MOMENTUM, Bandarlampung--Sumatera itu Indonesia, Kalimantan itu Indonesia, Sulawesi Itu Indonesia, Begitu juga Papua merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sehingga perbedaan Suku maupun Warna kulit tentu tidak menjadi halangan bagi seluruh elemen bangsa untuk menegakkan rasa persatuan dan kesatuan.
Amarah yang meledak karena ujaran bernada rasis, belum lama ini muncul di berbagai pemberitaan baik media massa maupun media daring. Rupanya ujaran bernada rasis berdampak serius terhadap keamanan bangsa.
Kita jangan sampai lupa bahwa perbedaan yang dimiliki oleh Indonesia tercipta agar dunia Indonesia memiliki harmoni yang Indah. Bayangkan saja, jika dari Sabang sampai Merauke semua sama, bukankah hal itu ajan menjadi sesuatu yang menjenuhkan.
Ibarat sebuah gitar, tentu akan bisa dinikmati ketika memiliki 6 senar yang berbeda, bagaimana jika ke 6 senar yang ada memiliki suara dengan nada yang sama? memang bisa berbunyi namun tidak menunjukkan harmonisasi.
Bahkan Pancasila yang dirumuskan sejak lama, memiliki semboyan yang dicengkeram oleh Burung Garuda, yaitu Bhineka Tunggal Ika yang bermakna berbeda – beda tetapi tetap satu jua.
Namun Masalah rasisme yang telah lama tidak muncul, ternyata muncul juga 2 hari setelah perayaan kemerdekaan. Mahasiswa Papua yang tinggal di Surabaya mendapatkan sebutan “Monyet” dan hal ini lantas menjadi pemicu amarah masyarakat Papua di Manokwari dan Jayapura. Ditambahlagi dengan adanya fitnah maupun missinformasi yang semakin meminyaki ledakan amarah yang sulit terbendung. Akibatnya, blokade jalan dan kebakaran Gedung DPRD Papua menjadi tak terelakkan.
Jika masih ada yang meragukan bahwa Papua merupakan bagian dari NKRI, mungkin sejarah ini bisa menjadi pedoman bagi kita. Bahwasanya bergabungnya Wilayah Irian Barat menjadi Provinsi ke – 26 bagi Indonesia pada tahun 1969, telah resmi melalui PEPERA yang diikuti oleh seluruh wakil dari Wilayah Irian di hadapan PBB, serta dengan disahkannya Resolusi Majelis Umum PBB No. 2504 tanggal 19 Oktober 1969.
Hal tersebut merupakan perjalanan panjang perjuangan rakyat Papua. Sebuah perjuangan untuk membulatkan tekad agar dapat bergabung, berdaulat dan menjadi bagian dalam Republik Indonesia.
Patut kita pahami bersama, bahwa dalam kurun waktu yang panjang, terdapat peristiwa heroik demi mempertahankan kedaulatan Republik Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Dimana 4 tahun setelah Indonesia Merdeka ternyata Belanda tetap saja belum mau hengkang dari Papua.
Saat itu Indonesia berusaha terus dan memaksa Belanda agar dapat meninggalkan Indonesia, salah satunya adalah melalui konferensi Meja Bundar (KMB) yang saat itu berlangsung di Den Haag Belanda pada tanggal 23 Agustus 1949.
Dalam kesempatan tersebut, telah disepakati bahwa seluruh bekas jajahan Belanda merupakan wilayah Republik Indonesia, kecuali Papua Barat yang akan dikembalikan Belanda ke Pangkuan Ibu Pertiwi 2 tahun kemudian.
Namun dari perjanjian KMB yang sudah dilakukan tersebut, Belanda masih mengingkari sendiri isi perjanjian tersebut. Hingga pada tahun 1961, Belanda masih berada di Papua. Bahkan Belanda juga mempersiapkan langkah – langkah untuk memisahkan Papua dari Republik Indonesia.
Kelicikan Belanda dalam membentuk negara bonekanya di Papua tersebut tentu membuat bangsa Indonesia berang. Oleh karena itu pada tanggal 19 Desember 1961 di Alun – Alun Utara Yogyakarta, Presiden Indonesia Ir Soekarno mengumumkan Tri Komando Rakyat (Trikora) untuk mengembalikan Irian Barat ke pangkuan NKRI.
Setelah melalui diplomasi yang alot yang difasilitasi oleh PBB, Belanda akhirnya bersedia menandatangani New York Agreement (NYA) bersama Indonesia pada tanggal 15 Agustus 1962. Isi kesepatakan itu adalah road map penyelesaian sengketa atas wilayah Papua.
Agar Belanda tidak kehilangan muka, maka perundingan New York mengatur penyerahan kekuasaan dari Belanda atas tanah Papua dilakukan secara tidak langsung. Belanda akhirnya menyerahkannya kepada PBB, setelah itu barulah PBB menyerahkannya ke pemerintah Indonesia melalui referendum (PEPERA)
Dari kisah diatas tentu kita dapat mengetahui, betapa besar perjuangan Indonesia dalam mempertahankan wilayahnya, bahkan setelah kemerdekaan Indonesia diproklamirkan.
Kita tentu sepakat bahwa Rakyat Papua haruslah merdeka, namun bukan dalam konteks merdeka untuk berpisah dari Indonesia. Melainkan merdeka untuk dapat berkembang dan berdikari diatas tanah air.(**)
Oleh : Antonia Iek. Penulis adalah pegiat media sosial di Papua
Editor: Harian Momentum
E-Mail: harianmomentum@gmail.com