masyarakat terhadap Paslon.
Dalam aspek kontestasi masih diwarnai
dengan ditemukannya Paslon yang
melibatkan anak-anak seperti di Kota
Mataram, NTB dan pembagian sejumlah ponsel di
Kota Samarinda, Kaltim dalam masa kampanye Pilkada serentak 2018.
Hal ini menunjukkan belum adanya kesadaran para
Paslon untuk mentaati dan mengimplementasikan aturan yang ditetapkan pihak KPU
dan Panwaslu. Adanya pernyataan salah seorang Cagub NTB bahwa keberadaan anak-anak dalam lokasi
kampanye bukanlah pelanggaran jelas menunjukkan kurang adanya komitmen untuk
melindungi anak-anak, karena momen kampanye bukanlah wadah sosialisasi,
pembelajaran dan pengenalan yang baik untuk anak-anak, apalagi momen kampanye
diwarnai materi-materi yang kurang mendidik.
Berlanjutnya fenomena ini akan menimbulkan “flawed
campaign process”, karena esensi kampanye adalah menyosialisasikan visi dan
misi serta memperkenalkan diri Paslon dan Parpol pendukungnya, sehingga para
pemilih memperoleh gambaran yang jelas
untuk menentukan pilihannya dalam Pilkada.(*)
Penulis: Bustaman al
Rauf, Pemerhati masalah situasi politik nasional. Tinggal di
Pidie, Aceh
Editor: Harian Momentum
E-Mail: harianmomentum@gmail.com